This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Rabu, 22 Oktober 2014

Masih Mau Mengeluh?

Palu, Diruang Keluarga, 15 Oktober 2014
Oleh : Mohamad Khaidir, S.E.

Ilustrasi (inet)
dakwatuna.com - Mengeluhlah dan terus mengeluh, kalau ternyata mengeluh itu bisa memperbaiki keadaan. Merataplah dan terus meratap, kalau dengan meratap bisa mengembalikan keadaan. Keluhan dan ratapan menjadi konsumsi setiap hari yang seharusnya dihiasi dengan rasa syukur. Mengeluhlah dengan siapa saja, tentang kondisi yang tak seharusnya engkau terima, tentang bagaimana dunia tak adil terhadapmu, tetapi apakah dengan mengeluh semua masalahmu akan segera terselesaikan? Atau satu saja masalahmu tuntas sampai ke akar-akarnya dengan keluhanmu? Bahkan dengan keluhan yang paling memilukan? Tampaknya engkau dan keluhanmu menjadi tak berarti apa-apa di semesta jagad raya ini. Karena Matahari saja sebagai pusat galaksi bima sakti hanya sebesar debu dalam skala Bintang Antares yang jaraknya kurang lebih seribu tahun cahaya dari bumi. Mengeluh itu boleh saja, mengeluhlah hanya kepada Allah. Tetapi, alangkah indahnya bila engkau ber-positive thinking daripada mengeluh.Alangkah produktifnya bila engkau berprasangka baik kepada Allah dari pada mengeluh. Masih ingin mengeluh?

Mungkin, di beberapa kesempatan engkau ingin meratap. Meratapi seseorang yang tanpa alasan yang jelas engkau merasa berhak memilikinya. Tanpa alasan yang jelas engkau langgar budi pekerti dan tata aturan bermasyarakat karena ingin terus berduaan dengan seseorang itu tanpa ikatan yang seharusnya engkau mulai dengan meminta restu kedua orang tuanya dan berikrar di hadapan Sang Pencipta. Tampaknya engkau hanya ingin meratapi seseorang yang engkau cintai, yang bukan hakmu dan merupakan Hak Allah. Bukankah lebih indah bila engkau mencintainya karena Allah, menjemputnya dengan cara yang diridhai Allah, dan untuk menggapai Ridha Allah? Atau mungkin engkau ingin mengeluh atas setiap kekalahanmu di kompetisi-kompetisi yang kau ikuti? Padahal, mungkin saja kemenangan-kemenangan yang engkau peroleh lebih berharga daripada keluh kesah serta ratapanmu. Kemenangan dan keberhasilanmu lebih bermakna dari sekadar mengeluh dan meratapi nasib tanpa mau untuk berusaha.

Sebuah kisah menginspirasi di zaman Rasulullah SAW yang memberi gambaran kepada kita bahwa betapa tidak pentingnya meratapi suatu hal yang tidak menjadi keinginan dan bukan kemauan kita. Beberapa saat setelah mengalami kekalahan yang sangat memilukan pada perang Uhud, Rasulullah SAW segera mengumpulkan kembali kaum muslimin untuk merapatkan barisan dan melakukan konsolidasi. Mungkin setelah kekalahan perang di bukit Uhud tersebut, adalah waktunya bagi kaum muslimin untuk meratap sesedih-sedihnya karena syahidnya puluhan sahabat dan cederanya Rasulullah SAW. Saatnya untuk menyiapkan panggung ratapan dan meratap, bersedih, mengumandangkan kesedihan kepada seluruh penjuru di atas panggung ratapan tersebut. Kekalahan yang memilukan jiwa, hati, dan fisik kaum muslimin ini pun seharusnya menyediakan waktu yang cukup lama agar mereka bisa meratapi kesedihan ini sedalam-dalamnya. Namun apa yang dilakukan oleh Rasulullah SAW? Beliau sangat mengetahui bahwa tak ada manfaat sedikitpun apabila hanya diisi dengan meratapi nasib kekalahan mereka. Dengan meratap, tak akan mengembalikan yang sudah meninggal dunia menjadi hidup kembali, tak akan menutup luka yang menganga akibat sabetan pedang dan terjangan alat tajam, tak akan segera menyembuhkan luka yang mendalam hasil lesatan anak panah dari busurnya, dengan meratap tak akan merubah apapun, dengan meratap tak akan memperbaiki keadaan sedikitpun. Justru dengan meratap yang berkepanjangan tak akan merubah keadaan.
Maka Rasulullah SAW yang amat sangat memahami kondisi ini, segera merapatkan kembali barisan kaum muslimin yang sempat renggang untuk melakukan konsolidasi. Konsolidasi dilakukan untuk mengejar pasukan kafir Quraisy yang merasa menang besar setelah membantai puluhan sahabat Rasulullah SAW. Pasukan kafir Qurasisy pun kaget bukan kepalang melihat kaum muslimin yang dalam beberapa saat yang lalu di pertempuran Uhud nyaris kalah, sekarang berbalik mengejar mereka. Melihat ini dari kejauhan, pasukan kafir Quraisy yang merasa telah menjadi pemenang dalam pertempuran di perang Uhud pun menganggap bahwa yang mengejar mereka adalah bala tentara bantuan kaum Muslimin, sehingga merekapun lari tunggang langgang menuju Mekkah. Kejadian ini lebih dikenal dengan nama Dzaatussalaasiil.

Sepertinya bagi kita, tak ada waktu untuk meratap. Meratap atas setiap kekalahan, kesedihan, kebimbangan, kegalauan, segera mengkondisikan kembali hati, jiwa, dan pikiran adalah acara yang tepat agar keadaan yang sempat mengecewakan kita bisa sedikit berubah. Segera melanjutkan untuk bekerja adalah pilihan yang tepat dari pada meratap dan sedih berkepanjangan yang cenderung kontra-produktif. Segera kembali menyusun semangat dan rencana kerja adalah hal yang lebih produktif dari pada meratap ataupun mengeluh. Atau mungkin meratap atau mengeluh adalah sebentuk dari penyesalanmu? Penyesalan yang posisinya selalu datang belakangan, penyesalan tiada akhir yang akan menghancurkan hidupmu? Penyesalan yang tak engkau barengi dengan upaya untuk bertaubat? Sungguh penyesalan yang tiada artinya, sungguh penyesalan yang tak bermanfaat. Bagaikan penyesalan tiada akhir Ronin Sang Samurai Pengembara.

Kisah setengah legenda serta setengah nyata ini dikisahkan oleh William Dale Jennings tentang Ronin Samurai Pengembara yang hidup di zaman kekerasan Jepang pada Abad Ke-12. Menceritakan kehidupan seorang lelaki pemberontak yang selanjutnya menjadi pahlawan rakyat. Sosok tidak kenal belas kasihan ini, Ronin Sang Samurai Pengembara, menebas jalan hidupnya dari selokan menuju istana dan kehormatan. Di balik tindak keberanian yang haus darah, dia pembawa pertanda aneh dari suatu takdir. Tentang kebenaran dan hal yang bijak dalam kehidupan. Namun dosa yang dimiliki Ronin Sang Samurai Pengembara sangat sulit untuk diampuni, sangat sukar untuk dimaafkan, dosa Ronin terlampau menggunung dan menyempitkan pembuluh darah. Dosa-dosa Ronin Sang Samurai Pengembara benar-benar telah menguras hati, mulai dari biksu tua yang terbelah dua, tiga bocah remaja berdiri dan terpana di tengah arus, yang paling buruk dari semuanya, tentang pemilik kedai yang kehilangan dua jarinya lalu tangan dan hidupnya. Ronin Sang Samurai Pengembara dengan penyesalannya tak akan berarti lagi, meskipun dia menangis, berdoa, dan bersumpah menjalankan penebusan dosa jenis apapun atas seluruh kematian yang diperbuatnya, biarkan dia menundukkan kepala dan membisikkan Ya pada setiap perintah yang harus dilakukannya. Meskipun Ronin Sang Samurai Pengembara sedang mengabdikan sisa hidupnya bagi masyarakat yang ingin melalui tebing terjal nan curam yang bernama celah neraka.

