This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Rabu, 27 April 2016

Sang Penjelajah Arus II

Pembangunan Kapal Jelajah Pulau Terpencil Nusantara sudah berjalan 70 Persen. (media.bwa)
dakwatuna.com – Kini telah tiba fase kedua, fase di mana sang penjelajah ini akhirnya tahu maksud dan tujuan menjelajahi arus deras nan keras. Arus yang kemudian berubah menjadi gelombang besar lalu meluluh-lantahkan semua yang ada di hadapannya. Kecuali mereka yang mempunyai skill untuk tetap bertahan dan surfing di atas gelombang besar. Mereka yang mampu menjelajahi arus, tak hendak melawan arus, mereka yang mampu merubah tantangan menjadi peluang, penjelajah arus sejati. Penjelajah arus yang tak kenal lelah, terus menerus merekonstruksi niatnya dalam amal dan kerja-kerja dakwah. Penjelajah arus yang pantang menyerah, terus bergerak, tak sudi bersimpuh di hadapan luka. Penjelajah arus yang masih menyadari bahwa dirinya masih tengah berproses, terus memperbaiki dan memantaskan diri, karena ia menyadari untuk meraih cita-cita besar dibutuhkan kapasitas yang besar pula, jiwa dan pikiran yang besar serta dada yang lapang.

Sebuah lembah eksotik nan indah sempat menjadi saksi sebagian besar petualangan dan perjalanan sang penjelajah arus ini. Lembah yang di bagian Utara-nya memiliki tanah yang gersang, ditumbuhi kaktus dan tanaman khas tanah-tanah kering nan tandus, tanaman-tanaman yang tampak luarnya rapuh tetapi akarnya menghujam dalam-dalam ke tanah dengan kokoh mencari sumber air dalam tanah. Meskipun lembah Utara-nya gersang dan tandus, Engkau akan mendengar kisah tentang dua suar cahaya di bumi kaktus, kisah yang bercerita tentang dinamika para aktifis dakwah kampus di kampus bumi kaktus bumi tadulako. Kisah yang mengharu biru, membuat emosi bermain di ujung batasnya, membuat darah muda meluap-luap, memendam amarah dan melepaskannya hingga membuncah, menyimpan narasi romantisme perjuangan dakwah kampus, memberi banyak pelajaran berharga, bahwa bila salah menempatkan atau menautkan cinta, maka kekecewaan yang mendalam yang akan kau hadapi, bahwa bila cinta ditambatkan di salah satu hati, akan berujung pada luka yang mengiris-iris, karena Sang Pemilik Cinta adalah Yang Maha Cinta. Kisah dua suar cahaya di bumi kaktus ini bahkan sang penjelajah arus juga turut menjadi pemeran utamanya.

Lembah tiga dimensi ini juga turut menjadi saksi perjuangan dan perjalanan sang penjelajah arus, tiga dimensi yang dimaksud adalah engkau dapat menikmati udara pegunungan, penatnya dataran, dan riuh sejuknya angin pantai, pada saat yang sama tanpa harus khawatir terjebak macet. Sebuah lembah indah dan spesial karena menjadi tempat penerawangan total solar eclipse pada Bulan Maret 2016. Lembah yang begitu banyak menyimpan kisah masa kecil sang penjelajah arus, bahkan awal tersentuh halaqah tarbiyah juga terjadi di lembah ini. Sungguh negeri indah titipan Tuhan kepada Ras Melayu dan Austronesia, sepenggal surga yang ada di muka bumi ini. Karena indah dan sejuknya alam nusantara ini, ingin sekali sang penjelajah arus melantunkan tembang Rayuan Pulau Kelapa ciptaan Ismail Marzuki:

Tanah airku Indonesia
Negeri elok amat kucinta
Tanah tumpah darahku yang mulia
Yang kupuja sepanjang masa


Tanah airku aman dan makmur
Pulau kelapa yang amat subur
Pulau melati pujaan bangsa
Sejak dulu kala


