LAPORAN
KARYA TULIS ILMIAH
KULIAH
KERJA NYATA PROFESI INTEGRAL TEMATIK POSDAYA
ANGKATAN
66 SEMESTER GENAP TAHUN AKADEMIK 2012/2013
UNIVERSITAS
TADULAKO
Disusun Oleh
MOHAMAD KHAIDIR
STB. C 301 09 087
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Usaha kecil dan menengah (UKM) di
berbagai Negara termasuk di Indonesia merupakan
salah satu
penggerak
perekonomian
rakyat yang tangguh. Hal
ini
karena kebanyakan para
pengusaha kecil
dan menengah
berangkat
dari industri keluarga/ rumahan. Dengan
demikian, konsumennya pun
berasal dari
kalangan
menengah
ke
bawah. Selain itu,
peranan
UKM terutama sejak
krisis moneter tahun
1998
dapat dipandang sebagai katup
penyelamat dalam
proses
pemulihan ekonomi nasional, baik dalam mendorong laju pertumbuhan ekonomi maupun penyerapan
tenaga kerja.
Peranan
UKM dalam perekonomian
Indonesia dapat dilihat
dari kedudukannya pada
saat ini dalam dunia usaha.
Wulan dan
Nindita (2009)
membagi kedudukan UKM sebagai berikut (1) Kedudukan UKM sebagai pemain
utama dalam kegiatan ekonomi di berbagai sektor, (2) Penyedia Lapangan kerja
terbesar, (3) Pemain penting dalam pengembangan kegiatan ekonomi daerah dan
pemberdayaan masyarakat, (4) Pencipta pasar baru dan inovasi, (5) Untuk UKM
yang sudah go internasional UKM memberikan sumbangan dalam menjaga neraca
pembayaran melalui sumbangannya dalam menghasilkan ekspor Kinerja UKM
dalam
beberapa tahun
terakhir menunjukkan peningkatan.
Perkembangan
sektor UKM
yang demikian pesat memperlihatkan bahwa terdapat potensi yang besar jika hal ini dapat dikelola dan dikembangkan dengan baik
yang
tentunya
akan dapat mewujudkan usaha
menengah yang
tangguh. Sementara itu, di sisi yang lain UKM juga masih dihadapkan pada masalah yang terletak
pada proses administrasi. Masalah
utama dalam pengembangan UKM
yaitu mengenai
pengelolaan keuangan dalam
usahanya tersebut, karena
pengelolaan yang baik memerlukan
keterampilan
akuntansi
yang baik pula oleh
pelaku
bisnis
UKM. Pemerintah sudah
mencoba
membantu
mengatasi
kendala
yang dihadapi oleh sebagian besar UKM,
seperti melakukan
pembinaan
dan pemberian
kredit lunak.
Keinginan
UKM memperoleh tambahan
modal juga dituntut serta menyertakan laporan
keuangan sebagai syarat mengajukan
pinjaman
kepada
pihak bank.
Pihak
perbankan sendiri tidak ingin
mengambil resiko dalam penyaluran kredit
bagi
UKM dikarenakan
perbankan
tidak mengetahui perkembangan usaha tersebut. Sementara hampir semua UKM tidak
memiliki laporan kinerja usaha dan keuangan yang baik sebagai
syarat
untuk memperoleh kredit. Hal
ini terjadi karena UKM tidak
dibiasakan untuk melakukan pencatatan dan penyusunan laporan keuangan sebagai gambaran
kegiatan usaha dan posisi
keuangan perusahaan. Padahal dengan adanya laporan keuangan akan memungkinkan
pemilik memperoleh
data dan
informasi yang
tersusun
secara
sistematis.
Laporan keuangan
berguna bagi
pemilik untuk dapat memperhitungkan keuntungan yang
diperoleh, mengetahui berapa tambahan modal yang dicapai dan juga dapat mengetahui bagaimana keseimbangan hak dan
kewajiban yang
dimiliki
sehingga
setiap
keputusan
yang diambil
oleh pemilik
dalam mengembangkan usahanya akan didasarkan pada kondisi
konkret keuangan yang dilaporkan
secara lengkap bukan
hanya didasarkan
pada
asumsi semata.
Kebanyakan dari
UKM
hanya mencatat
jumlah
uang yang
diterima dan
dikeluarkan,
jumlah barang yang dibeli
dan dijual,
dan jumlah
piutang utang.
Pencatatan itu hanya sebatas pengingat saja dan tidak dengan format yang diinginkan oleh pihak perbankan. Meskipun tidak dapat dipungkiri mereka dapat mengetahui jumlah
modal akhir mereka setiap
tahun yang hampir sama jumlahnya jika kita mencatat dengan
sistem akuntansi (H. Jati,
Beatus
B.,
Otniel N., 2004). Akuntansi merupakan
indikator kunci
kinerja usaha, informasi
akuntansi berguna bagi pengambilan keputusan sehingga dapat meningkatkan pengelolaan
perusahaan. Hal ini memungkinkan para pelaku UKM dapat mengidentifikasi dan memprediksi area-area permasalahan yang mungkin timbul, kemudian mengambil
tindakan koreksi
tepat
waktu. Para
pelaku
UKM tidak
hanya
dapat
menghitung
untung atau rugi, tetapi yang
terpenting
untuk
dapat
memahami makna
untung
atau
rugi
bagi usahanya (Wulan dan
Nindita, 2009).
Praktek akuntansi, khususnya akuntansi keuangan pada UKM di Indonesia
masih rendah dan memiliki banyak kelemahan (Wahdini & Suhairi, 2006).
Kelemahan
itu, antara lain disebabkan rendahnya
pendidikan, kurangnya
pemahaman
terhadap Standar Akuntansi Keuangan
(SAK)
dari manajer
pemilik dan karena tidak adanya peraturan yang mewajibkan penyusunan laporan
keuangan bagi
UKM. Sudarini
(1992)
dalam Wahdini & Suhairi (2006) juga membuktikan bahwa perusahaan
kecil di Indonesia cenderung
untuk memilih
normal perhitungan (tanpa menyusun
laporan keuangan)
sebagai dasar
perhitungan pajak. Karena,
biaya yang
dikeluarkan untuk menyusun laporan keuangan jauh
lebih besar daripada kelebihan
pajak yang harus dibayar.
Standar
akuntansi
keuangan yang dijadikan pedoman
dalam
penyusunan laporan keuangan harus diterapkan secara konsisten. Namun,
karena UKM memiliki berbagai keterbatasan, kewajiban seperti itu diduga
dapat menimbulkan biaya
yang
lebih besar bagi
UKM dibandingkan
dengan
manfaat
yang
dapat dihasilkan dari adanya informasi akuntansi tersebut
(cost-effectiveness). Di
samping itu, tersedianya informasi yang lebih akurat melalui informasi akuntansi
yang
dihasilkan diduga tidak mempengaruhi keputusan atas masalah
yang
dihadapi manajemen (relevance).
