BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Akuntansi sebagai sistem, akuntansi sebagai
suatu ilmu, akuntansi sebagai suatu mitos, akuntansi sebagai seni pencatatan, semakin
lama semakin luas saja bidang cakupan akuntansi. Asumsi bahwa akuntansi bisa
mempengaruhi bidang apapun mulai terlihat nyata pada perkembangannya di era
globalisasi, di era layar yang kita hadapi sekarang.
Akuntansi semakin diperlukan oleh semua sektor
dan semua bidang. Sebuah sunnatullah yang diajarkan oleh Rasulullah S.A.W
tentang pentingnya pengelolaan keuangan dengan mengedepankan prinsip
transparansi. Telah jauh sebelumnya di lukiskan di dalam Surah Al-Baqarah ayat
282 tentang wajibnya mengedepankan transparansi dalam setiap transaksi dan
semakin jelas dengan pencatatan.
Akuntansi mulai menyentuh aspek keperilakuan
yaitu pada individu manusia itu sendiri menjadi tren positif di kalangan
praktisi dan akademik di bidang akuntansi. Dengan hanya melihat, mendengar,
mengetahui informasi, bahkan memberi pendapat terhadap laporan keuangan
ternyata tidak dapat dipungkiri, juga dipengaruhi oleh faktor sosilologis dan
psikologis manusia. Bisa saja kondisi seorang individu sebelum menyatakan
pendapatnya atas laporan keuangan berubah. Karena menurut penulis sendiri
faktor psikologis merupakan salah satu faktor internal dan mempunyai andil
penting ketika opini atau pendapat dikeluarkan terkait dengan laporan keuangan.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Tentang Pengantar Akuntansi Keperilakuan
2.
Metode Penelitian Akuntansi Keperilakuan
3.
Aspek Keperilakuan pada Akuntansi Pertanggungjawaban
4.
Aspek Keperilakuan pada Perencanaan Laba dan Penganggaran
5.
Aspek Keperilakuan pada Pengambilan Keputusan dan Para
Pengambil Keputusan
1.3 Tujuan Umum
Penyusunan makalah ini merupakan syarat ujian
mid semester dari mata kuliah Akuntansi Keperilakuan pada semester enam. Selain
merupakan syarat ujian semester, banyak kemudian manfaat yang kita dapatkan
ketika membaca, menelaah, dan membutuhkan informasi dari makalah ini. Makalah
ini juga merupakan ringkasan dari beberapa hasil diskusi kami dalam
perkuliahan. Tujuan dari makalah ini adalah memberikan informasi seluas-luasnya
kepada mahasiswa, dosen, civitas akademika tentang adanya aspek keperilakuan
yang turut mengambil andil penting dalam akuntansi. Terlebih lagi dari makalah
ini dapat memberikan informasi ke masyarakat pada umumnya.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengantar Akuntansi Keperilakuan
A.
Akuntansi Keperilakuan – Tinjauan Umum
Akuntansi
merupakan suatu system untuk menghasilkan informasi keuangan yang digunakan
oleh para pemakainya dalam proses pengambilan keputusan bisnis. Tujuan
informasi tersebut adalah memberikan petunjuk dalam memilih tindakan yang
paling baik untuk mengalokasikan sumber daya yang langka pada aktifitas bisnis
dan ekonomi. Namun, pemilihan dan penetapan suatu keputusan bisnis juga
melibatkan aspek-aspek keperilakuan dari para pengambil keputusan. Dengan
demikian, akuntansi tidak dapat dilepaskan dari aspek perilaku manusia serta
kebutuhan organisasi akan informasi yang dapat dihasilkan oleh akuntansi.
Akhirnya, akuntansi bukanlah suatu yang statis, tetapi akan selalu berkembang
sepanjang waktu seiring dengan perkembangan linkungan akuntansi, agar dapat
memberikan informasi yang dibutuhkan oleh penggunanya.
Pihak
pemakai laporan keuangan dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu pemakai internal (internal users)
dan pemakai eksternal (external
users). Sebagaimana dibahas sebelumnya, pemakaian laporan keuangan oleh
pihak internal dimaksudkan untk melakukan serangkaian evaluasi kinerja.
Sedangkan pihak eksternal, sama seperti pihak internal, tetapi mereka lebih
berfokus pada jumlah investasi yang mereka lakukan dalam orgnisasi tersebut.
Awal
perkembangan riset akuntansi keperilakuan menekankan pada aspek akuntansi
manajemen khususnya penganggaran (budgeting), namun domain dalam hal ini
terus berkembang dan bergeser kearah akuntansi keuangan, system informasi
akuntansi, dan audit. Banyaknya volume riset atas akuntansi keperilakuan dan
meningkatnya sifat spesialisasi riset, serta tinjauan studi secara periodic,
akan memberikan manfaat untuk beberapa tujuan berikut ini :
1. Memberikan
gambaran state of the art terhadap minat khusus dalam bidang baru yang
ingin diperkenalkan.
2. Membantu
dalam mengidentifikasikan kesenjangan riset.
3. Untuk
meninjau dengan membandingkan dan membedakan kegiatan riset melalui subbidang
akuntansi.
Akuntansi keperilakuan
menggunakan metodologi ilmu pengetahuan perilaku untuk melengkapi gambaran
informasi dengan mengukur dan melaporkan faktor manusia yang mempengaruhi
keputusan bisnis dan hasil mereka. Akuntasi keperilakuan menyediakan suatu
kerangka yang disusun berdasarkan tekhnik berikut ini, yaitu :
1. Untuk
memahami dan mengukur dampak proses bisnis terhadap orang-orang dan kinerja
perusahaan.
2. Untuk
mengukur dan melaporkan perilaku serta pendapat yang relevan terhadap
perencanaan strategis.
3. Untuk
mempengaruhi pendapat dan perilaku guna memastikan keberhasilan implementasi
kebijakan perusahaan.
Akuntansi
Konvensional
Ada banyak definisi dan
arti akuntansi yang ditulis oleh para ahli dan peneliti yang merupakan pakar
dibidang akuntansi. Salah satu diantaranya, Siegel dan Marconi (1989), mendefinisikan
akuntansi sebagai suatu disiplin jasa yang mampu memberikan informasi yang
relevan dan tepat waktu mengenai masalah keuangan perusahaan dan untuk membantu
pemakai internal dan eksternal dalam proses pengambila keputusan ekonomi.
Akuntansi
sebagai suatu Sistem Informasi
Akuntansi menjadi yang
terdepan dan berperan penting dalam menjalankan ekonomi dan system social kita.
Keputusan-keputusan yang diambil oleh para individu, pemerintah, dan badan
usaha lainnya seringkali ditentukan oleh penggunanya berdasarkan pada sumber
daya yang dimiliki.
Akuntansi
adalah Sistem
Keterlibatan pemakai dalam
pengembangan system informasi adalah merupakan bagian integral dari kesuksesan
suatu system informasi. Keterlibatan pemakai ini seharusnya ada pada semua tahap
yang dinamakan siklus hidup pengembangan system. Tahap tersebut adalah
perencanaan, analisis, perancangan, implementasi, dan pascaimplementasi.
Akuntansi
adalah Informasi
Informasi yang digunakan
oleh menejemen harus memiliki karakteristik seperti akurat dan tepat waktu.
