2.1 Konsep Akuntansi Syariah
“Metodologi pengetahuan Islam seharusnya tidak dipandang sebagai penolakan terhadap warisan pengetahuan Barat, tetapi lebih dipandang sebagai sebuah metodologi yang lebih luas dan komprehensif yang di dalamnya” (Bashir, 1986b)
Istilah Akuntansi Syariah sendiri sebenarnya baru diwacanakan pada tahun 1995, berawal dari sebuah disertasi di University of Wollongong, Australia yang berjudul “Shari’ate Organization and Accounting: The Reflection of Self’s Faith and Knowledge“. Istilah ini kemudian berkembang membentuk cara pandang baru tentang akuntansi. Syariah, yang melekat pada kata akuntansi -dalam tataran normatif- akan mencelupkan nilai tentang bagaimana seharusnya peran akuntansi sebagai sebuah alat untuk mewujudkan tujuah syariah sendiri. Tujuan tersebut tidak lain adalah untuk menjaga lima hal yang substantif dalam kehidupan manusia (maqashid syariah): agama (faith), akal (intellect), jiwa (life), keturunan (lineage), dan harta (property).
Untuk dapat berkembang dengan baik, -sebagai sebuah alat- akuntansi syariah sudah seharusnya mendiferensiasikan diri dari akuntansi yang ada sekarang. Diferensiasi ini tentu tidak hanya sebatas pada masalah aplikasi-teknis semata. Dari nilai-nilai yang dibawa, akuntansi syariah sudah sewajarnya harus memberikan landasan yang berbeda. Jika akuntansi konvensional bergerak dari sebuah konsep tentang materialisme, maka akuntansi syariah bergerak dari landasan ideologis Islam yang merupakan proses integrasi Islamisasi pengetahuan.
Selanjutnya, karena proses pergerakan akuntansi syariah bergerak dari ideologi Islam, maka tujuan akuntansi syariah juga diformulasikan tidak hanya bersifat material, tetapi juga spiritual. Misalnya, tujuan dasar laporan keuangan syariah yang bersifat material-spiritual. Material, karena pelaporan itu adalah untuk pemberian informasi, seperti yang dilakukan dalam akuntansi konvensional dan spiritual, karena pelaporan tersebut juga memperhitungkan aspek akuntabilitas yang sarat dengan nilai-nilai etika syariah dan dapat menghantarkan manusia pada kesadaran akan Tuhan (God-consciousness).
2.2 Sejarah Perkembangan Akuntansi Keuangan Syari’ah
Pengembangan standar akuntansi keuangan bank syari’ah telah dimulai sejak 1987. Dalam hal ini, beberapa penelitian berkaitan dengan upaya pengembangan standar akuntansi keuangan tersebut telah diselesaikan. Hasilnya telah dikompilasikan dalam lima jilid dan disimpan di perpustakaan IRTI-IDB ( Islamic research and training institute of the Islamic development bank).
Hasil dari penelitian-penelitian dan diskusi-diskusi mengenai hal tersebut adalah pembentukan the financial accounting organization for Islamic banks and financial institutions pada tanggal 1 safar 1410 H / 26 februari 1990. Organisasi ini terdaftar sebagai organisasi nirlaba yang berdomisili di Manama, ibukota Bahrain pada tanggal 11 ramadhan 1411 H / 27 maret 1991. Sejak pendirian organisasi tersebut kemudian berlanjut dengan upaya penyusunan standar-standar akuntansi keuangan bank dan lembaga keuangan syari’ah. Pertemuan rutin panitia perencanadan follow up telah diselenggarakan dengan tujuan untuk merealisasikan rencana yang telah disetujui oleh Dewan Pengawas Standar Akuntansi Keuangan Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah. Berkaitan dengan hal ini, organisasi ini juga mengakomodasi peran serta beberapa konsultan syari’ah, pakar-pakar dan praktisi akuntansi, serta para banker syari’ah.
The Financial Accounting Organization for Islamic Banks and Financial Institutions selanjutnya berganti nama menjadi the Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions (AAOOIFI).