Segala hal yang memilukan tak akan terselesaikan bila engkau menyediakan waktu yang banyak untuk meratap dan mengeluh. Masih mau meratap dan mengeluh? Bukankah lebih baik engkau mensyukuri terlebih dahulu apa-apa yang telah lengkap dalam keindahan fisik dan tubuhmu? Bukankah lebih baik engkau mensyukuri setiap keadaan sehat yang tak akan sanggup dibalas dengan ibadahmu? Itupun kalau ibadahmu rutin, masih belum sanggup untuk membalas setiap detail nikmat. Renungkanlah setiap proses yang menurut kita sangat biasa tetapi mengandung nilai ketauhidan yang mendalam. Sebagai contoh proses melihat, mulai dari cahaya masuk ke dalam retina, lalu dari retina cahaya berproses pada setiap saraf untuk segera diantarkan ke otak sehingga proses melihat begitu sempurna kita dapati dalam kehidupan kita. Hanya dalam waktu yang singkat, kurang dari satu detik kita dapat menyaksikkan keindahan warna-warni kehidupan dengan proses melihat, hanya dalam waktu yang amat sangat singkat segala ciptaan Allah menjadi objek yang begitu indah di depan mata kita. Proses yang berlangsung sangat cepat ini berlangsung tanpa cacat sedikitpun, proses ini berlangsung begitu sempurna di setiap hari ketika kita membuka mata, kesempurnaan proses melihat ini dijaga oleh Allah SWT. Betapa meruginya orang-orang yang masih menggunakan matanya untuk melihat hal-hal yang dibenci oleh Sang Pencipta, betapa lalainya orang-orang yang tak menyadari bahwa dalam proses melihatpun ada nilai-nilai ketauhidan yang senantiasa bisa dipelajari dan menginspirasi agar semakin sadar bahwa Allah SWT masih berkenan menjaga ciptaan-Nya yang masih sering lupa untuk mengingat-Nya dalam keseharian. Bayangkan, dalam proses melihat saja Allah SWT terlibat dalam setiap detailnya, bagaimana dengan proses yang lain seperti proses mendengar, merasakan, mengecap rasa, menggerakkan badan, dan lain-lain? Sesungguhnya setiap organ tubuh kita dijaga oleh Allah SWT dan senantiasa berkoordinasi memudahkan aktivitas keseharian kita atas izin Allah SWT. Betapa durhakanya engkau wahai Bani Adam yang masih memilih untuk mendustakan nikmat Tuhanmu.

Masih mau mengeluh? Masih mau meratap? Meratap dan mengeluhlah sewajarnya saja, jangan sampai berlebihan dan berlarut-larut dalam kesedihan. Jangan sediakan waktu untuk menaiki panggung ratapan dan berseru tentang kesedihan. Alangkah lebih baiknya engkau mensyukuri nikmat yang telah engkau dapatkan. Betapa indahnya setelah engkau bersyukur dan memahami semua hakikat itu, lalu engkau mendakwahkannya kepada orang-orang di sekitarmu. Betapa penyesalan itu selalu hadir belakangan, betapa meratap dan mengeluh adalah dua hal yang kontra-produktif. Jangan pula setiap kesedihanmu engkau kembangkan di akun-akun sosial media yang membuat setiap orang akan terjangkiti kesedihan dan kepiluanmu. Lebih baik engkau berdakwah tentang betapa pentingnya bersyukur, menjaga hati, mengingat Allah, menghindari lalai, meminimalisir perbuatan maksiat. Bukan untuk menjadi orang yang sok suci, tetapi dalam rangka saling mengingatkan dalam kebaikan dan kesabaran. Sekarang, masih mau mengeluh?

Selasa, 21 Oktober 2014

Tentang Pacaran..

Palu, 21 Oktober 2014
Kultwit dari Akun Twitter @Khaidir_
 
suatu ketika, saya diwawancarai oleh salah seorang pejuang dakwah kampus era 98..

seperti wawancara pada umumnya, membahas dan mengorek-ngorek soal kepribadian.. sampai beliau menyinggung tentang pacaran..

 "Anda punya pacar?", Tidak punya Pak, jawab saya..

 "apa alasan anda tidak memilih pacaran?" Saya ingin proses yang mengundang keberkahan Allah Pak..

beliau masih tetap ngotot belum meyakini bahwa saya memang tidak memilih untuk pacaran..

dengan retorika khas aktifis 98, terus memberikan sugesti agar saya menerima pemikiran beliau..

kemudian, beliau nanya lagi untuk kedua kalinya, "Mengapa anda tidak pacaran?"

sekali lagi saya menjawab, saya hanya ingin proses yang lebih berkah Pak, proses yang tidak melanggar Syariat Islam.. :)

karena tetap teguh dengan keyakinan saya, akhirnya beliau sedikit mengendurkan pola pertanyaan namun tetap agresif menyerang..

tak lama kemudian, beliau mencoba melemahkan argumen saya dengan menyampaikan sisi positif tentang pacaran..

sisi positif pacaran adalah kita menjadi pribadi yang lebih idealis, lebih rapi, lebih disiplin, tapi disisi lain ada Syariat yang membatasi

meskipun punya beberapa sisi positif, tetapi tetap saja melanggar Syariat Islam,

diakhir argumennya, beliau kemudian membenarkan saya yang tetap teguh dengan pendapat tentang tidak bolehnya pacaran..

sebuah diskusi yang menarik, tidak lain adalah ingin menguji saya sebagai orang yang sedang diwawancara..

tapi, tetap saja cara pandang dan cara berpikir saya dengan kacamata Islam.. bagaimana tidak, setiap hari mengucapkan syahadat..

Syahadat yang berisikan deklarasi Ketauhidan..

Deklarasi bahwa Tiada Tuhan yang patut Disembah melainkan Allah dan Muhammad adalah Utusan Allah..

sudah berdeklarasi dan berikrar seperti itu, lantas masih menggunakan aturan selain aturan Allah?

mengakui bahwa Muhammad adalah Utusan Allah, lantas masih Pacaran yang jelas tak pernah dicontohkan oleh Baginda Nabi?

aah, sepertinya kita masih harus banyak belajar..

Bukankah Pernikahan lebih baik daripada Pacaran.. selain Bernilai Ibadah, banyak keberkahan terkandung didalamnya..

bukankah Syariat telah mengatur tentang Pernikahan? beda dengan pacaran yang sama sekali tak ada acuannya?

masih rela mengaku sebagai seorang Muslim, lantas dalam keseharian masih mengambil aturan selain Islam?

sungguh malang orang-orang yang telah diberikan kepahaman tetapi kemudian tak mampu mempraktekannya..

bukankah manusia adalah makhluk yang mulia, kaum yang berakal?

Menikah adalah Solusi terbaik.. melalui proses yang Berkah, Cara yang Berkah, dan untuk menggapai Ridha Allah.. Indah Bukan? :)

END.

Selasa, 14 Oktober 2014

Titik Balik Menuju Kemenangan Dakwah Kampus

dakwatuna.com – Tadulako Madani bukan hanya mimpi, Tadulako Madani bukan hanya mimpi, Tadulako Madani bukan hanya mimpi. Kalau dulu jargon tersebut sering terdengar sayup-sayup dengan nada ucapan yang pesimis sekarang sedikit berbeda. Sekarang jargon tersebut sering terlihat di akun-akun sosial media para aktifis dakwah kampus. Dengan nada ucapan yang optimisme berseru tentang jargon yang menggambarkan visi mulia dakwah kampus yang visioner. Dengan nada ucapan yang optimis berseru tentang jargon ini seakan-akan mimpi tersebut dalam waktu yang tak lama lagi akan segera diwujudkan. Dengan semangat ciri khas pemuda, menyerukan jargon ini melalui tulisan, status di facebook, kicauan di twitter, harapan tentang terwujudnya peradaban kampus yang madani.