Tersedianya informasi secara cepat, relevan, dan lengkap lebih dikarenakan
adanya kebutuhan yang sangat dirasakan oleh masing-masing unit bisnis untuk
mendapatkan posisi keuggulan kompetitif.
B.
Perkembangan Sejarah Akuntansi Keperilakuan
Riset
akuntasi keperilakuan merupakan suatu bidang baru yang secara luas berhubungan
dengan perilaku individu, kelompok, dan organisasi bisnis, terutama yang
berhubungan dengan proses informasi akuntasi dan audit. Riset akuntansi
keperilakuan merupakan suatu fenomena baru yang sebetulnya dapat ditelusuri
kembali pada awal tahun 1960-an, walaupun sebetulnya dalam banyak hal riset
tersebut dapat dilakukan lebih awal. Riset akuntansi keperilakuan meliputi
masalah yang berhubungan dengan :
1. Pembuatan
keputusan dan pertimbangan oleh akuntan dan auditor.
2. Pengaruh
dan fungsi akutansi seperti partisipasi dalam penyusunan anggaran,
karakteristik system informasi, dan fungsi audit terhadap perilaku baik
karyawan, manajer, investor, maupun wajib pajak.
3. Pengaruh
hasil dari informasi tersebut, seperti informasi akuntansi dan penggunaan
pertimbangan dalam pembuatan keputusan.
C.
Landasan Teori dan Pendekatan Akuntansi Keperilakuan
Dari
Pendekatan Normatif ke Deskriptif
Pada
awal perkembangannya, desain riset dalam bidang akuntansi manajemen masih
sangat sederhana, yaitu hanya memfokuskan pada masalah-masalah perhitungan
harga pokok produk. Seiring dengan perkembangan teknologi produksi,
permasalahan riset diperluas dengan diangkatnya topik mengenai penyusunan
anggaran, akuntansi pertanggung jawaban, dan masalah harga transfer.
Dari
Pendekatan Universal ke Kontijensi
Riset akuntansi keperilakuan pada awalnya dirancang
dengan pendekatan universal (universalistic approach), seperti riset
argyris di tahun 1952, hopwood (1972), dan otley (1978). Tetapi karena
pendekatan ini memiliki banyak kelemahan, maka segera muncul pendekatan lain
yang selanjutnya mendapat perhatian besar dalam bidag riset, yaitu pendekatan
kontijensi (contingency approach).
Berbagai riset yang meggunakan pendekatan kontijensi
dilakukan dengan tujuan megidentifikasikan berbagai variable kentijensi yang
memengaruhi perancangan dan penggunaan sistem pengendalian menejemen. Secara
ringkas, berbagai variable kontijensi yang memengaruhi desain system
pengendalian manajemen tersebut adalah sebagai berikut:
1.
Ketidakpastian (uncertainty).
2.
Teknologi dan saling ketergantungan (technology and interdependence).
3.
Industry, perusahaan, dan unit variable.
4.
Strategi kompetitif (competitive strategy).
5.
Faktor-faktor yang dapat di amati (observability factor).
2.2 Metode Riset
Akuntansi Keperilakuan
Masalah-masalah etika
yang dihadapi riset keperilakuan di antaranya adalah sebagai berikut. Melakukan riset bukanlah
hal yang mudah. Butuh tahapan-tahapan panjang hingga akhirnya terwujudlah suatu
hasil riset yang baik. Dan dalam penyusunannya pun juga tidak sembarangan. Ada
beberapa hal yang wajib untuk diperhatikan. Untuk itulah mengapa sebelum
melakukan riset, terlebih dahulu dimengerti tentang apa itu etika riset. Ini
karena dalam melakukan sebuah riset, banyak pihak yang terlibat dan etika riset
digunakan sebagai pedoman peneliti dalam bertindak terutama dengan orang lain
yang notabene adalah subjek penelitian. Selain itu, karena riset merupakan
bagian yang tak terpisahkan dari sebuah siklus keilmuan dimana hal tersebut
sangat berpengaruh terhadap perkembangan dunia ilmu itu sendiri, tentunya dalam
perkembangan keilmuan tersebut, terdapat sebuah etika yang melandasi seorang
peneliti dalam melakukan riset. Hal ini telah memberikan sebuah penilaian
mengenai pentingnya etika dalam riset yang dapat dijadikan sebuah patokan
sehingga penelitian tersebut benar-benar berada dalam koridor siklus keilmuan.
Ketika mendengar kata ‘etika’, yang terlintas
dalam pikiran adalah suatu hal yang berhubungan dengan sopan santun atau adat
istiadat. Secara sederhana, Nicholas Walliman menyatakan bahwa etika adalah
aturan yang diperlukan dalam melakukan riset dan para peneliti diharuskan untuk
mengetahui sekaligus mengerti terlebih dulu tentang etika ini sebelum melakukan
penelitian. Sementara itu, David B. Resnik berpendapat
bahwa etika merupakan metode, prosedur, atau perspektif dalam memutuskan
bagaimana melakukan dan menganalisis isu atau problema yang kompleks dalam
realitas sosial. Dalam hal ini, perlu digarisbawahi
bahwa apa yang dimaksud etika dalam penelitian bukan berbicara pada ranah
benar-salah (right and wrong) tapi lebih pada
etis-tidaknya tindakan yang dilakukan peneliti dalam setiap proses
penelitiannya. Hal ini mengindikasikan bahwa dalam melakukan penelitian
terdapat beberapa tata nilai yang harus dipegang dan dilaksanakan oleh
peneliti, karena dalam penelitian pun terdapat etika penelitian (etika
research).
Etika penelitian
merupakan hal yang sangat penting untuk menunjukkan kadar taat asas dalam
setiap aspek penelitian yang dilakukan. Menurut Resnik, setidaknya terdapat
lima alasan mengenai pentingnya etika penelitian, pertama, etika penting guna
menunjang tujuan penelitian itu sendiri, yaitu demi mencapai pengetahuan dan
kesahihan. Hal ini akan meminimalisir fabrikasi, falsifikasi, dan
misrepresentasi data. Kedua, untuk menjamin adanya kegiatan kolaboratif dalam
penelitian baik antar maupun sesama peneliti dalam satu disiplin atau lembaga
tertentu. Ini memberikan pengakuan dan penghargaan terhadap hasil karya orang
lain. Ketiga, menjamin akuntabilitas terhadap publik, hal ini terutama
penelitian yang dananya bersumber dari pendanaan public, seperti penelitian
yang dilakukan oleh instansi pemerintahan. Dengan demikian, etika yang ada
dapat memberikan guidance bagi peneliti untuk benar-benar akuntabel
dalam penelitiannya. Keempat, dengan adanya etika maka kualitas dan integritas
peneliti sudah terkualifikasi sehingga akan sangat mudah dalam memperoleh
dukungan public, karena public yakin akan kualitas dan integritas peneliti
tersebut. Dan terakhir, etika dapat membangun dan memajukan tata nilai moral
dan sosial yang ada, seperti tanggung jawab social, taat hukum, dan hak asasi
manusia. Dengan demikian maka nilai tersebut akan
tertanam di dalam diri peneliti dalam setiap proses penelitian yang ia lakukan.