AAOIFI sebagai Internasional Standard Setter of Shari’a Financial Accounting
AAOIFI menjadi organisasi nirlaba internasional yang memiliki kompetensi untuk menyusun standar-standar akuntansi keuangan dan auditing untuk Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah di dunia. Organisasi ini memiliki tujuan antara lain:
a. Mengembangkan pemikiran akuntansi dan auditing yang relevan dengan lembaga keuangan.
b. Menyamakan pemikiran di bidang akuntansi dan auditing yang relevan bagi lembaga keuangan dan penerapannya melalui pelatihan, seminar, publikasi jurnal yang merupakan hasil riset.
c. Menyajikan, mengumumkan, dan menginterpretasikan standar-standar akuntansi dan auditing bagi lembaga-lembaga keuangan syari’ah.
d. Mereview dan mengamandemen standar-standar akuntansi dan auditing bagi lembaga-lembaga keuangan syari’ah.
AAOIFI menyusun tujuan-tujuan tersebut disesuaikan dengan ketentuan-ketentuan syari’ah islam yang mencerminkan sebuah sistem yang komprehensif bagi semua aspek kehidupan manusia, dan juga diselaraskan dengan lingkungan di mana Lembaga Keuangan Syari’ah dibangun.
2.3 Tujuan Akuntansi Keuangan Bank dan Lembaga Keuangan Syariah
Akuntansi dalam perspektif Islam berhubungan dengan pengakuan, pengukuran, dan pencatatan transaksi-transaksi dan penyajian mengenai kekayaan dan kewajiban. Selain itu mengharuskan untuk berlaku adil dan mengatakan sesuatu dengan benar serta memenuhi hak orang lain. Oleh karena itu, tujuan akuntansi keuangan syariah adalah:
- Menentukan hak dan kewajiban semua pihak, termasuk hak dan kewajiban yang dihasilkan dari proses transaksi yang tidak lengkap dan kejadian lain, disesuaikan dengan prinsip syariah Islam dan konsepnya tentang kewajaran, kedermawanan, dan kepatuhan terhadap nilai-nilai bisnis Islami.
- Memberikan kontribusi untuk menjaga aset-aset perbankan syariah. Hak-haknya, dan hak-hak pihak lain dengan cara yang wajar.
- Memberikan kontribusi dan peningkatan kerja manajerial dan kemampuan produktif perbankan syariah serta mendorong kepatuhan terhadap tujuan dan kebijakanorganisasi yang telah ditetapkan, dan di atas semuanya adalah kepatuhan terhadap ketentuan syariah Islam dalam semua transaksi dan kegiatannya.
- Menyediakan, melalui laporan keuangan, informasi yang berguna bagi para pengguna laporan keuangan, dan memungkinkan mereka untuk membuat keputusan yang berdasar berkaitan dengan aktivitas yang berhubungan dengan perbankan syariah.
2.4 Laporan Keuangan Syariah
Laporan keuangan syariah tidak jauh berbeda dari laporan keuangan konvensional (neraca, laporan laba/rugi, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan). Namun dalam laporan keuangan syariah terdapat beberapa laporan lain yang tidak terdapat di laporan keuangan konvensional. Laporan tersebut antara lain:
- Analisis laporan keuangan tentang sumber dan penggunaan dana zakat.
Laporan ini memuat informasi tentang sumber dana zakat, metode pengumpulan dana termasuk mekanisme kontrol untuk menjaga dana zakat tersebut, dan proses penyalurannya.
- Analisis laporan keuangan tentang sumber dan penggunaan dana yang dilarang oleh syariah (non halal)
Laporan ini memuat informasi tentang alasan diperolehnya pendapatan non halal tersebut, pengelolaan dan pendistribusiannya, serta prosedur untuk melindungi masuknya hasil transaksi yang dilarang syariah.
- Laporan berkaitan dengan upaya perbankan syariah dalam mewujudkan pertanggung jawaban sosial (social responsibility)
- Laporan-laporan tentang peningkatan SDM perbankan syariah.
Laporan ini menginformasikan upaya perbankan syariah dalam meningkatkan kualitas SDM dan upaya bank untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi karyawan dalam menjalankan tugasnya.