Studi terhadap penerapan SAK memberikan bukti bahwa Standar Akuntansi
yang dijadikan pedoman dalam penyusunan laporan keuangan overload
(memberatkan) bagi UKM (Wahdini & Suhairi, 2006). Dalam penelitian Wahdini dan Suhairi (2006:3)
studi yang sama juga pernah dilakukan di beberapa negara, dan
menyimpulkan bahwa Standar
Akuntansi yang
dijadikan
pedoman dalam penyusunan
laporan
keuangan overload
(memberatkan)
bagi UKM
(Williams, Chen,
&
Tearney, 1989; Knutson
& Hendry, 1985; Nair
& Rittenberg 1983; Wishon 1985). Hal ini telah mendorong komite Standar Akuntansi Internasional (The
International Accounting
Standards Board) untuk
menyusun Standar
Akuntansi Keuangan yang khusus bagi UKM.
Saat ini telah diterbitkan SAK baru khusus untuk ETAP (Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik) dalam rangka
pengembangan standar akuntansi bagi UKM.
Sekalipun
memberatkan, penelitian tentang jenis informasi
akuntansi
yang disajikan dan
digunakan
oleh perusahaan
kecil di Australia mengungkapkan bahwa informasi
akuntansi utama yang banyak disiapkan dan digunakan perusahaan
kecil adalah informasi yang
diharuskan menurut undang-undang
(statutory),
yaitu
Neraca,
Laporan Laba Rugi,
Laporan
Perubahan Ekuitas, dan
Laporan Arus Kas (Homes & Nicholls,
1989).
Dari hal-hal yang telah dijelaskan tersebut juga riset-riset yang ada, maka penelitian
ini
bertujuan
untuk
menganalisis
lebih lanjut
mengenai
penerapan akuntansi pada
usaha kecil
dan menengah. Hal
inilah yang mendorong peneliti untuk menguji hipotesis mengenai persepsi para pelaku UKM terhadap penerapan akuntansi. Berdasarkan uraian tersebut, maka penelitian ini akan mengambil topik : “PERSEPSI PARA PELAKU UKM
(USAHA
KECIL
DAN MENENGAH) TERHADAP PENERAPAN
AKUNTANSI”
1.2
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar
belakang yang telah diuraikan di atas, permasalahan
penelitian ini dapat dirumuskan sebagai
berikut:
1. Apakah
ada perbedaan
penerapan akuntansi dilihat
dari kategori
jenis
kelamin, tingkat pendidikan pemilik/manajer UKM, pengalaman usaha
pemilik/manajer UKM, umur perusahaan, jenis usaha, jumlah karyawan, dan
omzet perusahaan ?
2. Apakah
penerapan akuntansi berpengaruh
terhadap
kinerja perusahaan
?
1.3 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan
yang
telah
dikemukakan di atas maka
tujuan penelitian
ini adalah:
1. Untuk mengetahui apakah
ada perbedaan
penerapan
akuntansi
dilihat dari
kategori jenis
kelamin, tingkat pendidikan pemilik/manajer
UKM, pengalaman usaha pemilik/manajer UKM,
umur
perusahaan, jenis
usaha,
jumlah karyawan, dan omzet
perusahaan.
2. Untuk mengetahui
pengaruh penerapan akuntansi terhadap
kinerja perusahaan.
1.4 Manfaat
Penelitian
1. Hasil penelitian
ini di harapkan
dapat memberikan sumbangan
bagi upaya memperluas kesempatan kerja melalui usaha
kecil menengah di Desa Porame.
2. Penelitian ini
dapat memperoleh penjelasan
tentang faktor-faktor penunjang
dan penghambat dalam
membangun sistem Akuntansi dalam usaha kecil menengah.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Pengertian Usaha
Kecil Menengah
Usaha
Kecil dan Menengah
disingkat UKM adalah sebuah
istilah yang mengacu ke jenis usaha kecil yang memiliki kekayaan bersih paling
banyak Rp 200.000.000 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Dan
usaha yang berdiri sendiri. Menurut Keputusan Presiden RI no. 99 tahun 1998
pengertian Usaha Kecil adalah: “Kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil
dengan bidang usaha yang secara mayoritas merupakan kegiatan usaha kecil dan
perlu dilindungi untuk mencegah dari persaingan usaha yang tidak sehat.”
Kriteria usaha kecil menurut UU No.
9 tahun 1995 adalah sebagai berikut:
1. Memiliki kekayaan bersih paling
banyak Rp. 200.000.000,- (Dua Ratus Juta Rupiah) tidak termasuk tanah dan
bangunan tempat usaha.
2. Memiliki hasil penjualan tahunan
paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (Satu Miliar Rupiah)
3. Milik Warga Negara Indonesia
4. Berdiri sendiri, bukan merupakan
anak perusahaan atau cabang perusahaan yang tidak dimiliki, dikuasai, atau
berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Menengah atau Usaha
Besar
5. Berbentuk usaha orang perorangan ,
badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum,
termasuk koperasi.
Pengertian Usaha Kecil Menengah:
Berdasarkan kuantitas tenaga kerja. Usaha kecil merupakan entitas usaha yang
memiliki jumlah tenaga kerja 5 s.d 19 orang, sedangkan usaha menengah merupakan
entitias usaha yang memiliki tenaga kerja 20 s.d. 99 orang.
2.2
Pengertian UKM Menurut UU No 20 Tahun 2008
Pengertian Usaha Kecil Menengah: Undang undang tersebut
membagi kedalam dua pengertian yakni:
Usaha Kecil adalah entitas yang memiliki kriteria
sebagai berikut :
1. Kekayaan bersih lebih dari
Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan
tempat usaha.
2. Memiliki hasil penjualan
tahunan lebih dari Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan
paling banyak Rp 2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah).
Sementara
itu, yang disebut dengan Usaha Menengah adalah entitas usaha yang memiliki
kriteria sebagai berikut :
1. Kekayaan bersih lebih dari
Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp
10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan
tempat usaha.
2. Memiliki hasil penjualan
tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah)
sampai dengan paling banyak Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah).
2.3 Jenis-Jenis Atau
Klasifikasi UKM (Usaha Kecil dan Menengah)
Perspektif perkembangannya, UKM
dapat diklasifikasikan menjadi 4 (empat) kelompok:
1.
