This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Kamis, 24 November 2016

Karena Bingkai Kita Adalah Media Sosial

Ilustrasi (inet)
dakwatuna.com – Karena bingkai kita adalah media sosial, maka mungkin kita terlalu sering terburu-buru dan ceroboh mengambil keputusan. Tak bijaksana dan tak bijaksini menjadi kebiasaan kita, menganggap hal-hal yang temporal adalah sesuatu yang keren, sehingga bila tak melakukannya maka kita akan menjadi orang yang tak keren, begitu mungkin pandangan kita. Lalu engkau akan mulai merasakan kehampaan pada sesuatu yang engkau senangi, mungkin engkau telah memilih bingkai yang kurang tepat. Ya, mungkin saja engkau sedang memakai bingkai yang kurang tepat. Bingkai tersebut mungkin saja cara berpikir, cara bertindak, landasan dan prinsip hidup, tujuan hidup, dan lain sebagainya. Maka bagaimanakah cara memilih bingkai yang tepat?
Bingkaiku mungkin saja tak seperti bingkaimu, ya, sangat mungkin. Misalnya bingkai cinta, ini tentang cara memandang cinta. Pada umumnya orang-orang menganggap cinta hanya soal kemesraan saja, hanya romantisme yang dijaga terus menerus, sehingga sudah menikah ataupun belum menikah, boleh-boleh saja untuk bermesraan. Mungkin banyak yang memilih bingkai cinta yang seperti ini, bingkai yang sebagian besar orang cenderung kepada bingkai cinta model seperti ini. Padahal boleh jadi bingkai cinta semacam ini adalah salah dan tersesat dalam memaknai arti cinta yang sesungguhnya. Akad adalah deklarasi cinta yang amat sangat kokoh, karena Allah yang menjadi Saksi.

Akad juga adalah sebuah pembuktian cinta, karena berani mencintai maka berani bertanggungjawab, Berani mencintai maka berani melayani, Berani mencintai maka berani memimpin, Berani mencintai maka berani berjuang, berjuang untuk membuktikan cinta, berjuang untuk seseorang yang pantas diperjuangkan karena ia juga turut berjuang, berjuang dengan jiwa, raga, dan harta, berjuang untuk mengumpulkan uang panaik bagi suku Bugis, berjuang untuk memenuhi takaran Mayam bagi Orang Aceh. Jangan kau rendahkan cinta dengan tak mau berjuang, jangan kau rendahkan cinta dengan menikmati sesuatu yang belum diperbolehkan secara agama maupun secara legal formal, jangan au rendahkan cinta dengan takut sebelum berjuang, sebab yang pantas engkau takuti hanyalah Allah. Namun yang terjadi, justru Cinta hanya di anggap romantisme belaka, cinta di terjemahkan sebagai pemuasan syahwat saja, akhirnya cinta pun terdefinisi secara parsial. Memang benar cinta itu tentang romantisme, memang benar cinta itu tentang pemuasan syahwat, tetapi jangan lupa, cinta tidak sesederhana itu, cinta pada laki-laki pada umumnya mengarah kepada hubungan seks, sedangkan cinta pada perempuan berbentuk psikis, maka berhati-hatilah memilih bingkai cintamu.