Tujuan Laporan Keuangan Syariah
SFA Nomor 1 AAOIFI (2002) menjelaskan bahwa laporan-laporan keuangan, yang ditujukan bagi pengguna-pengguna eksternal, seharusnya menyediakan beberapa jenis informasi antara lain sebagai berikut:
1. Informasi tentang kepatuhan perbankan syariah terhadap ketentuan syariah islam serta tujuan-tujuan yang telah disusun, dan informasi syariah yang menyajikan pemisahan pendapatan dan pengeluaran dari sumber dana yang dilarang syari’ah, dimana hal itu bisa terjadi diluar kontrol manajemen.
2. Informasi tentang sumber daya ekonomik perbankan syariah dan kewajiban-kewajiban yang terkait, dan dampak transaksi-transaksi tersebut, kejadian-kejadian lain, dan keadaan sumber daya entitas tersebut beserta kewajiban-kewajiban yang ditanggung. Informasi ini harusnya diarahkan secara prinsip pada upaya membantu proses evaluasi kecukupan permodalan perbankan syariah untuk menyerap kerugian dan resiko bisnis; pengukuran resiko yang terdapat dalam investasinya, dan evaluasi tingkat likuiditas aset dan persyaratan likuiditas yang sesuai dengan kewajibannya.
3. Informasi untuk membantu perhitungan kewajiban zakat dari dana-dana depositor perbankan syariah serta tujuan-tujuan dimana zakat tersebut akan didistribusikan.
4. Informasi yang membantu memperkirakan arus kas yang bias realisasikan dari pihak-pihak yang berhubungan dengan perbankan syariah, waktu serta resiko yang terkait dengan proses realisasi tersebut. Informasi ini seharusnya diarahkan untuk membantu pengguna dalam mengevaluasi kemampuan perbankan syariah dalam memperoleh pendapatan dan mengkonversikannya ke dalam arus kas dan kecukupan aruskasnya untuk memberikan keuntungan bagi para pemilik modal maupun pemilik rekening investasi.
5. Informasi untuk membantu dalam mengevaluasi dalam pemenuhan kewajiban perbankan syariah untuk menjaga dana nasabah dan untuk menginvestasikan dana tersebut pada tingkat keuntungan yang wajar.
7. Informasi untuk membantu perhitungan sesuai dengan sistem ekonomi islam.
2.5 Transaksi yang Dilarang
Sistem keuangan syariah melarang beberapa cara transaksi yang dapat merugikan salah satu atau bahkan kedua pihak dalam sebuah transaksi serta yang dilarang oleh Allah SWT di dalam Al Quran. Beberapa transaksi yang dilarang tersebut yaitu :
- Semua aktivitas investasi dan perdagangan atau semua transaksi yang melibatkan barang dan jasa yang diharamkan Allah. Contoh: babi, khamar, narkoba.
- Riba. (Riba Nasi'ah: utang piutang; Riba Fadhl: pertukaran/barter)
- Penipuan (ketidaktahuan salah satu pihak dalam kuatitas, kualitas, harga, waktu penyerahan)
- Perjudian
- Transaksi yang tidak mengandung ketidakpastian/gharar.(buah yang belum dipanen, sapi di dalam rahim, barang yang hilang)
- Penimbunan barang/ihtikar
- Monopoli
- Rekayasa permintaan/bai'an najsy. (perdagangan saham dan valas)
- Suap
- Penjual bersyarat/ta'alluq
- Pembelian kembali oleh penjual dari pihak pembeli/bai'al inah.
- Jual beli dengan cara talaqqi al-rukban. (penjual tidak mempunyai pilihan).
2.6 Perbandingan antara Bank Syariah dan Bank Konvensional
Dalam bank Syariah, akad yang dilakukan memiliki konsekuensi duniawi dan ukhrawi karena dilakukan berdasarkan hukum Islam. Produk apapun yang dihasilkan semua perbankan, termasuk di dalamnya perbankan Syariah, tidak akan terlepas dari proses transaksi yang dalam istilah fiqih muamalahnya disebut dengan 'aqd (jamak: al-'uqud). Ada beberapa asas al-'uqud yang harus dilindungi dan dijamin dalam UU Perbankan Syariah, yaitu:
- Asas Ridha'iyyah (rela sama rela)
Transaksi ekonomi Islam dalam bentuk apapun yang dilakukan perbankan dengan pihak lain terutama nasabah harus didasarkan atas prinsip rela sama rela yang hakiki. Asas ini didasarkan pada Surat an-Nisa : 29. Atas dasar 'an-taradhin, maka semua bentuk transaksi yang mengandung unsur paksaan (ikrah) harus ditolak dan dinyatakan batal demi hukum.