Livelihood
Activities
Merupakan
UKM yang digunakan sebagai kesempatan kerja untuk mencari nafkah, yang lebih
umum dikenal sebagai sektor informal.
Contoh:
pedagang kaki lima.
2.
Micro
Enterprise
Merupakan
UKM yang memiliki sifat pengrajin tetapi belum memiliki sifat kewirausahaan.
3. Small Dynamic
Enterprise
Merupakan
UKM yang telah memiliki jiwa kewirausahaan dan mampu menerima pekerjaan
subkontrak dan ekspor.
4. Fast Moving
Enterprise
Merupakan
UKM yang telah memiliki jiwa kewirausahaan dan akan melakukan transformasi
menjadi Usaha Besar (UB).
Namun
demikian usaha pengembangan yang dilaksanakan belum, terlihat hasil yang
memuaskan, kenyataanya kemajuan UKM masih sangat kecil dibandingkan dengan
usaha besar. Kegiatan UKM meliputi berbagai kegiatan ekonomi, namun sebagian
besar berbentuk usaha kecil yang bergerak disektor pertanian. UKM juga
mempunyai peran yang strategis dalam pembangunan ekonomi nasional, oleh karena
itu selain berperan dalam pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja juga
juga berperan dalam pendistribusian hasil hasil pembangunan. Kebijakan yang
tepat untuk mendukung UKM seperti:
1. Perizinan
2. Tekhnologi
3. Struktur
4. Manajeman
5. Pelatihan
6. Pembiayaan
2.4
Ciri-Ciri dan contoh Usaha Kecil
Menengah
Ciri-ciri
usaha kecil menengah:
1. Berbasis pada sumber daya lokal
sehingga dapat memanfaatkan potensi secara maksimal dan memperkuat kemandirian.
2. Dimiliki dan dilaksanakan oleh
masyarakat lokal sehingga mampu mengembangkan sumber daya manusia.
3. Jenis barang/komoditi yang
diusahakan umumnya sudah tetap tidak gampang berubah;
4. Lokasi/tempat usaha umumnya sudah
menetap tidak berpindah-pindah.
5. Pada umumnya sudah melakukan
administrasi keuangan walau masih sederhana, keuangan perusahaan sudah mulai
dipisahkan dengan keuangan keluarga
6. Sumberdaya manusia memiliki
pengalaman dalam berwirausaha.
7. Sebagian sudah akses ke perbankan
dalam hal keperluan modal.
8. Sebagian besar belum dapat membuat
manajemen usaha dengan baik seperti business planning.
Contoh usaha kecil menengah:
1. Usaha tani sebagai pemilik tanah
perorangan yang memiliki tenaga kerja.
2. Pedagang dipasar grosir (agen) dan
pedagang pengumpul lainnya.
3. Pengrajin industri makanan dan
minuman, industri meubel air, kayu dan rotan,
4. Industri alat-alat rumah tangga,
industri pakaian jadi dan industri kerajinan tangan.
5. Peternakan ayam, itik dan perikanan.
6. Koperasi berskala kecil.
2.5
Kekuatan
Usaha Kecil Menengah
1.
Penyediaan lapangan
kerja, peran usaha kecil menengah dalam penyerapan tenaga kerja.
2.
Mendukung tumbuh
kembangnya wirausaha baru, dan memanfaatkan sumber daya alam sekitar.
3.
Inovasi dalam teknologi yang dengan mudah terjadi dalam
pengembangan produk.
4.
Hubungan kemanusiaan yang akrab di dalam perusahaan kecil
5.
Fleksibilitas dan kemampuan menyesuaikan diri terhadap
kondisi pasar yang berubah dengan cepat dibandingkan dengan perusahaan berskala
besar yang pada umumnya birokratis
2.6
Kelemahan
Usaha Kecil Menengah
1. Kesulitan pemasaran
Salah
satu aspek yang terkait dengan masalah pemasaran yang umum dihadapi oleh
pengusaha UKM di Desa Porame adalah tekanan-tekanan persaingan, baik dipasar
domestik dari produk-produk yang serupa buatan pengusaha-pengusaha besar dan
impor, maupun dipasar ekspor.
2. Keterbatasan finansial
UKM
di Desa Porame menghadapi dua masalah utama dalam aspek finansial antara lain:
modal (baik modal awal maupun modal kerja) dan finansial jangka panjang untuk
investasi yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan output jangka panjang.
3. Keterbatasan Sumber Daya Manusia
(SDM)
Keterbatasan
sumber daya manusia juga merupakan salah satu kendala serius bagi UKM di Desa Porame,
terutama dalam aspek-aspek kewirausahaan, manajemen, teknik produksi,
pengembangan produk, control kualitas, akuntansi, mesin-mesin, organisasi,
pemprosesan data, teknik pemasaran, dan penelitian pasar. Semua keahlian
tersebut sangat diperlukan untuk mempertahankan atau memperbaiki kualitas
produk, meningkatkan efisiensi dan produktifitas dalam produksi, memperluas
pangsa pasar dan menembus pasar baru.
4. Masalah bahan baku
Keterbatasan
bahan baku dan input-input lain juga sering menjadi salah satu masalah serius
bagi pertumbuhan output atau kelangsungan produksi bagi UKM di Desa Porame.
5. Keterbatasan teknologi
Berbeda
dengan Negara-negara maju, UKM umumnya masih menggunakan teknologi tradisonal
dalam bentuk mesin-mesin tua atau alat-alat produksi yang sifatnya manual.
Keterbelakangan teknologi ini tidak hanya membuat rendahnya jumlah produksi dan
efisiensi di dalam proses produksi, tetapi juga rendahnya kualitas produk yang
dibuat serta kesanggupan bagi UKM di Desa Porame untuk dapat bersaing di pasar
global.
2.7 Definisi &
Fungsi Akuntansi
Definisi
Akuntansi
Akuntansi adalah pengukuran, penjabaran, atau pemberian
kepastian mengenai informasi yang akan membantu manajer, investor, otoritas pajak dan
pembuat keputusan lain untuk membuat alokasi sumber daya keputusan di dalam perusahaan, organisasi, dan lembaga pemerintah. Akuntansi adalah
seni dalam mengukur, berkomunikasi dan menginterpretasikan aktivitas keuangan.
Secara luas, akuntansi juga dikenal sebagai “bahasa bisnis”.
Akuntansi bertujuan untuk menyiapkan suatu laporan keuangan yang
akurat agar dapat dimanfaatkan oleh para manajer, pengambil kebijakan, dan
pihak berkepentingan lainnya, seperti pemegang saham, kreditur, atau pemilik.
