Oleh : Mohamad Khaidir
Selasa, 03 Juni 2014
Dua Suar Cahaya Di Bumi Kaktus : Sebuah Epilog
Palu, Rabu 4 Juni 2014
Oleh : Mohamad Khaidir
Oleh : Mohamad Khaidir
Kedua tiang itu tampak berdiri tegar menyokong hampir semua elemen
Mushallah. Letaknya di bagian utara dan selatan. Pagar kayu mengelilingi
halaman berjejer meski tak begitu rapi, karena pagar tak elok ini
adalah karya tangan-tangan lusuh yang terbiasa memegang pena. Terkadang
hewan-hewan ternak begitu leluasa masuk mengotori tempat pembinaan para
arsitek peradaban bangsa. Angin sayup-sayup terdengar bertiup
menggugurkan daun-daun yang semakin menumpuk di genteng yang tak lagi
kokoh itu, sekitar 2-3 pekan sekali mereka-mereka yang terpilih dan
peduli dengan senang hati membersihkannya. Lantainya begitu dingin
apabila tak ada karpet yang menjadi alas, itupun hanya karpet-karpet
yang tipis dan rombeng. Dari hati yang terdalam kondisi yang
memprihatinkan ini perlu segera dicarikan solusi yang berarti.
Kami adalah pendatang baru di Kampus Bumi Kaktus ini, sama sekali belum
memiliki gambaran tentang apa yang harus dilakukan untuk agama dan
bangsa ini, pemikiran belum sampai sejauh itu. Sederhana saja, ingin
menjadi ekonom atau akuntan yang profesional, masih cenderung berkiblat
pada sistem pendidikan kapitalis, masih cenderung materialistis, dan
masih sangat berpatokan pada nilai-nilai hampa akademis yang tampak
seperti menara gading. Dari sekian banyak kakak tingkat yang kami temui,
membuat kami hampir putus asa karena begitu banyak mereka yang masih
terjebak dalam Evil Circle. Tetapi ada sekelompok orang yang
jumlah mereka tak begitu banyak, namun persaudaraan mereka kokoh, senyum
mereka begitu hangat sampai ke relung hati. Mereka adalah sekelompok
pemuda yang mampu melampaui individualisme, di ruangan yang bernama BTE1
pertama kali mereka mengenalkan tentang sebuah lembaga visioner yang
bernama MPM Al-Iqra'.
Nilai-nilai hedonis dan asam kecut kegagalan sistem pendidikan masih
begitu sulit kami lepaskan, karena seakan-akan menyatu dan menyusup
dalam setiap pembuluh darah. Tapi tenang saja, ada beberapa suar cahaya
yang meskipun begitu kecil tapi di tengah-tengah kelam ini menjadi
penuntun kami. Tak semua orang ingin mengikuti 2 sumber cahaya tersebut,
2 sumber cahaya ciptaan Allah tersebut bernama Dakwah dan Mushallah.
Sebuah
realitas ummat yang memilukan disampaikan kepada kami, namun diberi
tahu dengan cara yang baik dan cara yang optimis bahwa kami adalah
bagian dari solusi tersebut. Dengan segera kami menjadi para
pejuang-pejuang tak kenal lelah, meski dengan tertatih-tatih bimbingan
dari para senior dan atas hidayah Allah senantiasa menguatkan tekad
kami.
Untuk sumber cahaya pertama yang bernama dakwah,
pemahaman kami diperluas dengan membuka cakrawala berpikir kami bahwa
dakwah itu luas dalam definisi, metode, dan teori dengan syariat sebagai
pembatasnya. Visi kampus islami dan madani terus dijejali dalam pikiran
dan perasaan kami. Bahwa mencintai Dakwah ini adalah bagian yang tak
terpisahkan dari cara mencintai Allah dan RasulNya. Ada yang bertahan
dan adapula yang berguguran, karena begitulah cara Allah menguji
hambaNya yang berkomitmen dan memiliki tekad melampaui kekokohan logam
mulia.