Bingkai inilah yang kemudian menjadi patron hidup kita, maka sebaiknya engkau lebih cermat lagi memilih bingkai. Ada pula bingkai akal, sebuah cara pandang akal atas segala sesuatu yang terjadi. Jangan sampai pikiran-pikiran liarmu kau jadikan bingkai berpikir, jangan sampai prasangka burukmu kau jadikan landasan berpikir dan bertindakmu. Bingkai akal adalah soal keilmuan, soal keilmiahan. Metode keilmiahan yang masih sangat orisinil contohnya adalah metode periwayatan Hadits, yang lemah ingatan pun bisa jadi di ragukan sebagai perawi Hadits. Maka seharusnya sosial media tak menjadi bingkai berpikir kita, maka seharusnya kata-kata mutiara yang berseliweran di facebookinstagram, ataupun akun twitter kita tak menjadi landasan berpikir kita tanpa di teliti dan di pelajari dulu kevalidannya. Engkau harus banyak membaca, banyak menelaah, bahkan bila perlu engkau butuh mentor dalam proses belajar, sebab belajar bukan hanya dari buku dan literatur tetapi juga butuh guru yang mengajarkan pengalaman serta metode yang benar. Lalu bagaimanakah bingkai akalmu? Masihkah belajar ilmu agama dari facebook yang belum di pastikan kevalidan sumbernya? Masihkah belajar dari kata-kata mutiara di instagram yang engkaupun belum pernah melihat sumber kitab aslinya? Masihkah segan, malu, dan takut bertanya? Takut untuk berubah? Padahal menuntut ilmu agama adalah kewajiban setiap muslim, dan mempelajarinya perlu mentor, perlu bertanya pada para ‘Ulama.

Karena mungkin bingkai kita hanyalah sosial media, sehingga bingkai perjuangan kita pun hanya seperti itu. Sungguh memprihatinkan, berjuang hanya untuk hal-hal yang berkaitan dengan perut saja, atau dalam hal ini sering disebut materialisme. Ini bukan soal penilaian hitam dan putih atau benar dan salah, ini sangat kompleks, tetapi yang lebih penting dari bingkai perjuangan adalah tetap berjuang. Memilih tempat untuk perjuangan, memilih gerakan untuk berjuang bersama, juga merupakan proses pencarian jati diri, tetapi yang paling penting menurut penulis pribadi adalah bagaimana perjuangan ini tetap membawa Risalah Islam dan berafiliasi kepada kepentingan Umat Islam dalam gerakan perjuangannya. Karena bila perjuangan hanya ingin mencapai kesejahteraan masyarakat saja, hanya ingin mewujudkan stabilitas ekonomi saja, maka apa bedanya kita dengan bangsa-bangsa Barat yang sekarang sedang meluncur secara perlahan menuju keruntuhan peradaban, karena kita juga harus memahami bahwa kejayaan dan kehancuran itu dipergilirkan. Dan yang lebih memprihatinkan lagi adalah mereka yang tak berjuang, karena tak memiliki bingkai, hanya mengkritik, tanpa memberi solusi yang konkret, tak juga memberikan kontribusi kecuali komentar-komentar sinis nan tajam.
Karena tak memiliki bingkai maka sosial media yang menjadi bingkainya, karena bingkaimu adalah media sosial. Ibarat sapi yang datang masuk ke sebuah ladang untuk memakan rumput, maka mereka yang memiliki bingkai yang jelas akan turut berkontribusi, memberikan solusi bagaimana tindakan agar sapi tersebut selamat dan ladang juga selamat, win-win solution. Beda dengan mereka yang tak memiliki bingkai, mungkin saja mereka akan membiarkan sapi melahap rumput yang berada di ladang sehingga kerusakan yang terjadi, diam tak berarti. Malah mungkin mereka yang tak memiliki bingkai ini, atau sebut saja mereka punya bingkai media sosial ini hanya asyik meng-upload foto atau kejadiannya, lalu sibuk berkomentar sinis tanpa kerja nyata.

Karena bingkaimu adalah media sosial, maka setidaknya engkau harus mulai berubah dan segera memilih bingkai yang tepat, yang moderat, yang relevan dengan kondisi keindonesiaan, kondisi kekinian dan kedisinian. Karena bingkai cintamu adalah media sosial maka tak ada gairah bagimu untuk memperjuangkan cinta yang sesungguhnya, cenderung memikirkan yang enak-enaknya saja tanpa mau memperjuangkan cinta sejati, cinta seutuhnya, karena anugerah cinta dari Sang Maha Cinta adalah pelaminan dan keluarga sakinah. Karena bingkai akalmu adalah media sosial maka engkau tak pernah membuka literatur asli, hanya mengandalkan media sosial saja sebagai tempat mencari ilmu, menuntut ilmu pengetahuan, tanpa berusaha mencari tahu kevalidannya, seharusnya dengan sarana dan prasarana media sosial yang semakin berkembang ini mampu engkau manfaatkan belajar secara cerdas dan tetap menghidupkan kultur keilmuan dan keilmiahan. Karena bingkai perjuanganmu juga adalah media sosial maka izinkan penulis pribadi untuk mengajakmu melihat realitas kekinian bahwa sekarang adalah waktunya untuk melepas segala kemalasan dan keapatisan menuju semangat juang yang tinggi, semangat juang untuk bangsamu, untuk agamamu, dan untuk dirimu sendiri.