Sang penjelajah arus merasa masih ada yang kurang dengan kisah perjalanan dan penjelajahannya di lembah tadulako ini, ia merasa masih harus mengembangkan diri, beraktualisasi diri, mencari arti hidup yang sebenarnya, mencari hakikat hidup yang sebenarnya, untuk apa ia dihadirkan di bumi nusantara ini? Untuk apa maksud penjelajahan dan perjalanannya selama ini? Mungkin berada di lembah tadulako terus menerus akan membuat ia terus merasa nyaman dan akhirnya kemauan dan keinginannya untuk menjelajah akan hilang secara perlahan. Sepertinya terlalu lama menetap di lembah yang terukir kisah masa kecilnya akan membuatnya kehilangan kesempatan untuk menjelajahi arus-arus yang lain. Sungguh ia merasa harus meneladani Sang Teladan Terbaik umat manusia, katahijrah terngiang-ngiang di telinga sang penjelajah arus. Adapun Hijrah menurut Eep Saifullah Fattah memiliki enam pilar, yaitu:

Pertama: Hijrah ‘aqadiyah. Yaitu tekad dan komitmen penuh untuk melakukan hijrah dari berbagai “tuhan” dalam hidup kita, termasuk tuhan-tuhan tokoh, harta, kedudukan, persepsi, dll. Menuju kepada Tuhan Yang Maha Tunggal, Allah SWT. Barangkali, wacana ketuhanan Ibrahim as. akan sangat membantu kita dalam hal ini. Ibrahim as. memulai menemukan tuhannya dalam bentuk bintang-bintang. Namun karena timbul bulan yang kelihatannya lebih besar dan bersinar, ia pun memiliki keberanian untuk mengatakan no kepada bintang-bintang tersebut. Beberapa masa kemudian, ternyata bulan seolah mengilang dari pancaran mentari yang bersinar. Maka dengan kebesaran jiwa yang dimilikinya, Ibrahim as. mampu melepaskan diri dari mempertuhankan bulan menuju kepada keyakinan akan ketuhanan matahari. Tapi tatkala matahari tenggelam, ia pun berkesimpulan, inni wajjahtu wajhiya lilladzi fatarassamawati walardh haniifan musliman wa maa ana minal musyrikiin.

Proses pencapaian kemurnian akidah Ibrahim as. ini adalah contoh kongkrit yang sering terjadi dalam kehidupan kita. Betapa kekaguman kita terhadap seorang tokoh misalnya, namun jika pada akhirnya fakta mengharuskan kita untuk mengambil sikap bersebelahan, maka kita harus melakukannya. Sikap sebagian umat selama ini, yang cenderung mengidolasasikan (memberhalakan) pemimpin sesudah masanya diilhami oleh hijrah (perpindahan positif) ke arah yang lebih positif.

Kedua, Hijrah Ta’abbudiyah. Yaitu tekad dan komitmen penuh dari umat ini untuk melakukan perubahan konsepsi terhadap ibadah dalam Islam. Selama ini, umat masih memahami makna ibadah sebagai kegiatan-kegiatan ritual yang terlepas dari masalah-masalah sosial dalam kehidupannya. Konsekwensinya, terjadi personal split (personalitas yang kontradiktif), di satu sisi merasa menjadi hamba yang saleh karena banyak melakukan haji, namun di sisi lain, tanpa menyadari, menjadi hamba yang korup dalam berbagai bentuknya.

Pemahaman terhadap konsepsi ibadah di atas sudah masanya dirubah, direform, sehingga umat ini tidak lagi kehilangan banyak kunci-kunci syurga. Kunci-kunci syurga dalam bentuk amal-amal kemasyarakatan, termasuk dalam pengelolaan negara dan bangsa. Untuk ini (mengutip Eep Saifullah Fatah), khutbah jum’at sudah harus dirubah isinya, yang selama ini melihat pembicaraan mengenai hal-hal politis (tanpa bermaksud politiking), dianggap tabu. Sebab hanya dengan menyadarkan umat akan makna ibadah dalam proses amar ma’ruf, penegakan keadilan dan penanaman motivasi agar umat bangkit melakukan kewajiban dan memperjuangkan hak, umat akan terhindar dari perilaku penguasa yang cenderung memperbudak.