Penulis ingin sedikit bercerita tentang mengapa harus menjadikan lima kata yang tampaknya sederhana ini bertransformasi menjadi sebuah jargon yang visioner. Kurang lebih sekitar empat tahun yang lalu, di tahun 2010, pada momen Forum Silaturrahim Lembaga Dakwah Kampus Nasional Ke-15 (FSLDKN XV) bertempat di Universitas Pattimura Ambon. Ratusan Aktifis Dakwah Kampus (ADK) berkumpul pada momen dua tahunan ini. Kami serombongan ADK dari UniversitasTadulako Sulawesi Tengah bertolak dari Bandara Sultan Hasanuddin Makassar menuju Kota Ambon. Dengan gagah memakai almamater berwarna biru, dan dengan perasaan kagum bercampur senang kami pun mendarat di Kota Ambon dengan selamat. Sebelum mendarat, sempat terjadi perbincangan akrab antara kami dengan seorang pramugara yang sangat supel. Pramugara tersebut memulai perbincangan tentang status kami sebagai mahasiswa dan seputar dunia pekerjaan.

Mendarat dengan selamat di Kota Ambon, kami disambut oleh beberapa ikhwah yang merupakan panitia FSLDKN XV. Jabat tangan yang erat dan pelukan hangat dari para panitia membuat kami sedikit tersentuh dengan penyambutan mereka di Bandara. Betapa indahnya mempunyai saudara di Kota Ambon, saudara yang terikat atas aqidah, kami saudara senasab dengan Islam sebagai ayah dan Iman sebagai ibu, dipersaudarakan dalam rahim Iman. Sahabat seperjuangan kami di Indonesia Timur yang juga berstatus sebagai pejuang dakwah kampus. Betapa bahagia saat itu para pejuang dakwah kampus hampir dari seluruh Indonesia berkumpul untuk bersilaturrahim, menyelaraskan gerak, menyatukan visi mulia tentang perbaikan bangsa dan negeri ini, perbaikan umat, dimulai dari Kampus. Mengapa harus kampus? Karena dari kampus lah lahir kader-kader potensial yang kelak akan memimpin perubahan di negeri ini, karena dari kampus lah terbina kaum intelektual yang kelak akan mengambil peran-peran penting dan posisi strategis di negeri tercinta ini. Dengan sarana dakwah kampus ini para aktifis ini ingin agar Indonesia kelak akan menjadi negara yang maju, diawali dengan perbaikan perilaku dan pendidikan karakter. Hal ini tercermin dalam tagline sederhana yang tercantum dalam stiker FSLDKN XV, “Indonesia Madani Bukan Hanya Mimpi.” Berangkat dari tagline sederhana inilah muncul ide untuk memulainya dari apa yang bisa dijangkau oleh para mahasiswa Universitas Tadulako Sulawesi Tengah ini. Yang bisa dan prioritas untuk dijangkau adalah Universitas Tadulako, “Tadulako Madani Bukan Hanya Mimpi” menjadi rangkaian kata yang menjadi pilihan kami untuk dibawa pulang ke Sulawesi nanti.

Lanjut kisah, Posisi Universitas Pattimura Ambon lumayan jauh dari bandar udaranya, oleh panitia FSLDKN XV telah disediakan bus untuk mengantar kami menuju Universitas Pattimura. Kami sempat keheranan ketika memasuki Kota Ambon banyak bendera-bendera yang berkibar di rumah-rumah dan di jalan-jalan. Yang membuat kami keheranan adalah bendera-bendera yang berkibar bukan hanya bendera merah putih, bendera-bendera bangsa lain pun turut berkibar. Sejenak penulis mencoba berpikir, ternyata benar saat itu sedang musim piala dunia, euforia piala dunialah yang membuat suasananya semakin semarak dengan bendera-bendera tim jagoan masing-masing. Masing-masing mengibarkan bendera negara yang dijagokannya untuk memenangkan piala dunia, perhelatan turnamen sepakbola sedunia empat tahun sekali. Terkadang dalam pikiran penulis terbersit sebuah renungan, mengapa orang-orang lebih senang mengorbankan waktu tidurnya untuk menonton tim kesayangannya daripada shalat malam, mengingat Allah, dan melakukan kegiatan lain yang lebih bermanfaat.

Alhamdulillah serentak kami berucap, akhirnya tiba juga di Universitas Negeri kebanggaan Kota Ambon, Universitas kebanggaan Indonesia Timur, Universitas Pattimura. Nama salah seorang pejuang kemerdekaan dari Indonesia Timur yang mengharumkan nama bangsanya dengan kesungguhan perjuangan dan upaya untuk bebas dari cengkraman penjajah. Tepat kami tiba di depan sebuah bangunan sederhana yang masih sebaris dengan Fakultas Ekonomi Universitas Pattimura, Mushalla Kampus Al-Ikhwan. Di lantai atas kami meletakkan barang-barang kami sembari panitia mendata peserta yang akan melakukan registrasi. Panitia juga terlihat sibuk kontak-kontakkan dalam rangka mempersiapkan tempat menginap buat para peserta FSLDKN XV atau sebutan lazimnya FSNas.
Inilah acara berskala nasional yang pertama kali penulis ikuti. Banyak hikmah dan pelajaran yang dapat diambil dari setiap detail kisah ini, hanya saja untuk tulisan kali ini penulis belum ingin menceritakan semuanya. Namun ada satu hal penting yang semoga menginspirasi, ternyata acara ini merupakan momentum titik balik bagi penulis pribadi. Untuk pertama kalinya menghadiri forum silaturrahim para pejuang dakwah kampus seluruh Indonesia, dan acara FSNas ini menjadi titik balik bagi penulis pribadi yang di masa lalu adalah orang yang tak pernah mempedulikan persoalan agama, pergerakan dakwah, dan problematika ummat. Dari acara inilah hati nurani tergerak di titik balik, untuk berkontribusi bagi dakwah, memecah kebodohan umat yang masih senang mengambil pedoman hidup yang lain selain Islam.

Berbicara mengenai titik balik, sebuah kisah monumental tentang titik balik tertulis indah dalam lembaran sirah Rasulullah SAW. Sebuah kejadian penting yang menjadi titik balik bagi kaum muslimin pada masa itu, untuk meningkatkan jumlah mereka, beribadah kepada Allah dengan bebas dan merdeka, berlepas diri dari segala intimidasi para petinggi Kaum Kafir Quraisy. Baiatul Aqabah yang pertama menjadi titik balik kegemilangan dan kemenangan kaum muslimin di masa-masa mendatang. Pada Baiatul Aqabah yang pertama, Sekelompok orang-orang dari Yastrib berbaiat kepada Rasulullah SAW untuk tidak menyekutukan Allah, tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh, anak-anaknya, tidak akan berbuat dusta yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki mereka (mengadakan pengakuan-pengakuan palsu mengenai hubungan pria dan wanita) dan tidak akan mendurhakai Rasulullah SAW dalam urusan yang baik.