Pencatatan harian yang terlibat dalam proses ini dikenal dengan istilah
pembukuan. Akuntansi keuangan adalah suatu cabang dari akuntansi dimana
informasi keuangan pada suatu bisnis dicatat, diklasifikasi, diringkas,
diinterpretasikan, dan dikomunikasikan. Auditing, satu disiplin ilmu yang
terkait tapi tetap terpisah dari akuntansi, adalah suatu proses dimana
pemeriksa independen memeriksa laporan keuangan suatu
organisasi untuk memberikan suatu pendapat atau opini – yang masuk akal tapi
tak dijamin sepenuhnya – mengenai kewajaran dan kesesuaiannya dengan prinsip
akuntansi yang diterima umum.
Fungsi Akuntansi
Setiap sistem
utama akuntansi akan
melaksanakan lima fungsi utamanya yaitu
a.
Mengumpulkan dan menyimpan data dari semua aktivitas dan transaksi
perusahaan
b.
Memproses data menjadi informasi yang berguna pihak manajemen.
c.
Memanajemen data-data yang ada kedalam kelompok-kelompok yang
sudah ditetapkan oleh perusahaan.
d.
Mengendalikan kontrol data yang cukup sehingga aset dari suatu
organisasi atau perusahaan terjaga.
2.8
Laporan
Keuangan UMKM sesuai Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas
Publik (SAK ETAP)
Sejalan dengan keinginan untuk
mencapai adanya suatu bentuk yang sama dalam hal akuntansi pencatatan dan
pelaporan, International Accounting Standard Board (IASB)
menyusun suatu acuan standar akuntansi keuangan internasional yang disebut
sebagai International Financial Reporting Standard (IFRS). Dengan
demikian, diharapkan standar akuntansi pencatatan dan pelaporan
perusahaan-perusahaan di seluruh dunia akan disesuaikan dengan standar tersebut
sehingga kinerja perusahaan antar negara dapat diperbandingkan dalam kerangka
standar yang sama.
Memperhatikan banyaknya entitas
usaha dengan skala kecil dan menengah, maka IASB menerbitkan acuan standar
akuntansi pencatatan dan pelaporan bagi entitas skala tersebut, yang disebut
dengan IFRS for Small and Medium-Sized Entities (IFRS for SMEs). IFRS
for SMEs merupakan modifikasi dan simplifikasi dari IFRS pokok yang
ditujukan untuk memenuhi kebutuhan adanya standar pencatatan transaksi dan
pelaporan keuangan sederhana dan tidak banyak membebani pengguna.
Terminologi SME yang dipergunakan
oleh IASB diartikan sebagai ”Entitas yang menerbitkan laporan keuangan untuk
tujuan umum dan ditujukan bagi pengguna eksternal serta tidak memiliki
akuntabilitas publik”. Di berbagai negara, seperti Amerika Serikat, definisi
ini mengacu pada entitas usaha privat (private entities). Atas dasar
definisi tersebut dan praktek di lapangan, maka penyebutan IFRS for SMEs diubah
menjadi IFRS for Private Entities.
Sejalan dengan tujuan IAI untuk
melakukan konvergensi standar akuntansi pencatatan dan pelaporan Indonesia
dengan standar internasional, pada tanggal 16 Desember 2008 telah dilansir Exposure
Draft Standar Akuntansi Keuangan untuk Usaha Kecil dan Menengah (ED SAK
UKM) yang merupakan adopsi dari IFRS for SMEs dengan beberapa modifikasi
yang diperlukan.
Definisi yang dipergunakan oleh
IASB mengenai UKM, praktek/definisi yang dipergunakan di negara lain, perubahan
terminologi yang dilakukan oleh IASB, serta kondisi nyata entitas UMKM di
Indonesia, ED SAK UKM diubah dan diformalkan menjadi Standar Akuntansi Keuangan
untuk Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP) pada tanggal 19 Mei 2009.
Dalam SAK ETAP telah dilakukan modifikasi dan simplifikasi atas ED SAK UKM
sehingga diharapkan akan lebih mudah dilaksanakan oleh entitas UMKM di
Indonesia.
Definisi Entitas Tanpa
Akuntabilitas Publik (ETAP) adalah entitas yang:
1)
Tidak memiliki
akuntabilitas publik signifikan; dan
2)
Menerbitkan laporan
keuangan untuk tujuan umum (general purpose financial statement) bagi
pengguna eksternal. Contoh pengguna eksternal adalah pemilik yang tidak
terlibat langsung dalam pengelolaan usaha, kreditur, dan lembaga
pemeringkat kredit.
Suatu
entitas dianggap memiliki akuntabilitas publik signifikan jika :
1) Entitas
telah mengajukan pernyataan pendaftaran, atau dalam proses pengajuan pernyataan
pendaftaran, pada otoritas pasar modal atau regulator lain untuk tujuan
penerbitan efek di pasar modal; atau
2) Entitas
menguasai aset dalam kapasitas sebagai fidusia untuk sekelompok besar masyarakat,
seperti bank, entitas asuransi, pialang dan atau pedagang efek, dana pensiun,
reksa dana dan bank investasi.
Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa SAK ini dapat pergunakan untuk seluruh entitas usaha yang
tidak go public, tidak mengerahkan dana dari masyarakat serta laporan
keuangan yang dihasilkan ditujukan untuk pengguna eksternal.
Sesuai
SAK ETAP, laporan keuangan entitas lengkap meliputi :
1)
Neraca
2)
Laporan Laba Rugi
3)
Laporan Perubahan
Ekuitas (Laporan Perubahan Modal)
4)
Laporan Arus Kas
5)
Catatan atas laporan
keuangan yang berisi ringkasan kebijakan akuntansi yang signifikan dan
informasi penjelasan lainnya.
Sebagai
acuan praktek, dalam menyusun laporan keuangan UMKM, langkah-langkah praktis
yang sebaiknya dilakukan adalah:
1) Prinsip
yang harus dipegang oleh UMKM adalah: mencatat seluruh transaksi baik transaksi
tunai maupun kredit. Yang dimaksud dengan transaksi tunai adalah proses
transaksi baik pembelian maupun penjualan yang langsung diselesaikan
pembayarannya saat itu juga. Yang dimaksud dengan transaksi kredit adalah
seluruh transaksi baik pembelian maupun penjualan dimana pembayarannya
diselesaikan di waktu mendatang sesuai kesepakatan.
2) Setiap
transaksi sebaiknya memiliki bukti transaksi, misalnya kuitansi pembelian, bon
penjualan dll.
3) UMKM
sebaiknya memiliki catatan tersendiri untuk aspek-aspek utama laporan keuangan,
yaitu :
i.
Catatan
masuk/keluarnya kas
ii.