Ketiga, Hijrah Akhlaqiyah. Yaitu perubahan perilaku, baik lahir maupun bathin (Al Akhlaq wassuluk), ke arah yang Islami. Akhlaq yang diajarkan oleh Islam sesungguhnya adalah perilaku manusia yang universal. Satu contoh misalnya, ketika di musim haji Anda akan merasakan betapa attitude manusia yang beragam, termasuk yang sangat kasar (melompat di atas kepala sesama yang lagi duduk berdzikir) misalnya. Padahal, dalam hadits disebutkan bahwa dilarang duduk di antara dua orang tanpa seizinnya (hadits). Lalu bagaimana melompati kepala orang?

Keempat, Hijrah ‘Aqliyah Tsaqaafiyah. Yaitu tekad untuk membenahi sistem pemikiran dan cara pandang kita sebagai Muslim. Salah satu ajaran penting Islam dalam hal ini adalah bahwa manusia telah dimuliakan dengan kemampuan intelektual (‘allama Aadam). Oleh sebab adalah pengingkaran terbesar terhadap ni’mat Allah jika kemampuan ini tersia-siakan, dengan mengekor kepada cara pandang orang lain tanpa reserve. Termasuk cara pandang dalam melihat kehidupan, misalnya Amerika yang dipersepsikan sebagai the most super power and by some others perceived to be the most civilized country, cenderung diikuti dalam berbagai kebijakannya. Tanpa disadari sebagian umat ini terlibat dengan perilaku ini, yang sesungguhnya pada saat yang sama terjatuh dalam sebuah penjajahan baru, yaitu intellectual colonization (penjajahan intellektual).

Kelima, Hijrah Usrawiyah. Yaitu tekad dan komitmen baru untuk melakukan perubahan dalam pola pembangunan keluarga. Keluarga disebutkan secara khusus karena keluarga merupakan institusi terpenting untuk melakukan pembenahan-pembenahan dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Gagalnya institusi keluarga merupakan kegagalan dalam institusi kemasyarakatan yang lebih luas.
Kalau selama ini, sebagian umat terlalu materialistic minded dalam membangun kehidupan keluarganya, mungkin sudah masanya dilakukan pembenahan dengan perubahan ke arah yang lebih seimbang antara material dan spiritual. Jika umat terlalu termotivasi untuk mendidik anak ke jenjang tertinggi, Ph.D dalam ekonomi, politik, dll. Mungkin sudah masanya dibarengi dengan pendidikan tertinggi pula dalam hal kerohaniaan. Intinya, hijrah ke arah kehidupan keluarga yang Islami, yang ditandai oleh kesuksesan dunia akhirat (fiddunya hasanah wa fil aakhirati hasanah).

Keenam, Hijrah Ijtima’iyah. Tekad dan komitmen dari semua anggota umat ini untuk melakukan perubahan-perubahan ke arah yang lebih positif dalam kehidupan jama’ahnya, dalam segala skala kehidupannya, baik politik, ekonomi, legal dan hukum dll. Untuk mencapai perubahan ini, diperlukan strategi-strategi yang sesuai, yang menuntut kemampuan ijtihadiyah dari anggota umat ini. Mungkin akan keliru, jika ada di kalangan umat ini yang mengakui bahwa metode pencapaian jama’ah Islam (istilah apapun namanya, negara atau khilafah Islamiyah) adalah miliknya semata. Berbagai kelompok, yang berada pada jalur ini (upaya pencapaiannya), berada pada persimpangan ijtihadi yang mungkin benar dan mungkin salah. Yang pasti, bahwa memang ada perbedaan kadar kebenaran dan kesalahan yang dimiliki masing-masing kelompok tersebut. Tinggal bagaimana agar kebenaran yang ada pada masing-masing pihak dapat dikoordinasikan sehingga mampu menutupi kekurangan-kekurangan yang ada. Itulah keenam pilar hijrah menurut Eep Saifullah Fatah, lalu sang penjelajah arus pun ingin melanjutkan perjalanannya, dan penjelajahan arus pun berlanjut.