Setelah rombongan ini usai berbaiat, mereka kembali ke Yastrib. Rasulullah SAW menyertakan duta dakwah bersama mereka, yakni Mush’ab bin Umair untuk mengajak beriman kepada orang yang belum beriman, mengajar kepada orang-orang yang sudah beriman, mendalami agama, dan membacakan Al-Quran. Di Madinah, Mush’ab bin Umair menjadi tamu As’ad bin Zararah yang membantunya berdakwah. Upaya dakwah Mush’ab membuahkan hasil, di antaranya adalah masuk islamnya Sa’d bin Mu’adz dan Usaid bin Hudhair yang merupakan dua tokoh penting di Yastrib. Meskipun pada awalnya Sa’d bin Mu’adz dan Usaid bin Hudhair membentak dan mencela Mush’ab dengan kata-kata yang kurang mengenakkan. Dan pada akhirnya atas hidayah Allah, keteladanan dan kesabaran Mush’ab, lemah lembut lagi berkasih sayang dalam berdakwah, mampu menggugah Sa’d bin Mu’adz dan Usaid bin Hudhair untuk memeluk Islam. Dengan keislaman kedua orang ini, seluruh penduduk Bani Abdul Asyhal pun masuk Islam. Sehingga tidak ada satupun rumah orang Anshar kecuali di sana telah ada lelaki dan wanita yang telah masuk Islam. Setahun kemudian terjadilah peristiwa Baiatul Aqabah kedua yang semakin memperkuat posisi kaum Muslimin menuju kemenangan dakwah.
Titik balik yang terjadi pada seseorang pada umumnya merupakan momentum bersejarah bagi dirinya sendiri. Di mana ia akan bersedia untuk berubah, bertransformasi untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Maka ketika engkau dikala futur, ingat-ingatlah kembali momentum titik balik di dalam kehidupanmu, agar engkau semakin cenderung pada kebaikan dan termotivasi agar menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Bagi yang belum berkesempatan mengecap momentum titik balik di dalam hidupnya, banyak-banyaklah ber-istighfar dan meminta kepada Allah agar suatu saat akan memasuki titik balik di dalam hidupnya, berdoalah kepada Allah agar momentum bersejarah dalam hidup itu dipercepat kedatangannya, karena penyesalan selalu terjadi belakangan.

Tentang dakwah kampus, penulis pernah menjadi orang yang paling sering membantah senior-senior, padahal itu adalah kesalahan yang fatal dan hanya menimbulkan banyak kerugian serta memperlambat gerak. Dalam beberapa momen penulis pernah sering terpukau dengan retorika dan kepandaian seseorang dalam berbicara, padahal yang paling penting adalah track record orang tersebut, apakah sudah menjadi teladan sebelum berucap. Karena Dakwah bil hal lebih utama dari Dakwah bil lisan. Ketika meretas kembali jejak dakwah kampus, penulis pernah menjadi orang yang bergerak atas intuisi dan inisiatif sendiri, padahal Intervensi dan arahan senior-senior dalam hal kaderisasi masih sangat dibutuhkan, Karena Dakwah Kampus adalah tentang pewarisan Visi dan Misi.

Terkhusus bagi para pejuang dakwah kampus, berusahalah untuk senantiasa istiqamah di jalan dakwah ini, agar semakin menginspirasi dan memotivasimu, ingat-ingatlah kembali momentum titik balik di dalam hidupmu yang memberi pesan bahwa betapa Allah SWT masih amat sangat menyayangi dirimu. Mungkin dulu engkau adalah sang inisiator dosa dan maksiat, sampai engkau tersentuh oleh dakwah kampus Allah SWT berkehendak mengubah hidupmu agar lebih bermanfaat. Lihatlah di sekitarmu, mungkin saja begitu banyak orang-orang yang memilih untuk tak bergabung, begitu banyak orang-orang yang berguguran di jalan dakwah, ambil pelajaran dari fenomena itu. Luruskan niat dan capai kemenangan dakwah kampus secara berjamaah. Titik balikku adalah dakwah kampus, menuju kemenangan dakwah kampus, menuju kampus madani.


Sumber: http://www.dakwatuna.com/2014/10/14/58330/titik-balik-menuju-kemenangan-dakwah-kampus/#ixzz3GBhqptqj 
Follow us: @dakwatuna on Twitter | dakwatunacom on Facebook

Hei Kalian.. Tertawalah!!

Palu, 13 Oktober 2014
Kultwit dari Akun Twitter @Khaidir_ 

Teruslah tertawa dengan terbahak-bahak!! Teruslah tertawa dengan cekikikan!! Semoga Allah mengampunimu!!

Sekarang, apa bedanya komunitas kalian dengan komunitas sebelah yang hobinya suka menggibah?! Tak ada bedanya bukan?!

Sekarang pun, kalian ingin mengaku bahwa kalian beda dan kalian lebih paham?! Tapi pada tataran prakteknya tak ada bukti!

Untuk sementara saya memilih berdiam diri dan bersabar dulu, manisnya buah kesabaran masih amat sangat saya yakini..

Teruslah menertawakan dibelakang punggung!! Teruslah menertawakan tanpa berpikir tentang akibat buruknya!! Ada yang salah sepertinya..

Awalnya saya mengira kepatuhan tersebut benar-benar tulus dan murni, perlahan saya mulai mengetahui tentang keburukan! Seperti kutukan!!

Apa pola pikir kalian benar-benar telah rusak?! Tak mampu membendungnya sehingga sebagian besarnya tumpah ruah?! Tak berpikir mengenai hati?

Tertawalah kalau itu bisa memuaskan kalian!! Terus saja tertawa disertai kebanggaan! Bahwa kalianlah yang terbaik dalam segala hal!

Mungkin merasa lebih baik daripada yang ditertawakan?! Atau mungkin ingin membangkang?! Kenapa tak sekalian saja terang-terangan?!

Puaskan diri kalian dengan terus tertawa seperti mengejek! Barangkali itu kalian anggap lebih produktif?! Sampai saat ini..

Inikah keadaan kalian sebenarnya?! Sungguh kecelakaan yang sangat besar!! Sekalian saja menolak semua instruksi dan permintaan!

Kalau dengan menolak itu bisa membungkam tawa hina kalian, lakukan saja! Lakukan sekarang juga!! Siapa yang mungkin akan peduli?!

Setiap Manusia memimpin atas dirinya sendiri, yang dianggap mampu akan memimpin manusia-manusia yang lain..

Nampaknya tawa kalian semakin lebar saja!! Tak memikirkan dampak buruknya! Saya memutuskan untuk belum mengambil langkah!!

Sampai mendapat pembenaran atas apa yang akan dilakukan, langkah ini akan saya ambil!! Lebih baik memang harus diberi shock theraphy!

Teruslah memandang rendah orang-orang dengan tawa hina dina kalian!! Tampaknya ini akan menjadi benturan besar!!

Dentuman besar tak akan bisa dihindari lagi! Teruslah tertawa sambil berhenti bekerja dan bergerak, karena tawa hina kalian itu baik!

Tawa hina kalian itu suatu saat akan terhenti! Entah saya yang menghentikan, atau Allah yang akan menghentikannya!!

Tak elok rasanya ingin berucap, "Semoga Allah menghancurkan kalian!!". Ada apa dengan kalian ini hah?!!

Terus saja lakukan itu!! Sampai Allah mengadili kalian dengan seadil-adil dan sebaik-baiknya pengadilan!!

END.

Jumat, 10 Oktober 2014

Bukalah Gembok Hatimu!

Palu, Disepertiga Malam, 15 September 2014
Oleh : Mohamad Khaidir, S.E.


Ilustrasi. (inet)

dakwatuna.com - Nikmat yang begitu besar karunia dari Allah SWT, memberikan nikmat waktu. Waktu yang mempunyai perhitungan dan bilangan, waktu yang terus berjalan mengiringi kita semua, waktu yang oleh manusia banyak disia-siakan dengan hal-hal tak bermanfaat, waktu yang oleh manusia digunakan untuk bermaksiat dan berbuat dosa, menyalahi tujuan hidup sebenarnya, tidak mempedulikan eksistensi sebenarnya tentang penciptaan manusia yang seharusnya tunduk, patuh, serta beribadah kepada Allah SWT. Begitulah manusia dengan dua kecenderungannya, alangkah beruntungnya hati mereka yang cenderung kepada ketakwaan dan ketaatan dan alangkah celakanya hati mereka yang cenderung kepada kemaksiatan dan kesia-siaan. Maka nikmat Tuhan kamu manakah yang kamu dustakan?