Dakwah adalah sarana menuju perbaikan kampus bumi kaktus ini, hanya
sebagian kecil civitas akademika yang mengetahuinya dan tugas kami
adalah memahamkan mereka. Cara menyampaikannya adalah dengan kasih
sayang, bahkan kalaupun harus berdebat, Perintah langit mengajarkan kami
berdebat dengan cara yang ahsan.
Namun dalam
segores gagasan penulis kali ini, yang menjadi fokus perenungan
inspiratif adalah sumber cahaya kedua yang bernama Mushallah. Setelah
resmi menjadi pengurus MPM Al-Iqra’ yang perlu kami rencanakan adalah
bagaimana merehab Mushallah, bangunan rapuh tanpa pondasi tersebut.
Mungkin dari sisi materi kami hanya memiliki kemampuan finansial yang
pas-pasan. Maka salah satu cara kami yang pertama adalah bagaimana
membuat orang-orang semakin banyak untuk menjawab panggilan Allah dan
mengunjunginya. Untuk tahap awal adalah mengajak orang
sebanyak-banyaknya untuk shalat, follow up-nya adalah membuka forum diskusi nonformal antar civitas akademika tentang keprihatinan atas rapuhnya bangunan ini.
Di awal-awal perintisan, strategi kami adalah memprovokasi para
civitas akademika tentang rumah ibadah yang harus memiliki nilai
estetika. Bukan hanya itu, di fakultas ini adalah satu-satunya Mushallah
yang jenis banguanannya belum permanen. Lalu kami ditantang sudah
sejauh mana usaha kami. Untuk menunjukkan keseriusan kami bergeraklah
beberapa tim untuk membuat rancangan desain mushallah baru yang
dipublikasikan secara masif melalui poster yang ditempel secara merata
disudut-sudut kampus. Bagi yang sedang membaca tulisan ini, dapat
melihat bukti otentiknya di pintu ruang dekanat bagian utara. Sampai
kemudian Allah menjawab ikhtiar kami dengan membukakan pintu
hati para Hamba-hambaNya yang beriman untuk membentuk panitia
pembangunan Mushallah baru. Tujuan awal kami sebenarnya adalah merehab
namun Allah memberi hadiah dengan Mushallah baru yang sekarang tampak
megah berdiri di depan Fakultas Ekonomi Universitas Tadulako.
Yang menjadi tugas kami secara khusus dan kita pada umumnya adalah
melanjutkan dan menjaga sarana ini. Dakwah butuh sarana yang mumpuni,
bahkan Masjid Nabawi menjadi titik sentral awal pergerakan dakwah
Rasulullah S.A.W di Kota Madinah Al-Munawarah. Bukan hanya menjadi
tempat ibadah namun menjadi tempat bertukar pikiran dan pusat aktifitas
peradaban menuju kampus madani.
Semoga sedikit gagasan
penulis yang tak elok namun substansial ini bisa bermanfaat dan
menginspirasi kita semua. Nurani ini juga terkadang memberi contoh yang
tak harus di teladani namun yang menjadi perhatian adalah tentang
pewarisan tugas mulia ini. Dua sumber cahaya ini harus senantiasa
terpatri di hati, pikiran, dan jiwa kita semua. Dan yakinlah akan janji
Allah dan RasulNya, teruslah menjadi Para Pewaris Nabi.
Untukmu
wahai insan yang senantiasa memperbaiki diri, dua suar cahaya ini akan
menjadi sahabat akrab aktivitas keseharianmu. Untukmu wahai engkau yang
mungkin disibukkan oleh pelbagai urusan, dua suar cahaya ini akan terus
mengingatkanmu di saat engkau taat ataupun sedang tersesat. Untukmu
wahai Bani Adam yang terkesan sedang menjauh dari kebaikan, dua suar
cahaya ini tak mempedulikan pilihan hidupmu, ia akan terus memendarkan cahayanya agar
keselamatan senantiasa membersamaimu.