Dinamika yang diharapkan adalah lahirnya tanggung jawab moral akademik maupun
non-akademik dari dalam diri peneliti untuk bisa mempertanggungjawabkan apa
yang ia tulis.
Apa yang dinamakan etika research
dalam ilmu sosial, masih belum terkodifikasi secara jelas karena setiap
disiplin ilmu memiliki standar tersendiri, selain bahwa dunia sosial merupakan
fenomena yang kompleks dimana manusia merupakan subjek penelitian. Namun,
setidaknya terdapat etika yang secara general dapat dipakai sebagai prosedur
atau patokan yang bisa diterima sebagai etika research pada umumnya di
dunia sosial, yaitu Kejujuran, peneliti harus menekankan aspek kejujuran dalam
penelitiannya, seperti dalam penggunaan metode, mengumpulkan dan menganalisis
data, dan menuliskan laporan penelitian. Jangan memfabrikasi dan falsifikasi
data. Objektifitas, peneliti
harus objektif dalam setiap proses penelitian sehingga laporan yang dihasilkan
merupakan hasil interpretasi empiris terhadap data bukan interpretasi subjektif
peneliti. Sehingga ini dapat menghindarkan bias maupun self-deception. Integritas, peneliti harus memiliki
sifat konsekuen dalam setiap tindakan maupun pemikiran ketika meneliti. Kehati-hatian, etika ini diperlukan
untuk menghindarkan peneliti terjebak dalam kealpaan dan kesalahan dalam
penelitian, seperti mengumpulkan data, menulis hasil wawancara, mencatat data
dari korespondensi, dan lain-lain. Keterbukaan,
peneliti harus memiliki sifat terbuka terhadap kritik dan masukan mengenai penelitiannya.
Penghormatan terhadap Hak Kekayaan
Intelektual, etika ini memberikan guidance agar peneliti
menghormati dan menghargai karya orang lain dengan tidak mengutip atau
parafrase tanpa izin maupun mencantumkan sumbernya, karena kalau tidak,
peneliti telah melakukan plagiarisme. Konfidensialitas,
peneliti harus menjamin kerahasiaan data-data yang off the record,
selain menjaga kerahasiaan nara sumber yang tidak ingin dipublikasikan. Tanggung Jawab Publikasi, penelitian
selayaknya bukan merupakan ambisi pribadi atau untuk kepentingan pribadi semata
tapi penelitian selayaknya memberikan nilai manfaat bagi publik, dan untuk itu
harus dipublikasikan pada khalayak. Penghargaan
pada Kolega, hormati kolega dan perlakukan mereka sama dalam setiap
proses penelitian. Tanggung Jawab
Sosial, penelitian selayaknya dilakukan untuk memajukan publik dan
mencegah kekacauan sosial. Non-Diskriminasi,
hindari diskriminasi terhadap co-peneliti dan informan dalam basis seks, ras,
etnis, maupun faktor lain yang tidak berhubungan dengan kompetensi dan
integritas keilmuan mereka. Kompeten,
peneliti harus memiliki kompetensi di bidangnya sehingga penelitian tersebut
membuahkan laporan yang kredibel dan maksimal. Kompetensi ini dapat dibangun
dengan terus belajar dan memperbanyak referensi yang berada dalam skop
disiplinnya. Legalitas, peneliti
harus mengetahui aspek-aspek legal yang diatur dalam hukum dan kebijakan
pemerintah setempat. Perlindungan
Terhadap Manusia, penelitian yang dilakukan jangan sampai menimbulkan
bahaya, resiko, dan side-effect terhadap populasi manusia dimana
peneliti mengambil sampel penelitian. Konflik
Kepentingan, peneliti harus bisa membatasi dan menghindari konflik
kepentingan yang mungkin muncul dalam proses penelitiannya, jadilah peneliti
yang profesional.
Permasalahan profesi
akuntansi sekarang ini banyak dipengaruhi masalah kemerosotan standar etika dan
krisis kepercayaan. Krisis kepercayaan ini seharusnya menjadi pelajaran bagi
para akuntan untuk lebih berbenah diri, memperkuat kedisiplinan mengatur dirinya
dengan benar, serta menjalin hubungan yang lebih baik dengan para klien atau
masyarakat luas. Misal:
skandal Enron yang melibatkan Arthur Anderson, serta skndal Worldcom, Merck,
dan Xerox, profesi akuntan di dunia menjadi gempar. Cara yang lebih baik dan
ideal dalan mengatasi dilema ini adalah dengan mempertimbangkan kecukupan dari
kesempatan yang ada selanjutnya memberikan reaksi terhadap apa yng menjadi
kekawatiran di dalamnya.
Desain riset adalah
kerangka kerja atau rencana untuk melakukan studi yang akan digunakan sebagai
pedoman dalam mengumpulkan dan menganalisis data. Desain riset berhubungan
dengan temuan masalah sebagai berikut. Desain penelitian/riset (research
design) merupakan suatu cetak biru (blue print) dalam hal bagaimana data dikumpulkan,
diukur, dan dianalisis. Melalui desain inilah peneliti dapat mengkaji alokasi
sumber daya yang dibutuhkan. Desain penelitian yang dipilih hendaknya
disesuaikan dengan tujuan penelitian, yaitu untuk mengetahui, mendeskripsikan,
atau mengukur, maka desain penelitian masing-masing adalah desain eksploratif,
deskriptif, atau kausal.
Salah satu peranan
penting dari riset akuntansi keperilakuan adalah membantu merumuskan masalah
yang harus diatasi. Riset hanya dapat dirancang secara sistematis untuk
memberikan informasi berharga jika masalah yang dihadapi telah dirumuskan
secara jelas dan akurat. Proses perumusan masalah meliputi pula spesifikasi
tujuan riset yang dilakukan.
Pada tahapan penentuan
desain riset ini dibuat kerangka untuk melaksanakan penelitian. Di dalamnya
memuat secara rinci prosedur untuk pengumpulan data, cara pengujian hipotesis,
kemungkinan jawab terhadap research questions samapi dengan model
analisis yang dipergunakan.
Sumber data riset
merupakan faktor penting yang menjadi pertimbangan dalam penentuan metode
pengumpulan data.
Data sekunder adalah
sumber data riset yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melaui media
perantara. Data sekunder pada umumnya berupa bukti, catatan, atau laporan
historis yang telah tersusun dalam arsip baik yang dipublikasikan dan yang
tidak dipublikasikan. Manfaat dari data sekunder adalah lebih meminimalkan
biaya dan waktu, mengklasifikasikan permasalahan-permasalahan, menciptakan
tolok ukur untuk mengevaluasi data primer, dan memenuhi kesenjangan-kesenjangan
informasi. Jika informasi telah ada, pengeluaran uang dan pengorbanan waktu
dapat dihindari dengan menggunakan data sekunder. Manfaat lain dari data
sekunder adalah bahwa seorang peneliti mampu memperoleh informasi lain selain
informasi utama.
Data primer adalah
sumber data riset yang diperoleh secara langsung dari sumber asli atau pihak
pertama. Data primer secara khusus dikumpulkan oleh peneliti untuk menjawab
pertanyaan riset. Data primer dapat berupa pendapat subjek riset (orang) baik
secara individu maupun kelompok, hasil observasi terhadap suatu benda (fisik),
kejadian, atau kegiatan, dan hasil pengujian. Manfaat utama dari data primer
adalah bahwa unsur-unsur kebohongan tertutup terhadap sumber fenomena. Oleh
karena itu, data primer lebih mencerminkan kebenaran yang dilihat.