Bulan adalah nikmat Allah yang luar biasa yang senantiasa mengitari bumi. Bumi yang dihuni oleh makhluk ciptaan Allah yang di antaranya adalah manusia. Bumi juga merupakan makhluk Allah di antara sekian banyak planet di galaksi bima sakti. Bumi adalah salah satu planet yang menghuni galaksi bima sakti, yang ukurannya tak sebesar Neptunus dan Uranus. Bumi yang ukurannya begitu kecil bila dibandingkan dengan Saturnus dan Jupiter. Alangkah indahnya Jupiter dengan ukurannya yang besar dan memiliki cincin. Tetapi Bumi tempat tinggal manusia tak pantas untuk berbangga diri karena ukurannya sangat kecil bila dibandingkan dengan Jupiter. Jupiter dengan cincinnya yang begitu indah juga tak pantas berbangga diri karena ukurannya tidaklah seberapa bila dibandingkan dengan Matahari, pusat galaksi bima sakti. Matahari sebagai pusat galaksi bima sakti pun tak pantas berbangga karena statusnya sebagai pusat galaksi bima sakti, ternyata bintang Prosion dan Sirius besarnya dua kali lipat ukuran Matahari. Matahari tak patut berbangga diri karena ternyata ada bintang yang besarnya dua belas (12) kali lipat ukuran matahari, yaitu Capella. Matahari tak patut berbangga diri karena bintang Arcturus besarnya dua puluh empat (24) kali lipat ukuran Matahari. Matahari tak patut berbangga diri karena ukuran bintang Aldebaran empat puluh lima (45) kali lipat ukuran Matahari dan bintang Betelgeuse yang ukurannya dua ratus tiga puluh (230) kali lipat ukuran Matahari. Sejauh apa Matahari bisa menyombongkan diri sementara ada bintang Antares yang ukurannya lima ratus lima puluh (550) kali lipat ukuran Matahari. Sampai saat ini Antares adalah bintang ke-15 yang paling terang di angkasa. Jaraknya lebih dari 1000 tahun cahaya dari bumi, yang dalam skala Antares, Matahari sebagai pusat galaksi bima sakti hanya sebesar debu. Antares hanyalah salah satu bintang yang ada dari sekian banyak bintang yang sampai saat ini belum diketahui jumlahnya saking banyaknya.

Lantas mengapa manusia masih ingin berbangga diri dengan apa yang dimilikinya sekarang di muka bumi ini? Lantas mengapa masih ada manusia yang menyombongkan diri dengan harta, keindahan fisiknya, kecerdasannya? Padahal Matahari sebagai pusat galaksi bima sakti hanyalah sebesar debu bila dibandingkan dengan bintang Antares, bintang ke-15 yang paling terang di angkasa. Masihkah manusia ingin berbangga diri dan menyombongkan dirinya hanya dengan nikmat-nikmat pemberian Allah SWT? Lantas setelah itu dengan congkaknya melupakan Allah SWT Sang Pemberi Nikmat. Padahal kata Ustadz Muhammad Ali Lamu, Lc ., nikmat dari Allah SWT tak akan bisa dihitung kuantitasnya dan tak akan sanggup diukur kualitasnya. Kuantitas dan Kualitas nikmat yang tak akan sanggup dihitung dan diukur oleh sekelompok manusia sekalipun manusia yang dikumpulkan adalah manusia-manusia cerdas di bidang matematika dan fisika. Maka nikmat Tuhan kamu manakah yang kamu dustakan?

Sesungguhnya inilah kecelakaan besar bagi manusia yang hatinya lalai dari Allah SWT. Inilah musibah besar saat lebih mengutamakan segala nikmat duniawi dari pada mempersiapkan bekal menuju akhirat kelak. Barangkali ini adalah persoalan hati, hati yang mungkin sedang digembok oleh hal-hal yang bersifat keduniaan sehingga lalai dari Allah SWT. Hal ini pun bisa terjadi pada orang-orang yang sering membaca Al-Quran namun sulit untuk memahami dan meresapi isi dan hikmah yang terkandung dalam Al-Quran.
Gembok hati, bisa jadi ia berupa kemaksiatan yang dilakukan oleh manusia. Kemaksiatan yang sebenarnya telah diketahui manusia sebagai sebuah kemaksiatan, namun karena kemaksiatan tersebut telah menggembok hati dan telah menjadi pola pikirnya, kemaksiatan tersebut terus dilakukan. Apakah aliran darah tak mampu membendung kemaksiatan tersebut? Bagaimana bisa, sedangkan darah yang mengalir adalah hasil dari mengkonsumsi makanan-makanan yang haram. Atau bisa jadi makanan tersebut halal, namun berasal dari transaksi yang bersifat riba. Jangan heran bila tubuh ini terus melakukan kemaksiatan.

Barangkali gembok hati ini terbentuk dari aktivitas keduniaan yang melalaikan manusia dari mengingat Allah SWT. Bisa jadi aktivitas tersebut adalah kegiatan-kegiatan di kantor, di sekolah, di tempat-tempat umum, di pusat-pusat perbelanjaan, dan di berbagai tempat lainnya. Marilah kita semua (termasuk penulis) sejenak mentadabburi Al-Quran Surah Al-Mujadalah yang bercerita tentang ucapan perempuan yang mengajukan gugatan kepada Nabi Muhammad SAW tentang suaminya. Urusan suami istri adalah urusan yang terjadi di dalam kamar. Betapa komprehensifnya Islam mengatur urusan sederhana yang terjadi di dalam kamar. Urusan sederhana yang termasuk urusan kecil, urusan kecilpun ada panduannya di dalam agama Islam. Kata Ustadz Muhammad Ali Lamu, Lc., urusan kecilpun juga akan berpengaruh terhadap urusan-urusan besar. Makanya kemudian Islam mengatur dari urusan kamar sampai urusan parlemen.

Bisa jadi gembok hati itu mewujud dalam kesulitan, kesulitan untuk menangis mengingat azab Allah, Kesulitan untuk menitikkan air mata ketika shalat, Kesulitan untuk menjadi sedih mendengar pedihnya siksaan neraka. Kepada diri penulis pribadi dan para pembaca Dakwatuna yang dirahmati Allah SWT., marilah kita berusaha sekuat tenaga untuk membuka gembok yang selama ini mengunci hati kita. Percayalah dengan sepenuh kepercayaan bahwa yang membolak-balikkan hati adalah Allah SWT. Namun kita perlu berusaha agar hati ini terkondisikan untuk banyak-banyak mengingat Allah SWT. Barangkali dalam shalat kita masih sukar untuk mengkondisikan hati agar menjadi khusyuk, marilah bersama-sama kita pacu keinginan kita agar dapat membuka segala gembok yang telah mengunci hati. Gembok hati ini mungkin begitu sukar dilepas karena rasa cinta terhadap dunia yang berlebihan, tetapi optimislah dapat membuka gembok hati ini. Agar hati ini tak lagi terpaut pada nilai-nilai hampa nikmat di dunia, agar hati ini menjadi panutan pikiran dan raga. Untuk hati yang sedang tergembok, bukalah gembok itu sekuat tenaga, agar gembok hati tak lagi mengekang hati yang ingin mencinta Allah SWT. Betapa cemburunya Allah SWT mendapati hati yang tak dekat dengan-Nya. Betapa cemburunya Allah SWT menyaksikkan hati yang tak mencinta sarana-sarana untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Betapa cemburunya Allah SWT mengetahui hati tak lagi berpaut untuk cinta kepada-Nya karena gembok hati. Bukalah gembok hatimu!