Catatan/rincian
piutang (tagihan UMKM pada pihak lain). Diantaranya adalah bilamana UMKM
melakukan penjualan secara kredit.
iii.
Catatan/rincian
persediaan, baik barang dagang maupun bahan baku.
iv.
Catatan/rincian harta
yang dimiliki, seperti kendaraan, mesin dll.
v.
Catatan/rincian
hutang (kewajiban UMKM kepada pihak lain). Diantaranya adalah bilamana UMKM
melakukan pembelian barang secara kredit.
vi.
Catatan/rincian
mengenai modal (Dana yang dialokasikan untuk pendirian/kelangsungan
Perusahaan).
vii.
Catatan/rincian
penjualan
viii.
Catatan/rincian
biaya-biaya yang dikeluarkan.
4) Bilamana
diperlukan, UMKM dapat membuat daftar rincian yang lebih detil, seperti catatan
persediaan bahan baku menurut jenis, pencatatan Harta Tetap (Aset) per satuan
barang (misalnya kendaraan menurut merek dan nomor kendaraannya).
BAB III
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
3.1 Sejarah Singkat Desa Porame
Asal-usul Desa
Porame berdiri pada tahun 1902 yang saat itu masa penjajahan Belanda,
masyarakat Masih hidup berpindah-pindah dan berjuang untuk mengusir penjajah
dari tanah air kita ini, dengan perlengkapan senjata bambu runcing, tombak dan
sumpit. Kehidupan masyarakat pada saat itu masih bertani, berkebun, dan
berburu. Sebuah keberhasilan pertempuran pada saat itu, mereka kembali ke
tempat semula untuk merayakan sebuah kemenangan yang disebut PORAME dalam acara
tersebut para tadulako melakukan ritual mengucapkan rasa syukur. Kata Po
artinya persatuan orang-orang atau para tadulako dalam melakukan musyawarah
mencapai mufakat dan RAME artinya pesta atau kegiatan ritual adat yang
dipusatkan disebuah tempat pemukiman.
A.
Kondisi Penduduk
Di Desa
Porame terdapat 1.498 jumlah penduduk yang terbagi atas 770 orang laki-laki dan
728 orang perempuan. Penduduk Desa Porame hidup rukun dan memiliki rasa gotong
royong yang besar, hal ini terlihat pada setiap kegiatan baik yang bersifat
sosial, keagamaan, adat, dan kegiatan lainnya yang mereka lakukan bersama-sama
tanpa mengharapkan imbalan.
3.2 Kondisi Geografis
1.
Letak
Dan Batas Desa Porame
Secara umum luas
desa Porame ini adalah 800 Ha dengan jumlah penduduk sebesar 1498 jiwa yang berada di
ketiggian 201 M dari permukaan laut. Seiring perkembangan pemekaran wilayah Kabupaten Sigi, desa Porame
mengalami perkembangan yang cukup cepat dan dijadikan sebagai pusat kecamatan
dari 9 desa di Kinovaro.
·
Adapun batas – batas wilayah Desa Porame yaitu :
a)
Sebelah Utara : Desa Boya Baliase
b)
Sebelah Selatan : Desa Uwemanje
c)
Sebelah Barat : Desa Balane
d)
Sebelah Timur : Desa padende
·
Orbitasi Desa Porame sendiri adalah
sebagai berikut :
a) Jarak dari Ibu Kota Kecamatan : 0,5 Km
b) Jarak dari Ibu Kota Kabupaten : 15 Km
c) Jarak dari Ibu Kota Propinsi : 10 Km
2.
Topografi Tanah Dan Iklim
Dilihat dari segi Geografi, Desa Porame merupakan suatu wilayah yang memiliki kemiringan antara 50
s/d 450 dan mempunyai tata guna lahan yang bervariasi, dimana yang
lebih dominan penggunaan lahan diperuntukan untuk pertanian, perkantoran,
persawahan, peternakan, Permandian dan perkebunan.
3.3
Kondisi Demografis
Di samping faktor lainnya
aspek demografi termasuk salah satu aspek yang sangat penting dalam suatu
wilayah Desa. Penduduk baik statusnya sebagai subyek dan terlebih lagi sebagai
subyek pembangunan merupakan salah satu sumber daya terpenting yang kemampuannya
harus ditumbuh kembangkan sehingga mampu menjawab berbagai perkembangan yang
terjadi sebagai dampak dari pembangunan itu sendiri. Penduduk atau masyarakat yang cukup
merupakan potensi sumber daya yang harus dimiliki oleh suatu wilayah, baik
secara kuantitas maupun kualitasnya. Hal ini karena dalam setiap proses
pembangunan, penduduk ataupun masyarakat merupakan objek sekaligus subyek dalam
setiap kegiatan.
Berdasarkan data tahun 2013 Desa Porame memiliki penduduk
sejumlah 1.498 jiwa dengan rincian
berdasarkan jenis kelamin sebagai berikut :
Tabel 1 : Jumlah Penduduk Menurut Jenis kelamin Tahun 2013
Jenis Kelamin
Jumlah (jiwa)
|
Laki-laki
770
|
Perempuan 728
|
Jumlah
1.498
|
Sumber
: Data Monografi Desa porame , Tahun 2013
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui
bahwa penduduk yang berjenis
kelamin laki-laki lebih sedikit dibandingkan
dengan jumlah penduduk berjenis kelamin perempuan.
Sementara itu jika dilihat dari struktur umur
maka penduduk Desa Porame akan tergambar
sebagaimana terlihat dalam tabel berikut berdasarkan data tahun 2013 yaitu
Tabel 2 : Jumlah Penduduk Menurut Struktur Umur Tahun 2013
Umur (Tahun) Jumlah (Jiwa)
|
0 – 5 118
|
6 –15
330
|
15 – 16 23
|
17 – 60 348
|
Sumber : Data Monografi Desa Porame, Tahun 2013
3.4
Kondisi Sosial Budaya dan Ekonomi
Kehidupan sosial di Desa Porame masih
terasa kental rasa kekeluargaan dan gotong royongannya hal ini dapat dilihat
pada pelaksanaan perayaan – perayaan yang ada dalam masyarakat baik itu
perayaan keagamaan maupun perayaan – perayaan adat. Dimana semua orang saling
membantu baik tenaga maupun pengadaan konsumsi untuk warga, semuanya dilakukan
secara keswadayaan masyarakat.
A.
Agama/kepercayaan
Keharmonisan hubungan antara penduduk di
kelurahan/desa Porame salah satu faktor pendukungnya adalah karena mereka tidak
melihat perbedaan agama sebagai penghambat dalam upaya integrasi dan asimilasi
sehingga menciptakan suasana aman, damai dan tenteram diantara seluruh penduduk
walau apapun agama yang dipeluknya.