Tiba saatnya menjelajah di tanah selatan Celebes, masih satu daratan dengan lembah tadulako, hanya saja tingkat kemajuan peradabannya lebih tinggi, salah satu bukti tingginya peradaban tanah selatan ini adalah adanya aksara lontara, kualitas peradaban suatu bangsa juga dapat diukur oleh tingkat kemajuan sastra masyarakatnya. Bicara soal peradaban, sang penjelajah arus merasa bahwa selama ini kurikulum pendidikan di Indonesia sukses membuat kagum para anak bangsanya dengan kegemilangan dan kejayaan Islam di masa lalu, kekaguman akan peradaban Islam ini tidak disandingkan dengan sistem politik Islam yang juga mengalami dinamika yang panjang, pergelutan identitas, dan yang pasti sistem politik Islam tidak memiliki sistem yang baku. Peradaban Islam dan sistem politik Islam adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan, keduanya saling berkorelasi dan saling memengaruhi. Majunya sebuah peradaban tentunya dipengaruhi oleh baiknya tata kelola pemerintahan dan masyarakat.

Sesampainya di tanah selatan sang penjelajah arus pun semakin memahami korelasi antara politik, peradaban, dan agama. Juga semakin memahami integrasi dakwah ke dalam dunia perpolitikkan tanah air. Semangat sang penjelajah arus semakin menggebu-gebu untuk terus menjelajah dan berjuang, dan semakin memahami mengapa ia harus terus berjuang di manapun ia berada. Iklim menuntut ilmu masyarakat di tanah selatan, relatif cukup tinggi menurut sang penjelajah arus, inilah yang membuat ia tak henti untuk terus belajar dan belajar, berproses dan terus berproses. Betapa masyarakat tanah selatan masih memperlihatkan semangat juang para pejuangnya di masa lalu yang berani menghadapi kezholiman penjajahan Belanda. Sang penjelajah arus kemudian berkesempatan untuk berjuang di sektor kepemudaan, sebuah sektor yang sangat produktif dalam memajukan bangsa dan tanah air, sebab di tangan para pemudalah kejayaan akan di raih, tanah akan bergetar dengan semangat para pemuda, lalu masyarakat madani bukan lagi hanya sebatas mimpi. Masih banyak yang harus terus di pelajari oleh sang penjelajah arus, bukan sekedar belajar secara tekstual atau kontekstual, metode learning by doing menjadi sesuatu yang menarik yang ingin di cobanya. Sembari berjuang, dalam hati yang paling dalam ia masih memiliki rasa cinta yang besar kepada bangsanya, bercita-cita suatu saat negeri nusantara menjadi Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafuur. (dakwatuna.com/hdn)



Sumber: http://www.dakwatuna.com/2016/04/27/80216/80216/#ixzz475I9cauL 
Follow us: @dakwatuna on Twitter | dakwatunacom on Facebook

Minggu, 24 April 2016

Narasi Negeriku II

Ilustrasi-bendera Indonesia (inet)

dakwatuna.com – Narasi negeriku, negeri nusantara yang sangat ku cintai. Cinta tanah air yang mengakar dalam sebentuk nasionalisme dan pengabdian. Pengabdian sepenuh hati dan jiwa kepada negeri yang katanya sepenggal Firdaus di muka bumi. Negeri yang mungkin saat ini mengalami krisis kepercayaan, antara rakyat dan pemimpin, antara pemimpin dan rakyat, lalu jadilah benci di atas benci, ironi bukan? Di tengah malam-malam yang meminta kesadaran dalam-dalam, ironi Negeri seperti mempermainkan Opini Publik.. Celakalah Rakyat yang mengumpat Pemimpin lalu Pemimpin menipu Rakyat. Jadilah benci di atas benci. Sadis bukan Ironi ini??