Kamis, 02 Oktober 2014

Memaknai Nilai Ketauhidan Dari Hal Yang Sederhana

Kultwit dari Akun Twitter @Khaidir_
Palu, 1 Oktober 2014


Menyibak Jenggala Kesemuan, rasa-rasanya saya harus membaca lagi tulisan ini, agar terbarukan semangat yang pernah hilang..

Semangat untuk meninggalkan nilai-nilai kesemuan, yang saya pun sering terlena didalamnya..

Kesemuan yang berujung pada kesia-siaan, banyak orang yang menyadari ini, tetapi terus mengejarnya, termasuk saya pribadi..

Sering saya terlena dalam kesemuan ini, kesemuan yang muncul dalam lintasan pikiran..

Rasa-rasanya ingin segera bebas, tapi sulit.. Karena Manusia di ciptakan dengan 2 kecenderungan,

2 kecenderungan itu adalah "fujuurahaa wa taqwaahaa.."

Sampai obrolan dengan salah seorang Senior yang paling saya segani ucapan dan perbuatannya, mampu menggugah saya..

Obrolan ringan sambil mengendarai motor, setelah menemani adik-adik MTSN Model di Ngatabaru..

Obrolan yang sangat ringan dan sederhana, tapi banyak hikmah didalamnya..

Obrolan yang tak muluk-muluk, tak banyak istilah-istilah ilmiah yang membuat kita harus membuat kamus bahasa Indonesia..

Terinspirasi oleh Kajian di Masjid Istiqlal Jakarta, yang diisi oleh K.H.Abdullah Gymnastiar, atau sering disapa AA Gym.. :)

Betapa sering kita ini menghilangkan dan melupakan Nilai-nilai Ketauhidan dalam hidup kita.. Bahkan untuk hal-hal yang sangat sederhana..

Padahal Allah SWT memiliki peran yang sangat Intens dalam setiap perjalanan Kehidupan HambaNya..

Sering kita tak menyadari dan memahami bagaimana proses mata kita melihat..

Proses yang terlihat sederhana padahal begitu rumit dan Allah yang memastikan keberlangsungan proses itu..

Bagaimana mata kita melihat adalah sebuah proses yang cukup panjang, dari masuknya pencahayaan ke retina..

..Sampai berbagai macam organ dalam mata merespon cahaya tersebut dan menghantarkan respon tersebut ke saraf mata hingga ke otak..

Dan proses tersebut hanya terjadi dalam sepersekian detik sehingga mata kita bisa menangkap objek didepannya..

Proses yang berlangsung amat sangat cepat dan tak ada kesalahan sedikitpun dari organ-organ dalam berkoordinasi..

Tahukah kita Siapa yang senantiasa menjaga proses tersebut tanpa cacat dan kurang sesuatu apapun?

Allah SWT yang menjaga proses melihat berlangsung tanpa kurang suatu apapun..

Begitupun proses mendengar, bergerak, merasa, dan proses lainnya yang terjadi dalam tubuh kita.. Allah-lah yang menjaga keberlangsungannya..

Sayangnya kebanyakan manusia tak menyadari peran Allah dalam kehidupannya.. "Qaliilammaa tasykuruun.."

Nilai-nilai Ketauhidan seakan-akan hilang dalam keseharian manusia..

Dalam proses yang lebih rumit pun Allah masih berkenan menjaga keberlangsungannya, meskipun banyak manusia yang lupa..

Banyak manusia yang tak bersyukur.. Seperti proses datangnya Rezeki dan proses pencarian Jodoh..

Proses manusia mendapatkan rezeki sering dianggap remeh dan melupakan nilai-nilai ketauhidan, melupakan peran Allah..

Padahal rezeki itu Allah yang mengatur, tak ada kekuatan apapun yang sanggup mengatur ini melainkan kehendak Allah SWT.

Betapa banyaknya manusia yang bekerja banting tulang luar biasa, namun Allah-lah yang menentukan hasilnya..

Berapa banyak manusia yang masih menjadi pengangguran, tetapi Allah tetap memberikan rezeki kepadanya..

Berapa banyak manusia berusaha mati-matian menjemput rezeki, namun Allah-lah yang mengatur jumlah rezekinya..

Begitupun dlm proses pencarian jodoh, begitu banyak manusia yang takut tak mendapatkan jodoh lalu berusaha sekuat tenaga untuk mendapakannya

Berusaha sekuat tenaga mencari jodoh dan melupakan peran Allah yang Maha Berkehendak dan Maha Mengatur Segalanya..

Kalau dari proses yang terjadi dalam tubuh kita saja Allah mengatur, maka pantaskah kita tak melekatkan nilai-nilai ketauhidan?

Pantaskah kita tak melekatkan nilai-nilai ketauhidan dalam setiap jengkal tubuh kita?!

Nilai-nilai Tauhid seharusnya melekat dalam setiap jengkal tubuh kita, Mata yang senantiasa bertakwa kepada Allah SWT.

..Yaitu mata yang senantiasa menahan pandangan terhadap hal-hal yang dilarang oleh Syari'at..

Telinga yang bertakwa kepada Allah SWT. Yaitu telinga yang hanya mendengar hal-hal yang baik..

Dalam proses menjemput rezeki dan pencarian jodohpun kita harus senantiasa menyadari peran Allah, melekatkan nilai ketauhidan..

Agar rezeki semakin berkah, karena dibarengi dengan nilai-nilai Ketauhidan..

Agar mendapatkan Jodoh yang diRidhai Allah SWT karena melalui proses dan sarana yang diberkahi Allah SWT. :)

END.

Karena Dakwah Ini Tentang Karakter

Palu, 13 September 2014
Oleh : Mohamad Khaidir, S.E.

Ilustrasi. (inet)
Ilustrasi. (inet)

dakwatuna.com - Padi adalah tumbuhan dengan nama latin Oryza Sativa, tumbuhan yang memiliki begitu banyak manfaat bagi manusia. Bahkan di Indonesia dijadikan sebagai bahan pokok makanan yang tak dapat dipisahkan dengan jenis makanan apapun. Padi dengan filosofinya semakin berisi semakin merunduk, memberi banyak pelajaran pada kita semua. Sawah yang begitu banyak menghamparkan tanaman padi ini terlihat hijau dari kejauhan. Tanaman padi yang begitu banyak terhampar di sawah ini dengan filosofinya semakin berisi semakin merunduk, menyajikan pemandangan yang menarik tentang tanaman padi akan tetap hidup bila terus bersama tanaman padi lainnya. Tanaman padi ini akan tetap dengan filosofinya semakin berisi semakin merunduk. Hampir tidak ada kita menemukan tanaman padi yang tumbuh sendiri, subur seorang diri. Begitulah lingkungan sawah yang terus akan menjaga kesuburan tanaman padi, meskipun kita juga akan menemukan tanaman padi yang gagal panen. Begitulah lingkungan mempengaruhi tumbuh kembang padi.