Bagaimanapun, untuk memperoleh data primer akan menghabiskan dana yang relatif
lebih banyak dan menyita waktu yang relatif lama. Misalnya, pengumpulan data
melalui cara mengamati perilaku, melakukan survei, atau eksperimen laboratorium.
Dalam menjamin validitas
data primer dan sekunder, hanya informasi-informasi esensial yang seharusnya
diharapkan dari responden. Para peneliti seharusnya menentukan dasar dari
keinginan informasi dan memilih suatu format pertanyaan yang akan menyediakan informasi
dengan sedikit pembatasan terhadap responden. Pertanyaan-pertanyaan dapat
bersifat terbuka (open ended) atau sudah ditentukan
kemungkinan-kemungkinan jawabannya (close ended). Suatu pertanyaan open-ended
diminta untuk suatu jawaban yang bebas. Pertanyaan close-ended menawarkan bermacam-macam pilihan jawaban
kepada responden. Responden diminta untuk memilih satu atau lebih pilihan
jawaban. Manfaat dari format pertanyaan ini termasuk memudahkan jawaban dari
para responden dan memudahkan tabulasi dan penjelasan dari peneliti.
Alat ukur riset valid
dan andal akan dijelaskan sebagai berikut. Tinggi fisik seseorang dapat diukur
dengan menggunakan inci atau meter. Hanya ada sedikit keraguan mengenai apakah
alat ukur yang digunakan sudah memadai ketika kita mengacu pada tinggi dan
berat badan seseorang. Namun, ketika kita tertarik untuk mengukur sifat dan
perilaku seseorang, alat ukur apa yang akan kita gunakan? Tidak ada ukuran
ataupun skala untuk mengukur sikap kerja atau untuk mengidentifikasikan suatu organisasi
atau keberhasilan secara tepat. Oleh karena itu, seorang peneliti harus
mengembangkan instrumen risetnya untuk mengukur fenomena-fenomena perilaku
tersebut.
Terdapat dua hal penting
yang berhubungan dengan perencanaan riset perilaku, yang pertama adalah yang
diukur berkaitan dengan hal-hal yang sah (validitas) dan yang kedua adalah yang
diukur berkaitan dengan hal-hal yang tidak representatif (andal). Dua hal
tersebut dinilai dengan validitas dan keandalan.
Validitas mengacu pada
lingkup apa yang diukur pada kenyataannya. Peneliti ingin melakukan pengukuran
dan apa yang diukur seharusnya berkaitan dengan masalah risetnya. Keandalan
berkaitan dengan apakah suatu teknik khusus jika digunakan di lapangan dan
waktu yang berbeda akan menghasilkan sesuatu yang sama. Dalam hal itu, peneliti
mengacu pada konsistensi dari suatu alat ukur. Peneliti tergantung pada
ukuran keandalan tetapi tidak tergantung pada alat ukur yang tidak andal.
Validitas ada beberapa
jenis, yaitu (1) validitas isi—konsep masalah yang diukur; (2) validitas
prediktif—pengujian prediksi perilaku; (3) validitas konkuren—alat ukur
kruteria sekarang atau masa lalu; dan (4) validitas konstruksi—pengukuran
sesuai dengan teori atau tidak.
Reliabilitas mengacu
pada suatu instrumen alat ukur yang andal akan menghasilkan alat ukur yang
stabil di setiap waktu. Aspek lain dari keandalan adalah akurasi dari instrumen
pengukuran.
Hanya
informasi-informasi esensial yang seharusnya diharapkan dari responden. Para
peneliti seharusnya menentukan dasar dari keinginan informasi dan memilih suatu
format pertanyaan yang akan menyediakan informasi dengan sedikit pembatasan
terhadap responden. Pertanyaan-pertanyaan dapat bersifat terbuka (open
ended) atau sudah ditentukan kemungkinan-kemungkinan jawabannya (close
ended). Suatu pertanyaan open-ended diminta untuk suatu jawaban yang
bebas. Pertanyaan close-ended menawarkan bermacam-macam pilihan jawaban
kepada responden. Responden diminta untuk memilih satu atau lebih pilihan
jawaban. Manfaat dari format pertanyaan ini termasuk memudahkan jawaban dari
para responden dan memudahkan tabulasi dan penjelasan dari peneliti.
2.3 Aspek Keperilakuan pada Akuntansi
Pertanggungjawaban
Organisasi merupakan suatu kegiatan usaha,
baik itu organisasi yang menyediakan jasa maupun organisasi yang melakukan
produksi, yang dilakukan oleh sekelompok orang yang terlibat dalam organisasi
tersebut. Dalam proses menjalankan organisasi, tidak bisa dinafikkan kalau
orang - orang yang terlibat di dalamnya memiliki warna yang berbeda dan kepentingan
yang berbeda pula.
Namun dari semua perbedaan tersebut hal
yang terpenting adalah bagaimana agar semua itu sesuai dengan visi dan misi
organisasi oleh karena itu dibutuhkan sistem pengendalaian yang baik dan
dilakukan secara konsisten dan sistematis dengan tujuan untuk memperkecil
bentuk-bentuk kepentingan tersebut demi tercapainya tujuan dan
kepentingan organisasi yang apabila dibawa dalam ekonomi ada yang dikatakan
akuntansi keperilakuan yang lebih terfokus pada laporan kinerja atau
laporan prilaku karyawan, sebagai pengawas perusahaan atau organisasi.
Dalam akuntansi keperilakuan yang
berbicara tentang perilaku selalu berbarengan dengan akuntansi pertanggung
jawawban dimana merupakan penjelas akuntansi perencanaan, pengukur,
pengevaluasi kinerja organisasi, pemegang kendali bagi orang-orang yang
bertanggung jawab menjalankan operasi dan jawaban bagi setiap masalah umum
pada akuntansi managemen, serta merupakan komponen penting dari sistem
pengendalian sebab pada laporan pertanggung jawababn mencakup semua aspek
perilaku yang akan dikendalikan oleh perusahaan.
Akuntansi pertanggung jawaban
memberikan suatu kerangkah kerja yang berarti untuk melakukan
perencanaan, agregasi data, dan pelaporan hasil kinerja operasi di sepanjang
jalur pertanggung jawaban dan pengendalian, yang ditujukan untuk manusia ,
peran mereka serta tugas yang dibebankan kepada mereka yang merupakan penilaian
terhadap kerja perusahaan dan bukan sebagai mekanisme imporsonal untuk
akumulasi dan pelaporan data secara menyeluruh.
Akuntansi pertanggung jawaban berbeda dengan
akuntansi konvensional, dalam hal cara operasi direncanakan dan cara data
akuntansi diklasifikasikan dan diakumulasikan. Dalam akuntansi konvensional,
data diklasifikasikan berdasarkan hakikat dan fungsinya dan tdak digambarkan
sebagai individu-individu yang bertanggung jawab atas terjadinya dan
pengendalian terhadap data tersebut.