Tapi tenang saja, energi masih ku himpun, ku minta ia dari Sang Pemilik Semua Energi. Agar ia tak digunakan untuk mencela menara gading, menghina keadaan, mengumpat kekalutan. Lebih baik ku simpan ia untuk menulis narasi negeri. Negeri yang katanya sepenggal Firdaus di muka bumi. Narasi Negeri indah belasan ribu Pulau dan Jutaan Nyiur Melambai.. Namun sayang Nusantara masih harus menjadi konsumen dan belum juga beralih menjadi produsen. Namun sayang Ibu Pertiwi masih harus menjadi Sapi Perah Negara Adidaya, namun sayang Ibu Pertiwi masih bersedih karena tirani. Untuk itu kutulislah Narasi Negeri ini, berharap bahwa ia juga menjadi solusi dari berbagai permasalahan pelik negeri ini.

Plato telah menuliskan semua ciri-cirinya di dalam Timaeus dan Critias, bahwa tanah itulah yang memenuhi semua persyaratan tentang surga dunia di zaman lampau bernama Atlantis. Tidak ada satu pun wilayah di dunia ini yang memiliki banyak keistimewaan sebagaimana negeri itu. Negara Kepulauan terbesar di dunia, kurang lebih 17.000 pulau, terletak di antara Benua Asia dan Benua Australia, di apit Samudera Hindia dan Samudera Pasifik, dilintasi garis ekuator, dan bagian bawah tanahnya adalah pertemuan dari empat lempeng tektonik paling aktif di dunia. Semua itu menyebabkan tanahnya amat subur, bumi serta lautannya sangat kaya raya, mengandung berbagai bahan tambang emas, perak, minyak dan gas bumi, timah, nikel, tembaga, dan hasil bumi lainnya. Di lautan, triliunan ikan berenang bebas, butiran mutiara menghampar luas bagaikan pasir di dasar samudera, belum lagi flora dan faunanya yang sangat melimpah. Dan iklimnya hanya terdiri dari dua musim, kemarau dan penghujan, sehingga semua tumbuhan bisa hidup subur dan semua penduduknya bisa bekerja sepanjang tahun tanpa harus berdiam diri sebagaimana halnya penduduk Eropa dan Amerika yang harus beristirahat panjang di Musim Salju. Terdengar bagai surga bukan? Ya, sepenggal surga di muka bumi ini.

Dalam salah satu tulisan Prof. DR. H. Priyatna Abdurrasyid, Ph.D. yang berjudul “Benua Atlantis Itu (Ternyata) Indonesia”, bahwa ada beberapa keadaan masa kini yang antara Plato dan Santos sependapat. Yakni pertama, bahwa lokasi benua yang tenggelam itu adalah Atlantis dan oleh Santos dipastikan sebagai wilayah Republik Indonesia. Kedua, jumlah atau panjangnya mata rantai gunung berapi di Indonesia. Di antaranya ialah Kerinci, Talang, Krakatau, Malabar, Galunggung, Pangrango, Merapi, Merbabu, Semeru, Bromo, Agung, Rinjani. Sebagian dari gunung itu telah atau sedang aktif kembali.