B.
Mata Pencaharian
Berikut
ini kami tampilkan tabel dimana dari tabel dibawah ini kita dapat melihat dari
segi ekonomi bahwa Penduduk di kelurahan/desa Makmur memiliki berbagai macam
mata pencaharian yang terbagi dalam beberapa kelompok.
Tabel 3 :
Mata Pencaharian
Mata Pencaharian Jumlah
|
Buruh Tani 298
|
ABRI
2
|
Wiraswasta/Pedagang 103
|
Pegawai Negeri 30
|
Sumber:
Data Monografi Desa Porame, Tahun 2013
Adapun
jenis populasi ternak yang ada di Desa Porame menurut data monografi Desa
Porame yaitu :
a) Sapi :
327 ekor
b) Ayam :
1332 ekor
c) Itik : 205 ekor
d) Domba : 24 ekor
e) Kambing :
451 ekor
Adapun
jenis populasi ternak yang ada di Desa Porame menurut data monografi yaitu ayam
kampung berjumlah 1332 Ekor yang merupakan hewan ternak yang paling dominan dan
dikembangbiakkan di desa Porame.
Kegiatan perekonomian di wilayah Desa Porame terdiri dari
sektor-sektor kegiatan yang merupakan sumber mata pencaharian penduduk, yaitu
sebagai pegawai negeri, pedagang dan pegawai swasta,
namun sebagian masyarakat masih mengandalkan mata pencaharian bertani,
hal ini disebabkan masih tersedianya lahan pertanian di desa ini, meliputi sektor pertanian yang terdiri atas
sub sektor perkebunan dan peternakan.
A.
Sarana dan Prasarana Umum Desa Porame
Dari segi Sarana dan Prasarana
umum yang ada di Desa Porame sudah dapat dikatakan cukup memadai hal ini dapat dilihat dari tersedianya beberapa sarana dan prasarana yang ada seperti terlihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 4 : Jumlah Sarana dan Prasarana
No
|
Prasarana
|
Sarana
|
Jumlah
|
1.
|
Pendidikan
|
TK
Sekolah SD
SMP
SMA
|
1 unit
2 unit
1 unit
1 unit
|
2.
|
Kesehatan
|
Poskesdes
|
1 unit
|
3.
|
Peribadatan
|
Mesjid
Gereja
|
2 unit
1 unit
|
4.
|
Olah
Raga
|
Lapangan
sepak bola
|
1 buah
|
Sumber : Data
Monografi Desa Porame, Tahun 2013
BAB
IV
METODE
PENELITIAN
4.1.
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian
ini dilakukan pada Usaha Kecil Menengah (UKM) yang berada dalam daerah Desa Porame
Kecamatan Kinovaro Kabupaten Sigi dengan jangka waktu dua bulan mulai dari
tanggal 5 Maret 2013 s/d 11 Mei 2013.
4.2.
Jenis dan Sumber Data
Jenis
penelitian yang digunakan peneliti dalam menyusun karya tulis ilmiah ini adalah
metode penelitian kualitatif deskriptif. Adapun sumber data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah:
1)Data Primer
Data primer merupakan data lapangan
yang diperoleh langsung dari orang-orang atau pelaku yang menjadi subjek dalam
penelitian ini seperti melalui hasil observasi dan hasil wawancara.
2)Data Sekunder
Data Sekunder merupakan data primer
yang sudah diolah lebih lanjut dan disajikan oleh pihak pengumpul data primer
atau pihak lain misalnya dalam bentuk catatan maupun dokumen-dokumen.
4.3. Populasi dan Sampel
Populasi dalam hal ini berkaitan
dengan penelitian yaitu UKM di Desa Porame sebanyak 10 Usaha. Pengambilan
sebagian subjek dari populasi dinamakan sampel. Dengan kata lain, tidak semua
elemen dari populasi dapat dijadikan sampel. Cara pengambilan sampel dalam
penelitian ini adalah melalui beberapa tahapan. Pada tahapan pertama,
pengambilan sampel dengan menggunakan teknik purposive sampling yaitu
teknik penentuan sampel berdasarkan pertimbangan tertentu yaitu berdasarkan
tujuan penelitian. Teknik ini digunakan untuk menentukan sasaran sampel yang
akan digunakan oleh peneliti. Selanjutnya, pada tahapan kedua peneliti
menggunakan teknik Simple Random Sampling. Menurut Singarimbun (1989:
155) simple random sampling (sampel acak sederhana) ialah sebuah
sampel yang diambil sedemikian rupa sehingga tiap unit penelitian dari populasi
mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel.
4.4.
Teknik
Pengumpulan Data
Mengumpulkan data primer dan
data sekunder peneliti menggunakan beberapa teknik pengumpulan data yakni
observasi (pengamatan), wawancara mendalam, dan studi pustaka. Sedangkan
sebagai teknik tambahan yakni pembicaraan informal. Selanjutnya masing-masing
teknik pengumpulan data diuraikan sebagai berikut:
1)Observasi (Pengamatan)
Observasi/Pengamatan yang dimaksud
adalah pengamatan yang sistematis tentang kejadian dan tingkah laku dalam setting
sosial yang dipilih untuk diteliti.
2) Wawancara Mendalam
Menurut Indriantoro dan Supomo
(2002) wawancara merupakan teknik pengumpulan data dalam metode survei yang
menggunakan pertanyaan secara lisan kepada subyek penelitian”. Atau disebut
juga wawancara secara personal. Wawancara personal didefinisikan Dermawan
Wibisono (2008: 78) sebagai komunikasi langsung di mana pewawancara ada dalam
situasi tatap muka dan melakukan proses tanya jawab secara langsung dengan
responden.
3) Studi Pustaka
Studi pustaka merupakan metode
pengumpulan data dari berbagai sumber informasi dan mempelajari buku-buku yang
berhubungan dengan permasalahan yang akan dibahas. Studi pustaka dilakukan guna
melengkapi data dan informasi yang telah diperoleh melalui penelitian lapangan.
4) Wawancara Informal
Teknik wawancara informal digunakan
sebagai teknik tambahan dalam pengambilan data untuk memperoleh data tambahan.
Teknik ini akan dilakukan peneliti diluar dari penelitiannya namun terstruktur.
Penggunaan teknik ini dilakukan secara situsional sesuai dengan kebutuhan
peneliti.