Sedangkan pada akuntansi pertanggung
jawaban tidaklah melibatkan deviasi apapun dari prinsip akuntansi yang
diterima secara umum, akuntansi pertanggung jawaban meningkatkan relefansi dan
informasi akuntansi dengan menetapkan suatu kerangka untuk perencanaan,
akumulasi data, dan pelaporan yang sesuai dengan struktur organisasi dan
hirarki pertanggungjawaban dari suatu perusahaan.
Akuntansi pertanggung jawaban melaporkan baik
siapa yang menjalankan uang tersebut maupun apa yang dibeli oleh uang tersebut.
Olehnya itu sangat pantas bila pada akuntansi pertanggung jawaban dilibatkan
dimensi manusia pada perencanaan, akumulasi data dan pelaporan. Akuntansi
pertanggung jawaban memperkecil penyelewengan dana karena biaya
dianggarkan dan diklasifikasikan sepanjang garis tanggungjawaban, sehingga
dengan begitu laporan yang diterima oleh pihak manager segman sangat sesuai untuk
mengevaluasi kinerja dan alokasi penghargaan.
Bisa dikatakan bahwa akuntansi pertanggung
jawaban merupakan salah satu kajian dalam ilmu akuntasi yang lebih memfokuskan
diri aspek tanggungjawab dari satu atau lebih anggota organisasi atas
suatu pekerjaan , bagian atau segmen tertentu. Akuntansi pertanggung jawban
juga melibatkan aspek keperilakuan dari anggota organisasi . yang menyebabkan
akuntansi pertanggung jawaban dapat dipandang sebagai alat pengendali
bagi organisasi. Kinerja setiap individu, kelompok, maupun devisi dapat
dijelaskan dari laporan yang diungkapkan dalam akuntansi pertanggung jawaban.
Oleh karena itu aspek-aspek keperilakuan juga
menjadi sorotan penting dalam implememntasi akuntansi pertanggung jawaban.
Masalah-masalah yang terkait dengan keprilakuan dalam akuntansi
pertanggungjawaban dapat berdampak serius bagi individu dan organisasi.
Perilaku menyimpang dari yang diharapkan, rendahnya motifasi dan tidak
layaknya para menejer pusat pertanggungjawaban adalah contoh - contoh dari
gagalnya pusat pertanggung jawaban untuk mengakomodasi aspek-aspek keprilakuan
secara tepat.
Sistem pengendalian pada setiap perusahaan
harusnya tidak hanya melihat perilaku menyimpangnya tapi juga harus
mencari tahu kenapa hal tersebut muncul dan menjadi wabah pada tiap karyawan,
adanya penyimpangan mengisyaratkan adanya ketidak puasan, hal ini merupakan
gejala yang menghasilkan gejala baru dan tidak bisa dinafikkan ketika terjadi
ketidakpuasan maka akan muncul reaksi baru yang juga memunculkan ketidak puasan
baru.
Salah satu faktor penyebab pembangkangan para
karyawan dikarenakan tidak sesuainya tenaga dengan hasil yang mereka peroleh,
memang sangat betul motifasi tiap karyawan merupakan salah satu solusi
dari penyimpangan tersebut namun yang jadi masalah betul tidak motifasi
tersebut sesuai dengan kebutuhan yang mereka harapkan, dan betul tidak hal
tersebut bisa menumbuhkan semangat kerja mereka.
Seharusnya sistem pengendalian melihat
semuanya itu tidak hanya mengharap kinerja yang baik yang nantinya akan dibawa
dalam laporan pertanggung jawaban tapi juga harus menjadi solusi dari
penyimpangan tersebut. Kalau memang sistem pengendalian dan fungsi dari pada
akuntansi pertanggung jawaban bisa terlaksana dengan optimal maka kesenjangan
ekonomi tidak perlu lagi dicari solusinya bila gaji karyawan dinilai
berdasarkan kinerja maka keadilan kaum buruh bukan menjadi mimpi lagi, tapi
yang menjadi masalah kenapa sampai sekarang kesenjangan ekonomi antara kaum
buruh masih sangat terlihat jelas dan keadilan terhadap kaum buruh masih
menjadi mimpi indah yang selalu menjadi harapan palsu.
Bila segala sesuatunya betul-betul dinilai
berdasarkan kinerja maka dengan sendirinya akan memotifasi tiap karyawan dan
atasan untuk bekerja lebih baik dan pasti visi dan misi perusahaan akan
menjadi tujuan bersama karena ada motifasi berupa penghargaan yang mendorong
untuk bekerja lebih giat, sebab tidak bisa dinafikkan segalah bentuk
kecurangan, kemalasan dan hal - hal yang menyimpang lainya itu muncul karena
adanya kekecewan yang berarti pengendalian terhadap karyawan itu tidak
terlaksana secara optimal, meskipun optimal belum menjamin para karyawan akan
bekerja sesuai kebutuhan perusahaan karena tidak ada kepuasan yang diterima
oleh karyawan, harusnya akuntansi pertanggung jawaban menjadi ukuran tinggi
rendahnya gaji karyawanm dan tidak hanya berfokus pada arus kas perusahaan dan
penilaian terhadap kinerja tanpa imbalan yang berarti.
Sangat tidak adil ketika disisi lain
perusahaan mengharapkan kinerja yang baik dari para karyawan namun pada
akhirnaya balasan dari hal tersebut hanyalah berupa pujian dan bonus yang hanya
sesekali diterima sedangkan para kaum guru hampir tiap hari memberikan laba
dari peningkatan kinerja produksi para karyawan, bisa saya katakan akuntansi
pertanggung jawaban dan sistem pengendalian yang diterapkan oleh perusahaan
justru menjadi bentuk nyata penindasan, dan eksploitasi nyata bagi kaum
buruh yang hanya bertujuan untuk peningkatan bagi kaum elit yang selalu
menindas kaum lemah.
2.4 Aspek Keperilakuan pada Perencanaan Laba
dan Penganggaran
Pada dasarnya aspek keperilakuan dari penganggaran
mengacu pada perilaku manusia yang muncul dalam penyusunan anggaran dan
perilaku manusia yang didorong ketika manusia mencoba untuk hidup dengan
anggaran.
Beberapa fungsi anggaran yaitu:
- Anggaran merupakan
hasil akhir dari proses perencanaan perusahaan.
- Anggaran merupakan
cetak biru perusahaan untuk bertindak, yang mencerminkan prioritas
manajemen dalam alokasi sumber daya organisasi.
- Anggaran bertindak
sebagai suatu alat komunikasi internal yang menghubungkan beragam
departemen atau divisi organisasi yang satu dengan lainnya.
- Dengan menetapkan
tujuan dalam kriteria kinerja yang dapat diukur, anggaran berfungsi
sebagai standar terhadap mana hasil operasi aktual yang dapat dibandingkan.
- Anggaran berfungsi
sebagai alat pengendalian yang memungkinkan manajemen untuk menemukan
bidang-bidang yang menjadi kekuatan atau kelemahan perusahaan.
- Anggaran mencoba
untuk mempengaruhi dan memotivasi baik manajer maupun karyawan untuk terus
bertindak dengan cara yang konsisten dengan operasi yang efektif dan
efisien serta selaras dengan tujuan organisasi.
Anggaran telah menjadi alat manajemen yang diterima untuk
meencanakan dan mengendalikan aktivitas organisasi.