Pemandangan yang cukup aneh disaksikan oleh penulis beberapa hari sebelum membuat tulisan ini di kecamatan Palu Barat, Kota Palu. Tepatnya di sebuah pos ronda dekat sekolah luar biasa. Anak-anak yang kira-kira seumuran anak-anak sekolah dasar pada umumnya sedang bercengkrama di pos ronda tersebut sambil sesekali tertawa. Yang unik, di wajah mereka berjejer jepitan pakaian yang biasanya dipakai untuk menjemur pakaian. Ternyata mereka tengah asyik main kartu di pos ronda disaksikan beberapa teman-teman seumurannya. Entah sudah sampai tahap perjudian atau belum, penulis sendiri tidak terlalu memperhatikan. Pemandangan yang tidak biasa tersebut penulis saksikan di sore hari menjelang maghrib. Sebelumnya pemandangan seperti ini penulis pernah saksikan di tengah malam dengan pelaku yang berbeda. Beberapa orang tua dan sekumpulan anak muda dengan jepitan pakaian memenuhi wajahnya, sambil main kartu, sambil bercanda dan tertawa-tertawa kecil. Berarti, hanya terjadi semacam pewarisan kebiasaan saja mungkin, kalau di sore hari anak-anak kecil seumuran sekolah dasar, sedangkan di malam hari sekelompok anak muda dan orang tua. Sungguh pemandangan yang membuat risau nurani penulis. Apakah tak ada hal produktif lain yang bisa dikerjakan selain menghabiskan waktu untuk bermain kartu? Apakah ini juga merupakan pengaruh lingkungan yang membuat hal-hal kontra-produktif semakin dominan di masyarakat? Apakah dengan dijaga dan dirawatnya lingkungan di sekitar persawahan sehingga membuat tanaman padi sebagian besarnya bisa tumbuh subur dan bermanfaat? Ya, bisa jadi.

Ustadz H.M.Anis Matta, Lc dalam bukunya Momentum Kebangkitan menjelaskan tentang empat macam pranata sosial yang bisa mempengaruhi karakter seseorang. Bahkan belakangan ini, memasuki era Gelombang Ketiga Indonesia berkembang menjadi lima pranata sosial yang sangat mempengaruhi tumbuh kembang karakter seseorang.

Pranata sosial yang pertama adalah rumah. Betapa indah dan syahdunya tempat pembentukan karakter yang pertama ini apabila dikelola dengan baik oleh orang tua dan terkondisikan dengan hal-hal yang baik. Maka seorang manusia dalam tumbuh kembang karakternya merasakan rangsangan awal dari rumah tempat tinggalnya. Dan faktor dominan dalam pranata sosial pertama ini adalah orang tua. Kapan kedua orang tua memulai dengan pendidikan karakter yang baik, pembiasaan terhadap hal-hal yang baik, perkataan yang baik-baik, maka hampir dapat dipastikan manusia akan menjadi baik. Meskipun terkadang memang harus dibiasakan dengan fluktuasi kondisi agar memahami gelombang kehidupan sesungguhnya. Penulis sendiri merasa bersyukur atas setiap nikmat, karena penulis sendiri dibesarkan dilingkungan rumah yang lumayan kondusif. Penulis sendiri dididik dengan gaya mendidik semi-militer, meskipun begitu syukur tak terhingga kepada Allah SWT karena memperkenankan penulis mendapat hidayah dan tersentuh oleh jamaah dakwah ini sehingga bisa mengambil hikmah dan ibrah sepelik apapun masalah dan selapang apapun kondisinya. “Anak adalah Peniru yang baik”, begitu ucap seorang trainer psikologi anak, Ibu Rahmi Dahnan, S.Psi dalam training of trainer penanggulangan faktor destruktif pemuda bertempat di Cibubur yang pernah diikuti oleh penulis. Maka untuk para calon orang tua ataupun yang sudah menjadi orang tua, jadilah teladan yang terbaik dalam setiap akhlak, perilaku, dan ucapan. Karena nantinya akan ditiru oleh anak. Kapan yang ditiru oleh anak adalah hal-hal yang baik maka bersyukurlah dan pertahankan, namun kapan yang ditiru adalah hal-hal yang buruk dan tak bermanfaat, berarti ada beberapa hal yang harus segera dibenahi demi kelangsungan pembentukan karakter.

Pranata sosial yang kedua adalah sekolah. Dengan sistem pendidikan di negara kita yang senantiasa berkembang, mengalami frekuensi pembenahan dan perubahan yang cukup sering, menjadikan generasi yang juga sering bimbang. Entah tak ada sinergi konsep antara menteri pendidikan sebelumnya dan penggantinya, itu mungkin saja yang terjadi. Lahirlah para generasi bimbang yang masih sering kebingungan di akhir masa studi sekolah menengah atas. Bingung dalam memilih jurusan, bingung dalam memetakan potensi, minat, dan bakat. Bahkan biasanya hanya berdasarkan keinginan serta obsesi orang tua dan hanya sedikit mengetahui potensi, minat, dan bakat anaknya. Generasi dengan fanatik berlebihan terhadap sekolahnya masing-masing, entah dari siapa mereka meniru adegan tawuran antar sekolah yang sesungguhnya sangat kontra-produktif dan merugikan berbagai pihak. Potret buram pendidikan dinegeri ini yang menjadi tugas kita bersama untuk berkontribusi dan menjadi bagian dari solusi.

Pranata sosial yang ketiga adalah masjid atau agama. Masjid di zaman Rasulullah SAW adalah tempat bermusyawarah yang seharusnya menyadarkan kepada kita semua bahwa sesungguhnya masjid bukan sekadar tempat ibadah. Masjid hendaknya tidak hanya dijadikan sebagai tempat ibadah saja. Agama yang menjadi panduan hidup dalam tumbuh kembang karakter seseorang adalah kewajiban orang tua untuk memulai pengajaran yang baik kepada anak-anaknya. Tentunya, tak ada teladan yang lebih baik bagi anak-anak kecuali dilakukan terlebih dahulu. Karena sesungguhnya teladan yang terbaik itu adalah perbuatan.

Pranata sosial yang keempat adalah aturan atau hukum. Selain bersumber dari agama, aturan dan hukum dinegara kita adalah Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Sebagian besar dari kita tentunya masih menghafal dengan baik isi dari Pancasila dan UUD 1945 karena telah dibiasakan di lingkungan sekolah untuk mendengar dan menghafalkannya. Hanya saja, dalam tataran pemahaman dan implementasinya masih mengalami hambatan dan kendala yang luar biasa. Seakan-akan kedua aturan tersebut benar-benar terlalu ideal untuk alam realita bangsa dan negara kita.

Pranata sosial yang kelima adalah media. Dalam tulisan sebelumnya berjudul Dakwah di Era Layar, penulis sempat memaparkan sedikit banyaknya pengaruh tayangan-tayangan di televisi dalam membentuk karakter seseorang. Media turut memberikan pengaruh yang dominan terutama generasi yang hidup di era Gelombang Ketiga Indonesia. Generasi yang hidup di era ini sangat cepat belajar menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi dan informasi. Teknologi dan informasi yang begitu cepat berubah dan berkembang menuntut generasi ini untuk menjadi quick learning. Media dengan segala kompleksitasnya menuntut para pejuang dakwah yang menginginkan perubahan agar juga terlibat aktif didalamnya. Smartphone bukan lagi menjadi sesuatu yang langka di era ini.

Teruntuk engkau para pejuang dakwah, engkau harus menyadari betapa pentingnya untuk mengetahui karakter seseorang sebelum menyampaikan dakwah kepadanya. Betapa pentingnya menjadi teladan sebelum ucapan agar mudah dipahami dan diimplementasikan. Betapa pentingnya menyentuh hati objek dakwah dengan memahami kelima pranata sosial yang sangat berpengaruh terhadap tumbuh kembang karakter seseorang. Dakwah harus menyentuh segala aspek agar kalimat tauhid tegak di muka bumi, menyebar di seluruh penjuru alam semesta. Dakwah juga harus menyentuh kelima pranata sosial pembentuk karakter seseorang, karena dakwah ini juga tentang karakter.

Tadulako Madani Bukan Hanya Mimpi

Palu, 4 September 2014
Oleh : Mohamad Khaidir, S.E.