Karena bingkaimu adalah media sosial maka waktunya untuk berubah! Memasuki gelombang ketiga Indonesia menghadirkan karakteristik masyarakat yang berbeda, masyarakat yang sangat paham dengan perkembangan informasi dan teknologi, maka butuh model kepemimpinan yang juga berbeda, mampu memoderasi seluruh umat, mampu memoderasi semua kalangan, mampu memoderasi semua golongan. Ini bukan soal penyatuan gerakan, penyatuan visi, penyatuan pikiran, karena itu suatu hal yang mustahil. Kunci dari memoderasi keseluruhan model masyarakat adalah dengan saling bersinergi. Karena bingkaimu adalah media sosial maka waktunya memberdayakan kalangan muda untuk perubahan, untuk masa depan yang lebih cerah. Teruntuk para pemuda calon pemimpin masa depan, untuk para pemuda pelopor perubahan, waktunya meningkatkan kapasitas dan kompetensi, jangan sampai era keterbukaan ini membuat para pemuda Indonesia kalah bersaing dengan pemuda luar negeri yang masuk untuk berkarir dan berkarya di Indonesia. Karena bingkaimu adalah media sosial maka jadilah pemuda yang cerdas secara intelektual, cerdas emosional, cerdas spiritual, dan yang paling penting pemuda yang berjuang, untuk umat ini, untuk bangsa ini, jazirah nusantara tercinta, menjadi Baldatun Thayyibatun Wa Rabbun Ghafuur. (dakwatuna.com/hdn)



Sumber: http://www.dakwatuna.com/2016/11/24/83775/bingkai-kita-adalah-media-sosial/#ixzz4QzCYn8Uy 
Follow us: @dakwatuna on Twitter | dakwatunacom on Facebook

Cinta Adalah Memberi

dakwatuna.com – Menjadi puitis tak serta merta terjadi tanpa proses yang panjang, menjadi romantis juga bukan melalui perjalanan yang sangat singkat, perubahan itu sebuah keniscayaan, namun bukan berarti perubahan tersebut terjadi begitu saja, begitu mudah, dan begitu singkat. Namun Tahukah kita, Bahwa ada energi yang mampu memicu perubahan, energi tersebut ibarat badai, ibarat angin, ibarat air, ibarat api. Ibarat badai yang mampu merusak tatanan kota yang begitu indah, mampu meluluh lantahkan pepohonan, mampu membuat suasana menjadi mencekam, begitu besar energinya. Ibarat angin yang mampu menggerakkan, mampu meng-erosi gunung, mengantarkan bibit tetumbuhan dan bunga-bunga sehingga berkembang biak, mampu menyejukkan, begitu dahsyat energinya. Ibarat air yang mampu menghancurkan batu karang, mampu menenggelamkan seisi bumi di Zaman Nabi kecuali hamba yang dipilihnya Nuh ‘alaihissalam, dan selalu mencari tempat ter-rendah, begitu menakjubkan energinya. Ibarat api yang mampu membuat benda padat hancur lebur menjadi butiran debu, mampu menghantarkan panas kepada sesuatu yang dijilati nya, mampu menghanguskan apa saja kecuali air, begitu luar biasa energinya. Inilah energi cinta, cinta yang mendalam, cinta yang menderu, cinta yang merubah, cinta yang menumbuhkan, cinta yang akan membuatmu menjadi puitis meski engkau bukan pujangga, cinta yang membuatmu menjadi romantis meski engkau bukan pangeran ataupun permaisuri.

