The Innocence of Muslims, judul film yang
belum lama ini beredar di situs youtube. Film yang konon US$ 5 Juta dan berasal dari 100 orang donator yahudi
tersebut, secara tegas menghina pribadi
Nabi Muhammad Shallallahu’Alaihi Wasallam. “Bagaimana sikap kita, apakah harus
mengebom, berperang, atau bagaimana?” itulah potongan artikel yang saya ambil
dari kompasiana dari seseorang yang
berkomentar mengenai masalah film kontroversial ini. Pemerintah Amerika Serikat mengkritik pembuat
film menghina Nabi Muhammad SAW amatir yang telah memicu aksi protes anti-AS
dan memerintahkan FBI mengejar pembuat film tersebut.
“Tapi seperti yang saya katakan kemarin, tidak
ada pembenaran sama sekali untuk menanggapi film tersebut dengan kekerasan,
apalagi sampai menghilangkan nyawa orang yang tidak bersalah. Kami sangat
menghargai muslim di AS dan di seluruh dunia..”
kata Hillary, dikutip CNN. Ya! Itulah komentar dari perdana menteri
Amerika Serikat yang mungkin saja tidak tahu atau pura-pura tidak tahu atas
kebebasan yang menurut saya tak terkendali di Negara mereka, kebebasan beropini
melalui film. Terlepas dari pemahaman saya bahwa film juga merupakan media
untuk mentransfer ideologi. Tergantung ideologi para pembuat film atau tepatnya
pemegang saham dominan dalam pembuatan film tersebut. Seperti sinetron-sinetron
di Indonesia yang sukses mentransfer ideologi “Punjabi Bersaudara” karena
mereka-lah yang dominan memegang kuasa wacana sinetron di Indonesia. Tapi bukan itu substansi yang ingin penulis
bahas disini.
Berbicara mengenai Media, beberapa hari yang
lalu penulis mengikuti salah satu even Lembaga Sensor Film Republik Indonesia
(LSF-RI) yang bekerjasama dengan UNTAD
bertempat di Hotel Santika Palu. Bentuk even-nya adalah Focuss Group
Discussion ((FGD) dengan topik “Membangun Karakter Bangsa Melalui Sensor
Film”. Begitu banyak pengetahuan yang penulis dapatkan di acara ini terkait
dinamika sensor film di Indonesia. Berdasarkan Undang-undang Nomor 33 Tahun
2009 Tentang Perfilman, pada bagian pedoman penyensoran dari segi keagamaan
maka film the innocence of muslims telah melanggar poin c. pada poin c
tersebut, pihak LSF-RI berhak menyensor bahkan menolak disiarkan apabila
tayangan mengandung penghinaan salah satu agama yang diakui di Indonesia. Indonesia
yang dalam konstitusinya mengakui keberadaan lima agama saja secara tegas
menolak adanya film yang mengandung penghinaan terhadap agama, apalagi Islam
yang sangat jelas dengan konsep Rahmatan lil’aalamin. Maka dalam hal ini
tugas dan wewenang LSF-RI juga dapat ditingkatkan agar bisa melakukan
penyaringan bukan hanya terbatas pada Televisi dan bioskop saja, sosial media
bahkan dunia maya pun patut menjadi tanggungjawab LSF-RI bersama-sama
pemerintah dan masyarakat.
Penulis akan coba membahas dan sedikit
mengarahkan tentang bagaimana seharusnya mengambil sikap terhadap film the
innocence of muslims berdasarkan konsep Islam yang syamil (Universal) dan
koprehensif. Substansi dari film tersebut, seperti kita ketahui bersama
mengandung penghinaan terhadap Nabi
Muhammad SAW. Padahal Allah SWT telah menyempurnakan Akhlaq beliau dengan budi
pekerti yang luhur, bahkan mengawal perjalanan hidup beliau sebagai suri teladan terbaik yang pernah ada.
Allah SWT berfirman :
“Dan sesungguhnya engkau benar-benar, berbudi
pekerti yang luhur.” (Q.S.Al-Qalam : 4).