Pandangan
Perilaku terhadap Proses Penyusunan Anggaran
Ada tiga tahapan utama dalam proses penyusunan anggaran
yaitu;
- Penetapan tujuan.
- Implementasi.
- Pengedalian dan
evaluasi kinerja.
Untuk menyusun suatu anggaran atau rencana laba, terdapat
langkah-langkah tertentu yang harus diambil;
- Manajemen puncak
harus memutuskan apa yang menjadi tujuan jangka pendek perusahan dan
strategi mana yang akan digunakan untuk mencapainya.
- Tujuan harus
ditetapkan dan sumber daya dialokasikan.
- Suatu anggaran
atau rencana laba yang komprehensif harus disusun, kemudian disetujui oleh
manajemen puncak.
- Anggaran digunakan
untuk mengendalikan biaya dan menentukan bidang masalah dalam organisasi
tersebut dengan membandingkan hasil kinerja aktual dengan tujuan yang
telah dianggarkan secara periodik.
Konsekuensi Disfungsional dari Proses Penyusunan Anggaran
Berbagai fungsi anggaran seperti penetapan suatu tujuan,
pengedalian, dan mekanisme evaluasi kinerja dapat memicu berbagai konsekuensi
disfungsional, seperti rasa tidak percaya, resistensi, konflik, internal, dan efeksamping
lainnya yang tidak diinginkan.
Relevansi Konsep Ilmu Keprilakuan dalam Lingkungan
Perencanaan
Dampak dari lingkungan perencanaan
Pada dasarnya lingkungan perencanaan mengacu pada
struktur, proses, pola-pola interaksi dalam penetapan kerja. Hal tersebut
kadang kala disebut dengan budaya atauu iklim organisasi.
Ukuran dan struktur organisasi
Ukuran dan strutur pada organisasi mempengaruhi prilaku
manusia dan pola interaksi dalam tahap penetapan tujuan, implementasi, dann
pengendalian serta evaluasi terhadap proses perencanaan.
Gaya kepemimpinan
Gaya kepemimpinan juga dapat mempengaruhi lingkungan
perencanaan organisas. Teori X dari McGregor menjelaskan gaya kepemimpinan yang
otoriter dan dikendalikan secara ketat, dimana kebutuhan efisiensi dan pengendalian
mengharuskan pendekatan manajerial tersebut untuk berurusan dengan bawahannya.
Berbeda dengan Teori Y yang dikemukakan oleh McCregor dan gaya
kepemimpinan Likert mendorong tingkat keterlibatan dan partisipasi karyawan
dalam penentuan tujuan dan pengembilan keputusan.
Stabilitas lingkungan organisasi
Faktor lingkungan eksternal juga mempengaruhi lingkungan
perencanaan yang meliputi iklim politik dan ekonomi, ketersediaan pasokan,
struktur industri yang melayani organisasi, hakikat persaingan, dan lain-lain.
Konsep –Konsep Keprilakuan Yang Relevan Dalam Proses
Penyusunan Anggaran
Tahap penetapan tujuan
Selama tahap penetapan tujuan baik tujuan umum ataupun
tujuan khusus dari manajemen puncak diterjemahkan kedalam target-target yang
pasti dan dapat diukur bagi organisasi serta bagi setiap submit utama.
Keselarasan Tujuan
Masalah utam dalam penetapan tujuan adalah mencapai
suatu tingkat keselarasan tujuan atau kompatibilitas yang mungkin diantara
tujuan-tujuan organisasi, subunit-subunit, dan anggota-anggota yang turut
berpartisipasi.
Partisipasi
Adalah suatu proses pengambilan keputusan bersama oleh
dua bagian atau lebih pihak di mana keputusan tersebut akan memiliki dampak
masa depan terhadap mereka yang membuatnya.
Manfaat Partisipasi
Salah satu manfaat dari partisipasi yang berhasil adalah
bahwa partisipan menjadi terlibat secara emosi dan bukan dalam pekerjaan
mereka. Pada dasarnya partisipasi dapay meningkatkan moral dan mendorong
insiatif yang lebih besar pada semua tingkatan manajemen.
Batasan dan Permasalahan Partisipasi
Bahkan dalam kondisi yang paling ideal sekalipun,
partisipasi dalam penetapan tujuan mempunyai keterbatasan tersendiri. Karena
proses partisipasi memberikan kekuasaan kepada para manajer untuk menetapkan
hasil isi dari anggaran mereka, kekuasaan ini bisa digunakan dengan cara
yang memiliki konsekuensi disfungsional bagi organisasiitu sendiri.
Tahap implementasi
Setelah tujuan organisasi ditetapkan, maka direktur
perencanaan mengkonsolidasikaannya ke dalam anggaran formal yang kmprehensif.
Cetak biru untuk tindakan ditingkat perusahaan ini kemudian disetujui oleh
dewan direksi, komisaris, . anggaran tersebut kemudian diimplementasikan
melalui komunikasi kepada karyawan kunci dalam organisasi.
Pengkomunikasian Anggaran
Kontroler atau direktur perencanaan bertanggung jawab
untuk mengimplementasikan anggaran. Hal ini dicapai dengan cara
mengkomunikasikan sasaran operasional yang disetujui kepada orang-orang tingkat
organisasi yang lebih rendah. Hal ini disebut juga sebagai ”menjual” anggaran
kebawah.
Kerja Sama dan Koordinasi
Implementasi anggaran yang berhasil membutuhkan kerja
sama dari orang-orangdengan beraneka ragam ketrampilan dan bakat. Koordinasi
adalah seni menggabungkan secara efektif seluruh sumber daya organisasi. Dari
sudut pandang keprilakuan, hal ini berarti menggabungkan bakat dan kekuatan
dari setiap partisipan organisasi dan membuatnya berjuang untuk mencapai tujuan
yang sama.
Tahap Pengendalian dan evaluasi Kinerja
Tujuan yang dianggarkan jarang dicapai tanpa memantau
kemajuan karyawan secara continue terhadap pencapaian tuuan mereka. Dalam tahap
pengendalian dan evaluasi kinerja, kinerja aktual dibandingkan dengan standar
yang dianggarkan guna menentukan bidang-bidang permasalahan dalam organisasi
tersebut dan menyarankan tindakan yang sesuai untuk memperbaiki kinerja yang
dibawah standar.
Laporan-laporan Kinerja
Untuk mempertahankan kendali atas biaya dan menjaga agar
karyawan termotivasi ke arah pencapaian sasaran,laporan kinerja sebaiknya
disusun dan didistribusikan paling tidak secara bulanan. Pentingnya komunikasi
berkala atas hasil kinerja telah berulang kali ditunjukkan dalam studi empiris.
Penerbitan laporan kinerja secara berkala dan tepat waktu akan mempengaruhi dan
mendorong pada moral karyawan.
2.5 Aspek Keperilakuan pada Pengambilan
Keputusan dan Para Pengambil Keputusan
Definisi
Pengambilan Keputusan
o Kegiatan identifikasi dan diagnosis masalah,
penyusunan berbagai alternatif, evaluasi dan pemilihan alternatif pemecahan
masalah (George Huber).
o Proses pemilihan salah satu dari antara dua atau
lebih alternatif arah tindakan untuk mencapai suatu tujuan (Sondang Siagian).
o Kegiatan yang berkaitan dengan manajerial maupun
organisasi.