Indonesia sungguh tanah yang sangat makmur, sumber daya alamnya melimpah ruah namun tak termanfaatkan dengan baik. Mungkin sudah saatnya energi untuk mengkritisi kebijakan-kebijakan perlahan kita pindahkan sebagian pada energi untuk belajar. Belajar untuk mengelola sumber daya alam di negeri sendiri, belajar meningkatkan kapasistas diri, belajar perihal community development danyouth empowerment. Agar lahir insan-insan yang berkualitas, berdaya guna, menjadi penggerak di daerah tempat tinggalnya. Sekolah kepemimpinan, rumah kepemimpinan, dan pemuda penggerak desa mungkin bisa menjadi alternatif program community development dan youth empowerment. Kelak Indonesia akan menghadapi third wave atau gelombang ketiga Indonesia, di mana Indonesia akan menyemai bonus demografi penduduk yang sebagian besarnya adalah pemuda. Maka dengan banyaknya jumlah pemuda ini, sangat diharapkan meningkatnya produktifitas ekonomi di Indonesia bahkan akan sangat mungkin berpengaruh di dunia global. Maka mulai dari sekarang seharusnya semua unsur berbangsa dan bernegara sudah harus mempersiapkan dan membentuk pemuda-pemuda yang produktif. Saat ini mungkin produk-produk masih di dominasi oleh produk-produk luar negeri, namun dengan kehadiran para pemuda produktif ini akan lahir produk-produk lokal yang berdaya saing global. Dari pada melakukan boikot terhadap produk, alangkah baiknya mencipta produk.

Narasi negeriku yang kedua ini akan terus kutulis kelanjutannya, sebagaimana ide yang tak pernah habis untuk membangun negeri, karena rasa peduli saja tak akan cukup tanpa aksi, maka ide sebrilian apapun tak akan ada artinya tanpa gerakan yang nyata. Ku tuliskan ide-ide ini sebab aku ingin ia mewujud nyata dalam kehidupan sehari-hari. Karena setiap realitas yang terjadi di alam kenyataan, sebelumnya merupakan sebuah realitas di alam pemikiran. Benua Atlantis yang konon dulunya adalah pusat peradaban dunia, lalu di masa kini beberapa ilmuan mengemukakan Indonesia ternyata adalah Atlantis, maka tak muluk-muluk bila Indonesia juga harus berupaya menjadi pemain global. Mungkin ada yang perlu diperbaiki terkait foreign assertive policy Indonesia yang masih abu-abu. Agar upaya mendukung kemerdekaan Palestina tidak hanya sekedar pernyataan saja, agar Indonesia juga berperan dalam isu-isu kemanusiaan di dunia Internasional.

Wahai para pemuda, melalui narasi negeriku ini aku ingin mengajakmu untuk bersama-sama peduli dan berkontribusi untuk bangsa ini. Dimulai dari pemuda, dimulai dari diri sendiri, setidaknya ada tiga nilai yang ingin aku sampaikan padamu, nilai yang harus dimiliki oleh pemuda sepertiku, pemuda sepertimu, dan pemuda lainnya, nilai-nilai itu adalah Patriotik, Kreatif, dan Setiakawan. Nilai pertama adalah patriotik. Mengapa harus patriotik? Sebuah bangsa yang besar tentu akan sangat menghargai jasa para founding father negerinya, yang otomatis juga takkan melupakan sejarah perjuangan bangsanya. Tentu kita tak boleh melupakan Indonesia sebagai sebuah Negara Kesatuan yang melakukan quantum jump perjuangan kemerdekaannya pada deklarasi sumpah pemuda tertanggal 28 Oktober 1928. Sebuah peristiwa klaim para perwakilan pemuda nusantara, terdiri dari Jong Java, Jong Soematra, Pemoeda Indonesia Sekar Roekoen, Jong Islamieten, Jong Batakabond, Jong Celebes, Pemoeda Kaoem Betawi, dan Perhimpoenan Peladjara Indonesia. Mengikrarkan dan mengklaim tumpah darah tanah Indonesia, berbangsa satu Bangsa Indonesia, dan menjunjung bahasa persatuan Bahasa Indonesia. Sebuah peristiwa besar yang berawal dari mindset besar para pemuda.

