dakwatuna.com – Semakin kelam, semakin gelap, pemandangan sekitar menjadi semakin buruk. Berlumpur, kotor, penuh debu, segala materi bagai debu di atas debu. Langit seakan-akan menghitam, dan engkau terperosok dalam lembah hitam nan kelam, di dalam lembah hitam nan kelam itu tubuhmu kotor dan penuh lumpur yang serba lengket, sulit untuk keluar. Lembahnya semakin dalam dan gelap, sulit mendapatkan sumber cahaya untuk penerangan, suasana semakin lama semakin kelam karena engkau semakin tenggelam, semakin terlarut dalam kemaksiatan, lalu engkau pun semakin terlena untuk berada di lingkungan yang begitu jahat. Di tengah-tengah kegelapan yang berlapiskan kelam ini pun engkau berusaha untuk bangkit meski sukar dan sedikit terhalang oleh nafsu dan egomu. Hari-hari yang akan engkau jalani selanjutnya adalah hari-hari terburuk yang pernah ada dalam kehidupanmu, engkau sangat ingin lepas dari semua yang begitu kelam dan pekat ini, tetapi apa daya, dengan hanya bermodalkan semangat dan kekuatan diri sendiri, engkau tak akan sanggup untuk segera lepas dari bayang-bayang kemaksiatan dan lingkungan jahat ini bila tidak memohon pertolongan kepada Allah SWT dan meminta bantuan orang lain. Engkau mesti menumbuhkan kemauan dari dalam diri sendiri, membangun tekad yang kuat untuk berubah, sebab perubahan adalah keniscayaan. Engkau mesti mencari dan terus mencari, jalan untuk keluar dari lembah hitam nan kelam ini, engkau harus berusaha untuk keluar, aktif mencari jalan keluar, lalu menjemput hidayah yang mana bila Allah sudah Berkehendak maka engkau akan selamat.
Zaman terus berjalan dengan angkuh, beredar dengan tampak anggun, bergerak dengan mewah dan megah, membuat orang-orang yang terjebak di dalam lembah hitam nan kelam senantiasa terpengaruh. Ukuran materi menjadi ukuran utama dalam tindak tanduk mereka, hal ini penting untuk segera diubah. Materialisme sepertinya sudah mendarah daging dalam pola pendidikan anak-anak emas bangsa ini. Anak-anak cenderung diarahkan untuk mengejar nilai bagaimanapun caranya, apapun caranya agar mendapat nilai yang tinggi, sebab standar kelulusan adalah nilai yang memenuhi kriteria. Hal ini tidak sepenuhnya salah, hanya saja menurut penulis pribadi perlu dilengkapi dengan indikator-indikator yang lain, sebagai contoh, alangkah baiknya dalam komponen kurikulum pendidikan yang ada perlu ditambahkan tentang bagaimana beretika dengan baik, bagaimana sebenarnya esensi dari menuntut ilmu, bukan sekadar mengejar nilai semata. Ini sangat penting untuk disampaikan oleh para ahli kebenaran, baik ahli kebenaran yang terjun ke dalam parlementaria maupun para ahli kebenaran yang memilih berjuang di luar parlemen. Sebab, bila ahli kebenaran diam terhadap ahli kebathilan, maka ahli kebathilan akan terus merasa benar tanpa ada yang menegur. Esensi dari ajakan menuju jalan kebenaran pun harus sesuai dengan situasi dan kondisi, metode yang benar dan tepat, sebab meskipun isi ajakan itu bersifat kebaikan bila tak disampaikan dengan cara yang baik maka kebaikan tersebut akan mudah terhempas. Maka dibutuhkan persiapan yang matang dan cerdas, agar kebenaran dapat menghempas kebathilan, sebab bila kebenaran tak memiliki tenaga atau tekanan yang cukup, maka kebenaran tak akan mampu menghempas kebathilan.
Dakwah bukan dilakoni oleh para Malaikat yang suci dari dosa-dosa, dakwah dengan jawaban yang mantap telah diterima pembebanannya oleh manusia, ya manusia! Seluruh umat manusia punya kewajiban untuk berdakwah menyampaikan kebenaran! Manusia yang tentunya tak terbebas dari kesalahan dan dosa-dosa, hanya saja para pegiat dakwah terus dan terus menerus memperbaiki dirinya agar dakwah yang disampaikan mempunyai bargaining position untuk mengubah, sebab dakwah dengan perilaku lebih memberi dampak dari pada ucapan lisan, tapi tentunya hal ini tidak menjadi alibi untuk tidak berdakwah melalui lisan. Dari lembah kelam nan hitam, Allah SWT masih menyediakan pintu taubat dan rahmatNya terhadap siapa saja yang mau untuk memperbaiki diri. Dari lembah kelam nan hitam, rahmat dari Allah SWT lebih luas dari luas semesta. Dari lembah hitam nan pekat, Rahmat Allah SWT lebih besar dan mulia dari murkaNya.