Bagaimana cara Allah menjaga akhlaq Muhammad ?
tentunya untuk membentuk akhlaq sempurna seperti Muhammad melalui sebuah
proses. Allah SWT menjaganya sejak kecil. Muhammad yang senantiasa berlaku
jujur sejak ia kecil. Seperti yang
sering kita dengarkan Muhammad bergelar Al-Amin sejak usia muda. Rasulullah SAW telah
merasakan manisnya “Celupan warna Ilahi”. Begitulah Ustadz Salim.A Fillah
menyebutnya. Dan izinkan pula penulis
dan anda menyebutnya seperti itu. Sangat kontradiktif dengan apa yang
digambarkan dalam film the innocence of muslims tentang Muhammad SAW.
Anda marah? Ya, penulispun merasakan hal yang
demikian ketika menyaksikan trailer film the innocence of muslims walaupun baru
semenit lebih sekian detik. Sebelum masuk di bagian “Bagaimana Bersikap”, penulis
ingin sedikit berbagi tentang celupan warna ilahi. Celupan warna ilahi yang
menjaga kemuliaan dan kemaksuman Muhammad SAW. Dengan begitu indah Ustadz
Salim.A Fillah menjelaskan tentang celupan warna ilahi.
“Bila suatu ketika kau berkesempatan
menatap pelangi, nikmatilah dengan rasa syukur penuh. Matahari telah
menyediakan warna-warni itu sejak lama, setiap saat. Tetapi hujanlah yang
memperlihatkannya pada kita. Terbayangkah kau jika sebuah planet bening
tiba-tiba hadir di antara surya dan buana, maka sang mentari akan menunjukkan
wajah warna warni? Tetapi tidak. Yang indah justru pelangi itu. Dengan segala
suasana yang mengetengahi batin kita. Kerja-kerja alam yang diatur Sang Maha
Pencipta terasa begitu menakjubkan.
“Celupan warna Allah, dan siapakah yang lebih
baik celupan warnanya daripada Allah? Dan hanya kepadaNyalah kami menyembah.” (Q.S.Al-Baqarah
: 138).
Di akhir tulisan ini, penulis sekali lagi akan
berbagi tentang bagaimana seharusnya bersikap. Pendustaan terhadap sifat-sifat
Muhammad SAW dalam film the innocence of muslims hendaknya kita sikapi dengan
bijak. Emosi boleh saja, namun dibarengi dengan semangat tauhid, keadilan, dan
kebijaksanaan. Allah SWT Berfirman :
“Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan
kalian (umat Islam) (sebagai) umat yang adil dan pilihan, agar kamu menjadi
saksi atas (perbuatan) manusia, dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas
(perbuatan) kalian.” (Q.S.Al-Baqarah : 143).
Marah adalah fitrah manusia dan wajar bila
sebagai muslim. Yang sama sekali tidak merasakan marah barang sedikit perlu
dipertanyakan keimanannya. Mari kita salurkan emosi-emosi kita yang lahir dari
penghinaan terhadap Muhammad SAW dengan hal-hal yang positif. Yang mau turun
aksi, silahkan turun aksi, turun ke jalan, berorasi, berdemokrasi sebagaimana
pemahaman anda akan demokrasi. Dengan batasan-batasan tentunya, tidak dengan
anarkis. Yang punya gagasan dan ide-ide besar, silahkan tuangkan emosi anda
dengan tulisan yang konstruktif dan manfaatkan seluruh media yang ada agar
tulisan ada bisa ter-posting. Bangsa
dan umat ini perlu orang untuk memapahnya agar bangkit, penulis percaya orang-orang
yang sempat marah karena penghinaan terhadap panutan terbaiknya akan semakin
berbenah, berhenti meneriakkan bangkit bila tak di iringi dengan action. Tunjukkan
keresahan dan kemarahan anda dengan karya nyata dan prestasi. Talk less,
action more!
0 komentar:
Posting Komentar