Selanjutnya cinta, melalui proses yang begitu rumit dan pelik, akan menghantarkanmu menuju kepahaman yang paripurna. Pemahaman yang paripurna ini adalah pemahaman tentang hidup, hidup ini untuk apa, hidup hendak di bawa kemana, dan esensi hidup berupa orientasi hidup seutuhnya. Semuanya bermula dari cinta, lalu jiwa dihardik oleh kondisi sekitar ketika pikiran membuncah karena kepahaman, cinta memulainya lalu menggerakkannya. Mencintai seseorang adalah salah satu dari sekian banyak bentuk cinta tersebut. Tetapi untuk cinta yang satu ini engkau harus waspada, engkau harus berhati-hati, sebab cinta ini menyangkut jalan kehidupanmu, sebab orang yang engkau cintai mungkin akan jadi pendamping hidupmu, mungkin juga tidak. Cinta yang satu ini harus benar-benar engkau seriusi, sebab mencintai seseorang konsekuensi logisnya dan untuk memuliakannya adalah pelaminan. Kapan cinta ini tidak berujung pada pelaminan, maka jangan berani coba-coba mempermainkan cinta ini, karena cinta sejati hanya dapat dibuktikan dengan pernikahan. Berani mencintai maka berani bertanggungjawab, berani mencintai maka berani melayani, berani mencintai maka berani berjuang, berani mencintai maka berani memimpin. Maka cinta kepada seseorang yang dilakukan dengan pacaran sebelum pernikahan, ini jelas-jelas perilaku yang merendahkan cinta, melakukan sesuatu yang di larang agama, ingin menikmati sesuatu yang hanya bisa dinikmati setelah akad, maka apa jadinya orang-orang semacam ini, terus menerus merendahkan cinta tanpa mau memperjuangkan cinta sejati, cinta sejati di pelaminan, cinta seutuhnya di mahligai pernikahan.

Mencintai itu akan mengubahmu, percayalah, ini bukan soal siapa yang di cintai dan siapa yang mencintai, juga bukan soal siapa yang memilih dan siapa yang dipilih, tetapi ini adalah persoalan pembuktian cinta dan perjuangan cinta, karena seberapa daya pun usaha dan perjuangan kita, Allah jua yang menentukan siapa jodoh kita meskipun kita ingin atau tak ingin, mau atau tak mau. Maka berjuanglah untuk cinta, bila ia memang pantas untuk di perjuangkan, Ibnu Qayyim Al-Jauziyah pernah berpesan bahwa wujud cinta kepada Allah adalah dengan mencintai orang yang juga mencintai Allah, mungkin ini bisa menjadi referensimu dalam memilih cinta. Maka tak heran bila di beberapa organisasi dakwah atau organisasi keislaman juga turut memfasilitasi perjodohan, karena ingin berikhtiar agar cinta yang diperjuangkan mengundang keberkahan dari Allah SWT. Cinta sesuatu yang tulus, murni, dan baik, sungguh sayang bila dicemari dengan perbuatan maksiat, karena percayalah cinta kepada seseorang yang tidak bervisi menuju mahligai pernikahan harus disudahi, harus segera diakhiri.

Wujud cinta adalah memberi, maka memberi adalah pemuliaan seseorang kepada yang di cintainya. Ibnu Qayyim juga pernah menyampaikan bahwa cinta adalah orbit sang pencinta kepada yang di cintainya. Memberi kepada yang di cintai adalah sebentuk perjuangan, sebentuk keseriusan dalam mencintai. Ibarat kubah langit yang tak berhenti memberi kepada dataran bumi, langit menjaga, langit memupuk, langit mencurahkan air, lalu bumi tumbuh dengan subur, pepohonan, tumbuh-tumbuhan, makhluk yang ada di dataran bumi hidup dengan udara yang begitu nyaman. Tanpa pamrih langit terus memberi dan merawat bumi, energi ini terus hadir, energi memberi ini terus deras mengalir, sumber energi yang besar berasal dari cinta. Memberi dan terus memberi, yang bersumber dari ketulusan cinta, menjadikan orang yang di cintai terus berkembang, terus bertumbuh, terus menguat. Maka pastikan cinta yang engkau miliki seperti ini, cinta secara positif akan menumbuhkan, akan mengembangkan, akan menguatkan, orang yang di cintai akan terus bergerak, akan terus berubah ke arah yang postif, karena terus menerus di beri perhatian, terus menerus di beri kasih sayang, terus menerus di beri ilmu, terus menerus di bimbing, terus menerus di supply secara materi, hingga jiwa orang yang di cintai akan merasa membutuhkan, lalu yang terjadi selanjutnya adalah feedback cinta kepada orang yang mencintai yaitu juga dalam wujud memberi.