Zaman yang terus bergerak maju ke depan menciptakan momen-momen krusial, seakan membadai, masalah tiba-tiba datang bertubi-tubi hendak merontokkan semangat anak-anak bangsa ini. Sebagian besar generasi muda terpengaruh oleh jargon-jargon barat yang mengusung kapitalisme dan sekulerisme yang sangat jelas Bangsa barat pun merasakan kegagalannya. Sebagian besar generasi muda juga menjadi generasi yang apatis, acuh tak acuh dengan gejolak perekonomian Indonesia yang terus memburuk, acuh tak acuh dengan kondisi bangsanya, hanya peduli pada persoalan-persoalan seputaran dirinya sendiri.
Kondisi bangsa saat ini yang serba carut marut mungkin saja membuat sebagian manusia akan menjadi semakin kritis dan argumentatif. Ini adalah reaksi yang wajar, namun yang patut disayangkan adalah orang-orang yang merasa biasa saja dan pasrah dangan keadaan ketika nilai kurs rupiah melemah terhadap mata uang Negara lain. Tentunya masyarakat yang diharapkan pada kondisi saat ini adalah masyarakat komunikatif. Masyarakat komunikatif yang dalam pandangan Habermas bukanlah masyarakat yang melakukan kritik lewat revolusi dan kekerasan melainkan lewat argumentasi. Namun revolusi dan argumentasi bisa menjadi tools masyarakat untuk merubah kondisi bangsa, namun hal ini bersifat situasional. Argumentasi dibedakan menjadi dua macam yakni diskursus dan kritik. Diskursus dilakukan untuk mencapai konsensus rasional atas klaim kebenaran (diskursus teoritis), dan untuk mencapai konsensus atas klaim ketepatan (diskursus praktis), selanjutnya diskursus untuk mencapai konsensus tentang klaim kompherensibilitas disebutnya sebagai diskursus eksplikatif. Sedangkan terhadap kritik dibedakan dalam dua bentuk yakni kritik estetis (norma-norma sosial yang objektif) dan kritik terapeutis. Hal ini berkaitan dengan penyingkapan penipuan dari masing-masing pihak yang berkomunikasi.
Tak elok rasanya bila di tengah-tengah segudang masalah yang bertumpuk bila generasi muda atau masyarakatnya tidak memberikan kontribusi sama sekali. Bahkan dalam tinta emas sejarah tercatat bahwa penggerak perubahan, sang enginer revolusi, adalah kaum muda. Dan kondisi pemuda hari ini begitu jauh dari sosok yang diharapkan mampu membawa perubahan dan menyelesaikan berbagai persoalan karena terhipnotis oleh tayangan-tayangan televisi serta tersihir oleh budaya-budaya yang tidak disaring terlebih dahulu sehingga menjadi pemuda yang kontra-produktif. Barangkali kita perlu sedikit berpikir cerdas tentang apa yang harus dilakukan hari ini, mulailah dengan kembali kepada kesucian, kempali kepada titik nol, kembalilah kepada fitrah manusia, bahwa segala sesuatunya mutlak disandarkan kepada Sang Pemilik Alam Semesta. Mungkin, untuk membenahi problematika akhlak anak-anak muda Indonesia adalah dengan memurnikan Tauhidullah. Bila Aqidah kokoh dalam hati dan sanubari anak-anak muda Indonesia, dapat dipastikan ia akan menjadi pemuda yang hanif, pemuda yang bertanggungjawab, pemuda yang berintegrasi tinggi kepada bangsanya. Bagaimana tidak, Tauhid mengajarkan kepadanya agar selalu tunduk dan taat mutlak kepada Allah SWT., dalam keadaan susah ataupun senang, dalam keadaan berat dan ringan, entah merasa suka atau tidak suka, Ketaatan mutlak hanya kepada Allah SWT. Bila sudah taat mutlak kepada Allah SWT maka hendaknya untuk tak saling menyalahkan kepada siapapun, mulailah dari mengoreksi diri sendiri, meskipun memang kebenaran harus tetap disuarakan, digemakan, digaungkan seluas mungkin.
Mari himpun tenaga-tenaga anda untuk hal-hal yang produktif untuk memperbaiki bangsa ini, di mulai dari fitrahnya seorang manusia sebagaimana mestinya, yaitu mempersembahkan ketaatan hanya kepada Allah SWT. Bila kepada Rabbnya saja ia taat, apalagi kepada bangsa dan negaranya. Bila langit suatu saat akan cerah kembali, percayalah Allah SWT akan mempergilirkan keadaan suatu kaum, tentunya apabila kaum tersebut memiliki keinginan untuk berubah. Yakinlah, setelah kondisi saat ini yang semakin kelam, gelap, dan pekat, akan datang suatu masa cerahnya langit dan cerahnya hari. Hingga Ibu pertiwi yang katanya tengah menangis akan tersenyum kembali. Dengan cerahnya langit maka keberkahan akan datang berturut-turut menghampiri negeri nusantara ini, hingga suatu saat Indonesia menjadi Negeri yang diliputi keberkahan dan karunia Allah SWT. Baldatun thayyibatun wa Rabbun Ghafuur.
Sumber: http://www.dakwatuna.com/2015/09/13/74470/yakinlah-langit-akan-cerah/#ixzz3lfVOYffo
Follow us: @dakwatuna on Twitter | dakwatunacom on Facebook
0 komentar:
Posting Komentar