Pengambilan
keputusan telah disamakan dengan proses berpikir, mengelola, dan memecahan
masalah. Oleh karena itu, beberapa definisi yang ada, masing-masing digunakan
untuk tujuan tertentu. Dalam pengaturan organisasi, pengambilan keputusan
biasanya didefinisikan sebagai proses memilih dari antara program alternatif
tindakan yang mempengaruhi masa depan.
1. Pengenalan dan pendefinisian suatu masalah atau
suatu peluang.
Langkah ini merupakan respon terhadap suatu masalah,
ancaman yang dirasakan, atau kesempatan dibayangkan. Untuk mengenali dan
mendefinisikan masalah dan peluang, pembuat keputusan membutuhkan informasi
lingkungan, keuangan, dan operasi.
2. Pencarian atas tindakan alternatif.
Ketika definisi dari masalah atau peluang selesai,
pencarian untuk program alternatif tindakan dan kuantifikasi konsekuensi mereka
dimulai. Pada langkah ini, sebagai alternatif praktis sebanyak mungkin
diidentifikasi dan dievaluasi. Pencarian sering dimulai dengan melihat masalah
serupa yang terjadi di masa lalu dan tindakan yang dipilih pada saat itu. Jika
saja dipilih tindakan bekerja dengan baik, mungkin akan diulangi. Jika tidak,
pencarian alternatif tambahan akan diperpanjang.
3. Pemilihan alternatif yang optimal dan memuaskan.
Langkah yang paling penting dalam proses pengambilan
keputusan adalah memilih salah satu alternatif. Meskipun langkah ini mungkin
memunculkan pilihan rasional, pilihan terakhir sering didasarkan pada
pertimbangan politik dan psikologis daripada fakta ekonomi.
4. Penerapan dan tindak lanjut.
Keberhasilan
atau kegagalan dari pilihan akhir tergantung pada efisiensi dari
pelaksanaannya. Pelaksanaan hanya akan berhasil jika individu-individu yang
memiliki kontrol atas sumber daya organisasi yang diperlukan untuk melaksanakan
keputusan (misalnya, uang, orang, dan informasi) benar-benar berkomitmen untuk
membuatnya bekerja.
Motif Kesadaran
Motif
kesadaran sangat penting dalam proses pengambilan keputusan karena merupakan
sumber dari proses berpikir. Terdapat dua faktor penting dari motif kesadaran
dalam konteks pengambilan keputusan yaitu:
a.
Keinginan
akan kestabilan atau kepastian.
Ini menjadi
pendorong bagi keinginan kita untuk membuat bagian- bagian dari konsep yang
cocok satu sama lain secara konsisten. Motif ini mengaktifkan baik pikiran
sadar dan bawah sadar untuk membuat masuk akal suatu ketidakseimbangan, ambigu,
atau ketidakpastian informasi.
b.
Motif
kompleksitas dan keragaman.
Motif ini
menimbulkan keinginan akan suatu stimulus dan eksplorasi serta mengaktifkan
pikiran sadar dan bawah sadar untuk mencari data baru dari ingatan atau
lingkungan.
Jenis-jenis dari Model Proses
Tiga
model utama dalam pengambilan keputusan dari seoran pengambilan keputusan dalam
suatu organisasi, model-model tersebut adalah:
a. Model Ekonomi
Model tradisional mengasumsikan bahwa semua tindakan
manusia dan keputusan secara sempurna rasional dan bahwa dalam sebuah
organisasi, ada konsistensi antara berbagai motif dan tujuan. Diasumsikan bahwa
semua alternatif adalah dikenal dan bahwa probabilitas yang terkait dengan
alternatif dapat dihitung dengan pasti. Keputusan tidak tergantung pada
preferensi pribadi, tetapi lebih merupakan didikte oleh tujuan yang konsisten
dari organisasi.
b. Model Sosial
Model ini merupakan kebalikan ekstrem dari model
ekonomi. Model ini mengasumsikan bahwa manusia pada dasarnya tidak rasional dan
bahwa keputusan dihitung berdasarkan interaksi sosial. Model ini merasakan
bahwa tekanan dan ekspektasi adalah kekuatan motivasi utama.
c. Satisficing Model
Model
ini lebih berguna dan model yang lebih praktis. Hal ini didasarkan pada konsep
Simon pada orang administrasi, di mana manusia dipandang sebagai rasional
karena mereka memiliki kemampuan untuk berpikir, memproses informasi, membuat
pilihan, dan belajar.
Kekuatan dan Kelemahan Individu sebagai
Kengambilan Keputusan
Manusia merupakan makhluk yang rasional karena memilih kepastian untuk
berpikir, memilih, dan belajar. Tetapi rasionalitas manusia adalah sangat
terbatas karena mereka hampir tidak pernah memperoleh informasi yang penuh dan
hanya mampu memproses informasi yang tersedia secara
berurutan. Perilaku rasional dari individu
dalam situasi pengambilan keputusan oleh kerena itu terdiri dari atas pencarian
diantara alternatif-alternatif yang terbatas akan suatu solusi yang masuk akal
dalam kondisi dimana konsekuensi dari tindakan tidaklah pasti.
Pengambilan Keputusan oleh Pendatang Baru vs
oleh Pakar
Bouwman
(1984) mengungkapkan sejumlah perbedaan yang menarik dalam strategi dan pendekatan
yang digunakan serta data spesifik yang dipilih oleh pakar dan pendatang baru
ketika mengambil keputusan berdasarkan informasi akuntansi atau informasi
keuangan lainnya. Pendatang
baru mengumpulkan data tanpa melakukan deskriminasi dan menunggu untuk melihat
apa yang terjadi. Sebaliknya, para pakar mengumpulkan data secara diskriminatif
guna menindaklanjuti observasi tertentu. Untuk menggambarkan perbedaan dalam penggunaan data dibagi kedalam
kedalam tiga komponen:
1.
Pengujian
Informasi
2.
Integrasi
pengamatan dan temuan
3.
Pertimbangan
Peran Kepribadian dan Gaya Kognitif dalam
Pengambilan Keputusan
Kepribadian mengacu pada sikap atau keyakina individu, sementara gaya kognitif
mengacu pada cara atau metode dengan mana seseorang menerima, menyimpan,
memproses, serta meneruskan informasi.
Memiliki gaya kognitif yang berbeda dan menggunakan metode yang sama sekali
berbeda ketika menerima, menyimpan, dan memproses informasi. Dalam situasi
pengambilan keputusan, kepribadian dan gaya kognitif saling berintraksi dan
mempengaruhi (menambah atau mengurangi) dampak dari informasi akuntansi.
Peran Informasi Akuntansi dalam Pengambilan
Keputusan
Secara defenisi, keputusan manajemen mempengeruhi kejadian atau tindakan masa
depan. Sedangkan informasi akuntansi memfokuskan pada peristiwa-peristiwa
dimasa lalu tidak dngan sendirinya dapat mengubah kejadian atau dampaknya
kecuali jika hal itu dilakukan melalui proses pengambilan keputusan dengan
kejadian masa depan beserta konsekuensinya ditentukan.
Karena pengambilan keputusan dan informasi mengenai hasil kinerja akuntansi
fokus pada periode waktu yang berbeda, maka keduanya hanya dihubungkan oleh
fakta bahwa proses pengambilan keputusan menggunakan data akuntansi tertentu yang
dimodifikasi selain informasi nonkeuangan.