BAB V
PEMBAHASAN
5.1
Penerapan
akuntansi
dilihat dari
kategori jenis kelamin, tingkat
pendidikan
pemilik/manajer UKM,
pengalaman
usaha pemilik/manajer UKM, umur perusahaan, jenis usaha, jumlah karyawan, dan
omzet perusahaan
Penelitian ini menguji tiga
Aspek
yaitu perbedaan penerapan
akuntansi dilihat dari kategori kelompok responden, pengaruh masing-masing kelompok responden terhadap penerapan
akuntansi,
dan pengaruh penerapan
akuntansi terhadap kinerja perusahaan.
Pengujian ini bertujuan untuk menguji lebih
dalam
tentang
perbedaan penerapan
akuntansi dengan
cara menguji per
kelompok
responden
berdasarkan jenis kelamin, tingkat pendidikan pemilik/manajer UKM,
pengalaman usaha
pemilik/manajer UKM,
umur
perusahaan, jenis
usaha,
jumlah karyawan, dan
omzet perusahaan.
Hasil pengujian pertama pada
sampel
yang diteliti
ditemukan bukti bahwa jenis kelamin,
tingkat pendidikan
manajer/pemilik
UKM, pengalaman
usaha manajer/pemilik UKM, umur perusahaan,
jenis usaha,
dan jumlah karyawan memiliki nilai yang tidak signifikan. Itu
berarti
bahwa
tidak ada
pengaruh jenis kelamin, tingkat
pendidikan manajer/pemilik UKM,
pengalaman
usaha manajer/pemilik
UKM,
umur perusahaan, jenis usaha,
dan jumlah
karyawan terhadap
penerapan akuntansi sehingga tidak
ada perbedaan
penerapan akuntansi dilihat
dari kategori
jenis kelamin, tingkat
pendidikan manajer/pemilik UKM,
pengalaman usaha
manajer/pemilik
UKM, umur perusahaan,
jenis usaha, dan
jumlah karyawan.
Variabel omzet
perusahaan ditemukan
bukti
bahwa omzet
perusahaan memiliki nilai yang signifikan. Itu
berarti
bahwa ada pengaruh omzet perusahaan dengan penerapan akuntansi sehingga ada perbedaan
penerapan akuntansi dilihat
dari kategori
omzet perusahaan.
Hasil pengujian
ini
sesuai
dengan penelitian
terdahulu Wahyudi (2009) bahwa omzet perusahaan berpengaruh terhadap penerapan akuntansi. Begitu juga dengan pengalaman usaha manajer/pemilik UKM
dan umur perusahaan sesuai bahwa omzet perusahaan berpengaruh terhadap penerapan akuntansi. Begitu juga dengan pengalaman usaha manajer/pemilik UKM
dan umur perusahaan sesuai dengan penelitian
Wahyudi
(2009) bahwa pengalaman
usaha manajer/pemilik UKM dan
umur perusahaan tidak
berpengaruh terhadap penerapan
akuntansi.
Penerapan akuntansi
pada
UKM dipengaruhi
oleh omzet perusahaan karena
semakin
tinggi omzet
perusahaan berarti semakin kompleks
pengelolaan keuangan yang
harus dilakukan oleh perusahaan tersebut.
Oleh karena itu, perusahaan membutuhkan bantuan suatu sistem
yang dapat memudahkan pengelolaan
keuangan
perusahaan, maka dari itu perusahaan
menerapkan akuntansi. Adapun, perusahaan
yang
omzetnya
masih kecil
banyak
yang belum menerapkan
akuntansi
karena dirasa
masih belum
perlu melakukan pengelolaan keuangan dengan rinci, cukup perhitungan manual saja. Selain itu, dengan omzet perusahaan
yang masih kecil perusahaan merasa
harus menanggung beban
yang lebih besar daripada pendapatannya apabila menerapkan akuntansi. Karena UKM dengan omzet
kecil menganggap akuntansi
terlalu
rumit dan
membutuhkan banyak waktu.
Berdasarkan hasil
pengujian
yang
terkait
dengan
perbedaan penerapan akuntansi, ditemukan bukti bahwa ternyata
memang
ada perbedaan
penerapan akuntansi pada tiap responden, namun perbedaan yang ada hanya disebabkan
oleh salah satu karakteristik responden,
yaitu
adanya perbedaan
penerapan akuntansi antar kategori omzet
perusahaan.
Perbedaan
penerapan
akuntansi antar kategori
omzet perusahaan
dapat dijelaskan sebagai berikut. Penerapan akuntansi pada UKM dengan omzet kurang dari Rp 25.000.000,- dan
penerapan akuntansi pada
UKM dengan omzet
Rp 25.000.000,- sampai dengan
Rp
75.000.000,- tidak
jauh berbeda karena
secara statistik
tidak berbeda signifikan.
Begitu
pula
antara penerapan akuntansi pada UKM dengan omzet Rp 25.000.000,- sampai dengan Rp
75.000.000,- dan penerapan akuntansi dengan omzet lebih dari Rp 75.000.000,- tidak jauh berbeda
karena secara statistik tidak berbeda signifikan. Namun,
antara penerapan akuntansi pada UKM dengan omzet kurang dari Rp 25.000.000,- dan penerapan
akuntansi pada
UKM dengan omzet
lebih dari
Rp
75.000.000,- sangat
berbeda karena secara statistik berbeda signifikan. Jadi, dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi
omzet
perusahaan, maka
perusahaan akan cenderung
menerapkan akuntansi.
UKM yang
memiliki omzet lebih dari
Rp 75.000.000,- dalam sebulan cenderung memiliki aktivitas operasional yang padat, jenis transaksi yang bervariasi, dan frekuensi yang sering. Oleh karena itu, UKM yang memiliki omzet
lebih dari
Rp
75.000.000,- tidak
hanya
membutuhkan
catatan ringan seperti UKM
pada umumnya,
melainkan
memerlukan pencatatan akuntansi yang lengkap. Pencatatan akuntansi yang lengkap dilakukan tidak hanya untuk
mengetahui laba atau rugi selama satu periode, tetapi juga untuk mengetahui informasi-informasi penting
yang mungkin diperlukan untuk tujuan lain. Seperti misalnya, pemilik/manajer UKM ingin memperluas area pemasaran atau mengajukan tambahan modal
ke
pihak bank,
maka pemilik/manajer UKM
membutuhkan lebih dari sekedar catatan akuntansi harian yang biasa dibuat UKM melainkan
catatan akuntansi rinci seperti yang disyaratkan
oleh ETAP,
yaitu laporan keuangan.