Seorang pemuda kurus dan berkulit gelap tidak pernah menyangka dalam perjalanannya mengarungi arus, dalam perjalanan perantauannya, bahwa dalam perjalanan tersebut akhirnya ia menemukan cinta. Tentu ini bukan perkara mudah, karena cinta adalah memberi, maka seorang lelaki harus berani berjuang, bukan lelaki namanya bila ia tak berjuang, bukan sang pencinta sejati namanya bila dalam perjuangan cintanya ia tak mampu berjuang untuk yang di cintainya. Bukan lelaki namanya bila berjuang untuk uang panaik (dalam adat Bugis Makassar) saja ia harus perhitungan dan tak mau berkorban, bukan sang pencinta sejati bila ia tak mau berjuang untuk memenuhi takaran mayam (dalam adat Aceh), sebab cinta sejati patut diperjuangkan, cinta yang tulus akan menarik akar kaki dan otakmu untuk berjuang diluar batas kemampuanmu, hingga ikhtiar maksimal dari sang pemuda kurus dan berkulit gelap ini di jawab oleh Yang Maha Cinta, bahwa sekeras dan sekuat apapun manusia berusaha, Allah lah yang menentukan hasilnya.

Sang pemuda kemudian bertemu dengan seorang bidadari penyuka ungu, bidadari bercahaya penuh cinta, siap memperjuangkan orang yang tulus mencintainya, siap memberikan apa saja kepada pemuda yang ditakdirkan Allah untuk menjadi pendamping hidupnya. Bidadari berwajah manis dari Kerajaan Sabah Melayu ternyata adalah jodoh dari pemuda kurus dan berkulit gelap tadi, namun pemuda ini mempunyai tekad yang kuat. Sajak-sajak dan narasi visioner yang sering di tuliskan oleh pemuda bertekad kuat ini sedikit terwarnai dengan nuansa romantisme, cita rasa sastra dan puisi yang padat makna, memang benar cinta itu mengubah seseorang. Kini dengan bersandingnya pemuda bertekad kuat dan bidadari penyuka ungu ini, kedua keluarga besar dari bumi tadulako dan bumi Arung Palakka bersinergi dan bersatu dalam ikatan keluarga. Perjuangan cinta tidak hanya sampai disini, karena setelah pernikahan fase perjuangan selanjutnya akan dimulai. Sungguh mulia Imam Syahid Hasan Al-Banna dalam Risalah nya menuliskan bahwa perjuangan setelah keluarga adalah masyarakat. Perjuangan ini akan terus berlangsung hingga akhir zaman, maka beruntunglah mereka yang mengejawantahkan cintanya dalam pernikahan suci, sebuah perjanjian kokoh. Maka beruntunglah keluarga yang terus berjuang menegakkan kalimat Allah di masyarakat, bangsa, dan negara. Cinta adalah memberi, teruslah memberi, sumber energi memberi adalah cinta, maka teruslah berjuang, panjang jalannya memang, tetapi bagi para pejuang cinta, tidak lain dan tidak bukan ini adalah kesempatan untuk memberi. (dakwatuna.com/hdn)



Sumber: http://www.dakwatuna.com/2016/11/24/83776/cinta-adalah-memberi/#ixzz4QzBN2FTJ 
Follow us: @dakwatuna on Twitter | dakwatunacom on Facebook