Ilustrasi - Taman Universitas Tadulako. (berandanews.com)
Ilustrasi – Taman Universitas Tadulako. (berandanews.com)

dakwatuna.com - Rasa-rasanya bila ingin berbicara dan bercerita tentang kampus madani, tinta imajinasi ini tak akan pernah kering, tangan ini sepertinya tak akan pernah lelah untuk menuliskan hikmah, pikiran ini akan menjadi dinamis bergerak mencari ilmu pengetahuan dan pemahaman tentang agama ini, agar lebih paham tentang hakikat dan manhaj dakwah, terkhusus bidang dakwah kampus. Mengapa harus dakwah kampus? Karena di kampus lah tersimpan potensi-potensi para pemuda yang kelak menjadi penggerak bangsa dan negara ini. Kelak, para pemuda yang menisbatkan diri menjadi the agent of change ini akan mengambil peran-peran penting dan posisi strategis bagi bangsa dan ibu pertiwi yang tengah dirundung duka karena pelbagai permasalahan pelik. Ini bukan berbicara tentang jabatan atau kedudukan, tetapi tentang kontribusi yang terbaik untuk tanah air tercinta. Bukannya sok nasionalis atau sok Islamis, tetapi pada dasarnya kedua hal ini, yaitu tentang agama dan negara hendaknya tidak dipisahkan. Seperti kata Prof.Mahfud MD bahwa agama dan negara adalah dua sisi yang tidak dapat di pisahkan karena nantinya akan saling melengkapi. Jangan sampai pemahaman tentang memisahkan urusan agama dan negara mewabah di kalangan pemuda karena ini adalah salah satu propaganda kaum liberalis, yaitu desacralization of politics.

Adalah Universitas Tadulako, sebuah Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang berada di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah. Kampus yang masih tergolong muda, karena dulunya masih berstatus swasta. Didirikan oleh sejumlah tokoh masyarakat di Sulawesi Tengah pada Tanggal 8 Mei 1963. Dalam perkembangan selanjutnya, Universitas Tadulako mendapatkan status terdaftar berdasarkan Surat Keputusan Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan (PTIP) Nomor : 94/B-SWT/P/1964 tertanggal 12 September 1964, dan kemudian resmi menjadi Universitas Tadulako Cabang Universitas Hasanuddin dengan empat fakultas yaitu : Fakultas Ekonomi, Sosial Politik, Hukum, dan Fakultas Peternakan, berdasarkan SK Menteri PTIP Nomor 2 Tahun 1966 tertanggal 1 Januari 1966. Setelah kurang lebih lima belas tahun berjuang membangun sebuah lembaga pendidikan tinggi negeri dengan status cabang Universitas Hasanuddin di Sulawesi Selatan, maka tepat pada tanggal 18 Agustus 1981 Universitas Tadulako resmi menjadi Universitas Negeri yang berdiri sendiri di Provinsi Sulawesi Tengah dengan berdasar pada Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 1981. Kata Tadulako memiliki dua makna yang berbeda. Pertama, Tadulako adalah sifat patriotik, kepahlawanan, gigih, dan pantang menyerah. Kedua, Tadulako adalah salah satu jabatan dalam struktur pemerintahan di beberapa kerajaan di Sulawesi Tengah. Tadulako bisa diartikan sebagai panglima perang. Sedangkan Masyarakat madani adalah masyarakat yang beradab, menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, yang maju dalam penguasaan ilmu pengetahuan, dan teknologi.

Gelora ini terus menggebu-gebu, dengan personil yang seluruhnya adalah pemuda, maka wajar saja seperti ini. Tadulako Madani memang terlihat seperti visi yang lugas, tetapi sesungguhnya sangat kompleks. Yang memperjuangkan visi mulia ini adalah sekelompok pemuda yang berhimpun dalam sebuah entitas dakwah kampus. Pemuda dengan tipikal yang berapi-api, memiliki semangat yang bergelora dan menggebu-gebu untuk melakukan perubahan. Amat sangat idealis dalam tindak tanduknya, mungkin karena masih terbiasa di alam idealis dan belum merasakan alam realitas yang sesungguhnya. Mungkin karena terlalu banyak berteori dan masih kurang pengalaman untuk praktek di lapangan. Maka, gelora yang terus menggebu-gebu ini harus di kontrol dengan Takwa. Takwa berasal dari kata waqa-yaqi-wiqayah yang artinya memelihara. Menurut DR.Hasan el-Qudsy, orang yang bertakwa artinya orang yang mau menjaga dan memelihara dirinya dari api neraka dengan selalu menjalankan perintah Rabb-nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya (QS. At-Tahrim : 6). Oleh sebab itu, takwa sebagaimana disebutkan dalam sebuah definisi, adalah merupakan konsekuensi logis dari keimanan yang kokoh yang di pupuk dengan perasaan selalu di awasi oleh Allah SWT., merasa takut terhadap murka dan azab-Nya, serta selalu mengharapkan limpahan karunia dan ampunan-Nya. Kalau bukan Takwa pengontrolnya maka gelora yang menggebu-gebu tersebut akan tak terkendali.

Azzam ini terus menghujam hingga ke nurani. Azzam adalah tekad yang dengan segenap upaya akan diwujudkan. Bila tekad ini sudah menyentuh nurani, maka yakinlah bahwa setiap langkah untuk membuktikan tekad akan diiringi oleh getar hati nurani. Untuk tekad yang menghujam hingga ke nurani ini, dengan segenap jiwa dan raga harus dipersembahkan bagi dakwah. Dakwah adalah jalan yang tepat untuk merealisasikan visi kampus madani. Maka, kalau bukan dakwah jalannya, maka tekad tersebut akan menjadi anarkis.
Aura ini terus menyeruak menawarkan solusi. Solusi tentang berbagai macam permasalahan kompleks di bangsa dan negara tercinta ini. Sekelompok pemuda ini terus mengeluarkan aura para penuntas mimpi. Bermimpi agar suatu saat kampus madani bisa tercapai setapak demi setapak, secara bertahap. Hargailah setiap proses menuju kampus madani, karena ini adalah visi mulia nan indah para aktifis dakwah kampus. Maka, mereka membutuhkan nilai yang bisa di jadikan acuan, dan sudah pasti islam akan senantiasa menjadi panduannya, dengan bersumber dari Al-Quran dan As-Sunnah. Maka, kalau bukan Islam panduannya, maka ia hanya menjadi motivasi tanpa nilai.

Ekspansi terus-menerus dilakukan. Ketika perluasan cakupan dakwah menuju kampus madani terus dilakukan, maka yang dibutuhkan adalah kekuatan barisan dan eratnya persaudaraan. Barisan yang kokoh serta persaudaraan yang erat ini perlu penguatan internal yang berkelanjutan. Bagaimana bisa menyeru orang-orang untuk mentoring tetapi diri sendiri malas untuk mentoring?! Bagaimana bisa menyeru orang-orang untuk berbuat baik tetapi diri sendiri saja masih memiliki akhlak dan perilaku yang buruk?! Bagaimana bisa mengajak orang-orang untuk berdakwah tetapi diri sendiri belum memahami dakwah karena malas ikut kajian dan daurah yang bersifat rutin?! Maka, kalau saja penguatan internal bukan agenda utamanya, maka ekspansi tersebut hanya akan menjadi pencitraan pribadi atau lembaga yang bersifat hambar.

Hanya kepada Allah kami meminta semangat yang menggelora namun terkontrol, hanya kepada Allah kami mengharap aura penuntas masalah dengan Islam acuan utamanya, hanya kepada Allah kami menerima energi yang besar dan terus-menerus, kami mensyukuri nikmat itu, kami akan terus perbarui dengan Takwa dan konsisten. Luruskan niat! Rapatkan barisan! Pererat ukhuwah! Tuntutlah ilmu! Perjuangkanlah dakwah ini dengan darah dan air mata! Insya Allah, Tadulako Madani bukan hanya mimpi.