Data Akuntansi sebagai Stimuli dalam
Pengenalan Masalah
Akuntansi dapat berfungsi sebagai stimuli dalam pengenalan masalah melalui
pelaporan deviasi kinerja aktual dari sasaran standar anggaran atau
memlalui informasi kepada manajer bahwa mereka gagal untuk mencapai
target output atau laba yang ditentukan sebelumnya.
Ketika
informasi akuntansi digunakan sebagai alat pengenalan masalah, maka informasi
tersebut juga digunakan sebagai dasar untuk menentukan konsekuensi yang dapat
dikuantifikasi atas tindakan alternatif yang perlu dipertimbangkan lebih
lanjut.
Dampak Data Akuntansi dalam Pilihan Keputusan
Informasi akuntansi memainkan peran yang lebih penting dalam keputusan
jangka pendek dibandingkan dalam keputusan yang melibatkan konsekuensi jangka
panjang, karena informasi akuntansi hanya mencerminkan biaya dan pendapatan
yang berkaitan dengan operasi sekarang.
Dan kelihatannya para pengambil keputusan lebih memilih informasi ekternal jika
informasi tersebut langsung tersedia dan tidak begitu mahal dibandingkan dengan
data akuntansi yang dikembangkan secara internal.
Hipotesis Keperilakuan dari Dampak Data
Akuntansi
Para pengambil keputusan memandang akuntansi sebagai “ukuran yang tidak
sempurna” dengan kemungkinan besar bahwa nilai yang sesungguhnya akan berbeda
dengan nilai yang dilaporkan, karena kesalahn dan inakurasi dalam proses
pengukuran dan pelaporan tidak dapat dihindari.
Informasi akuntansi menjadi tujuan ketika penghargaan atau sanksi dikaitkan
dengan hasilnya. Misalnya, jika seorang manajer berharap untuk dipromosikan
jika ia dapat mengurangi biaya, maka manajer tersebut akan melihat informasi
akuntansi sebagai dasar untuk menentukan apakah ia telah berhasil atau tidak.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan dan Saran
Akuntansi sebagai sistem, akuntansi sebagai
suatu ilmu, akuntansi sebagai suatu mitos, akuntansi sebagai seni pencatatan,
semakin lama semakin luas saja bidang cakupan akuntansi. Asumsi bahwa akuntansi
bisa mempengaruhi bidang apapun mulai terlihat nyata pada perkembangannya di
era globalisasi, di era layar yang kita hadapi sekarang.
Akuntansi semakin diperlukan oleh semua
sektor dan semua bidang. Sebuah sunnatullah yang diajarkan oleh Rasulullah
S.A.W tentang pentingnya pengelolaan keuangan dengan mengedepankan prinsip
transparansi. Telah jauh sebelumnya di lukiskan di dalam Surah Al-Baqarah ayat
282 tentang wajibnya mengedepankan transparansi dalam setiap transaksi dan
semakin jelas dengan pencatatan.
Akuntansi mulai menyentuh aspek keperilakuan
yaitu pada individu manusia itu sendiri menjadi tren positif di kalangan
praktisi dan akademik di bidang akuntansi. Dengan hanya melihat, mendengar,
mengetahui informasi, bahkan memberi pendapat terhadap laporan keuangan
ternyata tidak dapat dipungkiri, juga dipengaruhi oleh faktor sosilologis dan
psikologis manusia. Bisa saja kondisi seorang individu sebelum menyatakan
pendapatnya atas laporan keuangan berubah. Karena menurut penulis sendiri
faktor psikologis merupakan salah satu faktor internal dan mempunyai andil
penting ketika opini atau pendapat dikeluarkan terkait dengan laporan keuangan.
Akuntansi
merupakan suatu system untuk menghasilkan informasi keuangan yang digunakan
oleh para pemakainya dalam proses pengambilan keputusan bisnis. Tujuan
informasi tersebut adalah memberikan petunjuk dalam memilih tindakan yang
paling baik untuk mengalokasikan sumber daya yang langka pada aktifitas bisnis
dan ekonomi. Namun, pemilihan dan penetapan suatu keputusan bisnis juga
melibatkan aspek-aspek keperilakuan dari para pengambil keputusan. Dengan
demikian, akuntansi tidak dapat dilepaskan dari aspek perilaku manusia serta
kebutuhan organisasi akan informasi yang dapat dihasilkan oleh akuntansi.
Akhirnya, akuntansi bukanlah suatu yang statis, tetapi akan selalu berkembang
sepanjang waktu seiring dengan perkembangan linkungan akuntansi, agar dapat
memberikan informasi yang dibutuhkan oleh penggunanya.
Pihak
pemakai laporan keuangan dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu pemakai internal (internal users)
dan pemakai eksternal (external
users). Sebagaimana dibahas sebelumnya, pemakaian laporan keuangan oleh
pihak internal dimaksudkan untk melakukan serangkaian evaluasi kinerja.
Sedangkan pihak eksternal, sama seperti pihak internal, tetapi mereka lebih
berfokus pada jumlah investasi yang mereka lakukan dalam orgnisasi tersebut.
Awal
perkembangan riset akuntansi keperilakuan menekankan pada aspek akuntansi
manajemen khususnya penganggaran (budgeting), namun domain dalam hal ini
terus berkembang dan bergeser kearah akuntansi keuangan, system informasi
akuntansi, dan audit.
Masalah-masalah etika
yang dihadapi riset keperilakuan di antaranya adalah sebagai berikut. Melakukan riset bukanlah
hal yang mudah. Butuh tahapan-tahapan panjang hingga akhirnya terwujudlah suatu
hasil riset yang baik. Dan dalam penyusunannya pun juga tidak sembarangan. Ada
beberapa hal yang wajib untuk diperhatikan. Untuk itulah mengapa sebelum
melakukan riset, terlebih dahulu dimengerti tentang apa itu etika riset. Ini
karena dalam melakukan sebuah riset, banyak pihak yang terlibat dan etika riset
digunakan sebagai pedoman peneliti dalam bertindak terutama dengan orang lain
yang notabene adalah subjek penelitian. Selain itu, karena riset merupakan
bagian yang tak terpisahkan dari sebuah siklus keilmuan dimana hal tersebut sangat
berpengaruh terhadap perkembangan dunia ilmu itu sendiri, tentunya dalam
perkembangan keilmuan tersebut, terdapat sebuah etika yang melandasi seorang
peneliti dalam melakukan riset. Hal ini telah memberikan sebuah penilaian
mengenai pentingnya etika dalam riset yang dapat dijadikan sebuah patokan
sehingga penelitian tersebut benar-benar berada dalam koridor siklus keilmuan.
DAFTAR PUSTAKA
Arfan,
Ikhsan Lubis. “Akuntansi Keperilakuan.” Jakarta : Salemba Empat, 2005.
Hamel,
Gary. “Bringing Silicon Valley Inside.” Harvard
Business Review, Januari-Februari 2001.
Slyvatski,
Adrian. Digital BusinessModels. Boston:
Harvard Business School Press, 2001.
Prahalad,
C.K., dan Gary Hamel. Competing for the
future. New York: The Free Press, 1995.
0 komentar:
Posting Komentar