Para pemuda Indonesia juga patut berbangga dengan seorang Sudirman yang juga seorang santri, anggota hizbul wathan Muhammadiyah. Masuk tentara dan jadi Jenderal pada usia 27 tahun. Taktik perang Gerilya yang menyejarah telah mengajarkan kepada kita tentang perjuangan seorang Jenderal Sudirman meskipun saat itu kondisinya sedang sakit dan ditandu oleh para tentaranya. Nilai patriotik ini tidak boleh hilang terkikis zaman. Justru di tengah zaman ketidakpercayaan ini nilai patriotik harus dibangkitkan kembali bila ingin menjadi bangsa yang besar dan berpengaruh di dunia, tentunya bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak melupakan sejarahnya.


Nilai kedua adalah kreatif, nilai kreatif juga menjadi hal yang penting untuk dibangun oleh para pemuda bangsa ini. Di tengah arus globalisasi yang segala sesuatunya menjadi serba instan dan cepat, di saat perekonomian sektor online juga turut berpengaruh, maka yang dibutuhkan oleh para pemuda adalah daya cipta dan daya kreasi yang harus semakin menguat. Fenomena generasi gelombang ketiga Indonesia yang dimana kecenderungan generasi ini adalah berwirausaha, maka untuk membangun jiwa entrepreneurship yang kokoh dimulai dari meningkatkan kreatifitas dalam mencipta dan memasarkan produk, kelak industri ekonomi kreatif juga akan mengambil peran penting apabila dikorelasikan dengan fenomena bonus demografi di Indonesia.
Nilai ketiga adalah setiakawan, beragamnya latar belakang suku, budaya, dan sosial para pemuda Indonesia tentunya membutuhkan model kepemimpinan yang tidak biasa. Potensi konflik karena kondisi yang heterogen ini tentunya perlu sebuah gagasan yang dapat mensinergikannya. Potensi konflik ini tentunya bila dikelola dengan baik maka dapat berubah menjadi potensi pembangun peradaban yang besar. Setiakawan menjadi kunci sinergitas untuk menghimpun potensi-potensi para pemuda Indonesia. Bukan hal yang tidak mungkin semangat kesetiakawanan ini dihidupkan kembali di zaman sekarang, seperti apa yang pernah dilakukan di masa lalu pada 28 Oktober 1928, peristiwa yang kita kenal bersama dengan sebutan Sumpah Pemuda, sebuah kongres yang pertama kalinya nama “Indonesia” disebut dalam forum umum.

Narasi negeriku belum selesai sampai disini, masih akan terus kutulis kegelisahan tentang zaman, kerisauan tentang realitas, kegamangan berpikir soal peradaban dan sistem politik dan pemerintahan, yang masih menjadikan pembangunan fisik sebagai prioritas dari pada pembangunan jiwa. Sungguh saat ini pembangunan jiwa juga turut mendapat perhatian, seperti character buildingpeople and youth empowerment, yang pada intinya mengubah secara perlahan pola pikir yang kontraproduktif. Agar kelak negeri ini tak sekedar menyanjung para atlet-atlet muda yang berprestasi di bidang olahraga, tetapi juga mengapresiasi para pemikir dan penemu. Agar kelak negeri ini juga turut memperhatikan gagasan besar para pemuda dan kebijaksanaan kaum tua, seperti kita ketahui bersama kebijaksanaan kaum tua dan semangat para pemudalah yang mengantarkan bangsa ini menuju proklamasi kemerdekaan. Agar kelak bangsa ini juga turut mengambil peran dalam pentas global, berpengaruh di dunia Internasional. Agar kelak negeri ini tak hanya sekedar produktif dan memiliki pengaruh, yang paling penting adalah keberkahan. Sebuah negeri yang diduga Atlantis di zaman dulu, sebuah negeri bagai sepenggal surga, sebuah negeri yang dilimpahi keberkahan, Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafuur, InsyaaAllah. (dakwatuna.com/hdn)


Sumber: http://www.dakwatuna.com/2016/04/23/80130/narasi-negeriku-ii/#ixzz46onDCTHP 
Follow us: @dakwatuna on Twitter | dakwatunacom on Facebook