UKM yang memiliki omzet Rp 25.000.000,- sampai dengan Rp 75.000.000
cenderung membuat pencatatan akuntansi sederhana, biasanya hanya untuk
mencatat pendapatan dan utang – piutang. Hal tersebut
dikarenakan
aktivitas operasionalnya
belum banyak, jenis
transaksinya pun belum
terlalu
beragam, dan
frekuensinya masih jarang. Selain itu, cenderung tidak membutuhkan informasi khusus
mengenai keuangan sehingga dirasa
cukup membuat pencatatan akuntansi sederhana, yang penting bisa mengetahui laba atau rugi setiap
periode.
Untuk tambahan
modal biasanya pemilik/manajer UKM cenderung mengandalkan modal
keluarga atau
memimjam pada sanak
saudara.
UKM yang
memiliki omzet
kurang dari
Rp
25.000.000,- yang aktivitas operasionalnya masih jarang, jenis transaksinya tidak bervariasi, dan frekuensinya yang sangat
jarang cenderung tidak
melakukan pencatatan akuntansi, termasuk pencatatan akuntansi yang sederhana. Karena
UKM yang omzetnya
masih kecil cenderung tidak membutuhkan informasi yang detil mengenai kondisi
keuangannya, sehingga cukup menggunakan sistem mengingat untuk mengetahui jumlah utang – piutangnya, jumlah pendapatannya, dan laba atau ruginya. Yang paling penting bagi
pemilik/manajer UKM
dengan omzet
kecil adalah bukan bagaimana kinerja perusahaan mereka, melainkan bagaimana usaha mereka tetap bisa berjalan.
5.2 Penerapan akuntansi berpengaruh
terhadap
kinerja UKM di Desa Porame
Hasil pengujian kedua pada sampel yang diteliti ditemukan bukti
bahwa penerapan akuntansi memiliki nilai yang signifikan, bahwa ada pengaruh penerapan akuntansi terhadap kinerja perusahaan. Penerapan akuntansi berpengaruh terhadap kinerja perusahaan karena dengan akuntansi kita
dapat
melihat
secara
nyata
kinerja perusahaan,
yaitu melalui laporan keuangan.
Penerapan akuntansi, UKM dapat mengukur kinerja
perusahaannya,
sehingga pemilik/manajer dapat
mengambil keputusan dengan tepat terkait
dengan
pengembangan usahanya.
Penerapan
akuntansi tidak hanya perlu
dilakukan di perusahaan besar, usaha kecil dan menengah juga perlu menerapkan
akuntansi agar dapat berkembang dan mampu bersaing dengan perusahaan besar.
Di Indonesia juga telah ditetapkan
suatu standar khusus untuk akuntansi
pada UKM, yaitu
ETAP. Standar tersebut sengaja dibuat agar usaha kecil dan
menengah
tidak merasa diberatkan dengan beban penerapan akuntansi. Berdasarkan
hasil pengujian
yang
dilakukan,
mengidentifikasikan bahwa akuntansi
sangat penting dan perlu
diterapkan di
semua perusahaan
termasuk usaha kecil dan menengah (UKM) untuk meningkatkan kinerja perusahaan agar dapat bersaing dengan perusahan
– perusahaan
asing. Hal
ini
terbukti dengan
berbagai hasil yang diperoleh pada
pengujian yang dilakukan, ketika akuntansi diterapkan, perusahaan
menghasilkan
kinerja yang
lebih baik
daripada
sebelum menerapkan
akuntansi.
Di Porame sendiri penerapan SAK ETAP 99%
belum digunakan olek pengelola UKM, karena keterbatasan pengetahuan dan
kemampuan menjadi faktor utama belum digunakannya. Keadaan ini membuat pihak
UKM menjadi sulit untuk mengembangkan usahanya. Pihak kreditur juga mewajibkan
UKM untuk membuat laporan keuangannya sebagai syarat memberi pinjaman.
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
1.
Dari
hasil analisis
yang telah dikemukakan, ternyata tingkat penerapan akuntansi pada
UKM di wilayah Porame belum cukup baik.
Hal ini dapat dibuktikan dengan melihat rata-rata
dari jawaban
responden
yang sebagian besar
belum
menerapkan sistem akuntansi dengan baik.
2.
Berdasarkan
hasil analisis terhadap
hipotesis
pertama
dapat disimpulkan
bahwa jenis kelamin, tingkat pendidikan pemilik/manajer UKM, pengalaman
usaha pemilik/manajer
UKM, umur perusahaan,
jenis usaha, dan
jumlah karyawan tidak
memiliki pengaruh
terhadap penerapan
akuntansi
sehingga
tidak ada perbedaan penerapan akuntansi dilihat dari kategori jenis kelamin, tingkat pendidikan pemilik/manajer UKM, pengalaman usaha
pemilik/manajer UKM, umur perusahaan, jenis usaha, dan jumlah karyawan. Namun,
omzet perusahaan
memiliki pengaruh
secara signifikan
terhadap
penerapan akuntansi. Hasil tersebut
membuktikan bahwa hanya omzet secara
signifikan dilihat
dari kategori
omzet perusahaan.
Semakin tinggi omzet perusahaan, maka perusahaan akan cenderung menerapkan akuntansi.
3.
Hasil pengujian terhadap kinerja perusahaan pada hipotesis kedua ditemukan
bukti bahwa penerapan akuntansi memiliki pengaruh
secara signifikan terhadap
kinerja perusahaan. Hasil
tersebut
dapat membuktikan hipotesis kedua yang menyatakan, “Ada pengaruh penerapan akuntansi
terhadap kinerja perusahaan”. Penelitian ini diharapkan dapat perusahaan yang memiliki pengaruh terhadap penerapan akuntansi. Terbukti
hasil penelitian ini sejalan
dengan apa
yang
dikemukakan oleh
Muhamad Wahyudi bahwa omzet
perusahaan mempengaruhi persepsi pelaku UKM
mengenai penerapan akuntansi.
6.2
Saran Tindak
1. Pemerintah
daerah diharapkan mampu meningkatkan tingkat pendidikan Akuntansi yang masih
rendah di Wilayah, sehingga bisa mempraktekannya dalam membuka usaha.
2. Pemerintah
daerah perlu memberikan pelatihan dan pembinaan khususnya kepada masyarakat DesaPorame
tentang pembuatan laporan keuangan UKM sehingga bisa berkembang dengan cepat.
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Adi, M. Kwartono, Kiat Sukses Berburu Modal UMKM, Raih Asa Sukses,
Jakarta, 2009 Ikatan Akuntan Indonesia, Standar Akuntansi Keuangan
Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik, Jakarta, Mei 2009
Kementerian Koperasi dan
Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia, Pedoman Akuntansi
Bagi Usaha Kecil, Jakarta, 2003
Penelusuran
Website:
pksm.mercubuana.ac.id/new/elearning/…/31013-3-478126269633.do
0 komentar:
Posting Komentar