- Asas manfaat
Akad yang dilakukan oleh bank dengan nasabah berkenaan dengan hal-hal yang bermanfaat bagi kedua belah pihak.
- Asas keadilan
Dimana para pihak yang transaksi (bank dan nasabah) harus berlaku dan diperlakukan adil dalam konteks pengertian yang luas dan konkret. Hal ini didasarkan pada surat al-Hadid : 25 yang mengharamkan riba.
- Akad saling manguntungkan
Setiap akad yang dilakukan oleh para pihak harus bersifat memberi keuntungan bagi mereka. Islam mengharamkan transaksi yang mengandung unsur gharar (penipuan), karena hanya menguntungkan satu pihak dan merugikan pihak yang lain.
Selain akad-akad tersebut, ada hal-hal lain yang harus diperhatikan:
- Akad yang dilakukan bank dan nasabah bersifat mengikat (mulzim)
- Para pihak yang melakukan transaksi akad harus memiliki itikad baik (husnun-niyah). Asas ini sangat penting diperhatikan dan akan turut menentukan kelangsungan dari pelaksanaan akad itu sendiri.
- Memerhatikan ketentuan-ketentuan atau tradisi ekonomi selama tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip perekonomian yang telah diatur oleh Islam dan tidak berlawanan dengan asas-asas al-'uqud (konsep Hukum Perikatan Islam)
- Para pihak memiliki kebebasan untuk menetapkan syarat-syarat yang ditetapkan dalam akad yang mereka lakukan, sepanjang tidak menyalahi ketentuan yang berlaku umum dan semangat moral perekonomian Islam.
- Lembaga Penyelesaian Sengketa
Jika dalam perbankan syariah terdapat perselisihan atau sengketa antara bank dan nasabahnya, maka pihak-pihak tersebut dapat menyelesaikannya di pengadilan umum atau di badan arbitrase yang menjalankan hukum materiil berdasarkan syariah.
- Struktur Organisasi
Struktur bank syariah sama dengan bank konvensional dalam hal komisaris dan direksi, namun unsure yang membedakannya adalah keberadaan Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang bertugas mengawasi operasional bank dan produk-produknya agar sesuai dengan garis-garis syariah. DPS berada pada posisi setingkat Dewan Komisaris pada bank. Hal ini untuk menjamin efektivitas dari setiap opini yang diberikan olah DPS dan dulakukan oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), setelah para anggota DPS mendapat rekomendasi dari Dewan Syariah Nasional (DSN). DSN merupakan badan otonom MUI yang secara eks-officio diketuai oleh ketua MUI.
- Prinsip Organisasi
Bank konvensional menggunakan sistem bunga yang masih banyak digunakan masyarakat, padahal menurut fatwa MUI yang telah dikukuhkan pada 6 Januari 2004, diputuskan bahwa bunga bank hukumnya haram. Berikut adalah perbandingan antara bunga dan bagi hasil:
| BUNGA | BAGI HASIL |
a | Penentuan bunga dibuat pada waktu akad dengan asumsi harus selalu untung | Penentuan besarnya rasio/nisbah bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung rugi |
b | Besarnya persentase berdasarkan besarnya jumlah uang (modal) yang dipinjamkan | Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh |
c | Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan apakah proyek yang dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi | Bagi hasil bergantung pada keuntungan proyek yang dijalankan. Bila usaha merugi, kerugian akan ditanggung bersama oleh kedua belah pihak |
d | Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat sekalipun jumlah keuntungan berlipat atau keadaan ekonomi sedang booming | Jumlah pembagian laba meningkat sesuai peningkatan jumlah pendapatan |
e | Eksistensi bunga diragukan (kalau tidak dikecam) oleh semua agama, termasuk Islam | Tidak ada yang meragukan keabsahan bagi hasil |
0 komentar:
Posting Komentar