dakwatuna.com - Langit Kota Makassar tampak sangat cerah dengan
sedikit awan putih berderetan menghiasi birunya langit. Meski beberapa
hari yang lalu hujan deras sempat mengguyur Kota Daeng ini. Mungkin
sebagian dari kita sering mengeluhkan kondisi yang selalu berganti dan
bergiliran ini, tanpa coba memahami lebih dalam betapa adilnya Allah SWT
menjawab doa para petani yang ingin turun hujan, dan doa para pedagang
kaki lima yang ingin cuaca cerah. Apapun kondisinya sejatinya harus kita
syukuri sambil terus menambah kebaikan pada diri-diri kita.
Kondisi
yang terus menerus berganti ini terkadang membuat penulis pribadi untuk
merenung dan menuliskan renungan-renungan tersebut dalam salah satu
fasilitas media sosial yaitu path. Baru saja bergabung di media
sosial yang satu ini, tepatnya dua bulan yang lalu. Media Sosial yang
memiliki keistimewaan, yaitu apa yang menjadi postingan kita akan
terlihat orang-orang yang menyaksikannya, baik itu lagu, gambar, film,
ataupun kata-kata. Sehingga secara kasat mata sang pemilik akun path bisa untuk kemudian mengetahui impact-nya.
Dalam beberapa kesempatan, ketika menyaksikkan betapa militannya para
aktifis dakwah, ingin rasanya mengirimkan salam kepada mereka yang
betul-betul militan dengan ideologi, Iman, dan kerja-kerja dakwahnya.
Sampaikan
Salam kami pada Kalian, Kalian yang terus berpayah-payah dalam proses,
dan terus menjaga kemuliaannya dalam pandangan penduduk langit dan bumi.
Terimalah Salamku, Kepada kalian yang terus memperbaiki diri, Sambil
tak melupakan kewajiban saling menasehati, Dalam kebaikan dan kesabaran,
apapun komentar orang-orang. Jawablah salamku wahai para Saudaraku.
Saudaraku yang tetap menjaga prinsip hidup dan fitrah manusia, Sebab
banyak orang-orang di luaran sana yang rela menjual murah prinsipnya.
Rela melupakan kewajibannya, Rela merendahkan martabat dan kemuliaannya,
Rela untuk tak peduli dan tak berideologi. Lalu hancur lebur tak
ber-aura, Lalu luluh lantah tak memberi manfaat. Terkoyak-koyak oleh
dimensi ruang, waktu, & daya.
Sungguh mereka sangat militan
dan teguh dengan prinsipnya, namun jumlah mereka tentu saja sedikit.
Saat sedang termenung tentang jumlah orang-orang yang menisbatkan
dirinya di jalan dakwah, betapa sedikitnya mereka, betapa yang mereka
hadapi adalah bukan hal yang menyenangkan, Betapa Jalan ini tak dilalui
oleh banyak orang, Mungkin karena tak dipilihnya jalan ini. Betapa sunyi
jalan ini, jalan yang tak seorangpun tahu apa di ujungnya. Hanya
keyakinan yang menghujam nuranilah sehingga mereka memilih jalan yang
penuh onak dan duri ini. Betapa Integritas mereka teruji, saat sebagian
besar orang-orang terlena dengan keramaian yang sesungguhnya adalah
kehampaan dan kemalangan. Betapa yang mereka sangka keramaian adalah
suasana yang terbangun oleh banyaknya neonbox. Sungguh mereka
akan tahu bahwa nantinya jalan selain jalan yang kami ambil adalah
kegelapan tak berujung, Kelam nan suram. Jalan yang diambil oleh sedikit
orang ini sungguh telah tersebar petunjuk jalannya di mana-mana. Hanya
saja mungkin ego masih tinggi, mungkin syahwat masih mendominasi,
mungkin Keyakinan belum sekokoh Janji, sebagaimana pemahaman belum utuh
karena masih tak peduli.
Inspirasi pun muncul saat sedang rapat
bersama para Aktivis gerakan, bahwa butuh kemampuan manajerial yang baik
dan pandangan visioner di samping keyakinan mendalam yang dimiliki oleh
para engineer gerakan. Saat Para Pemuda Engineer
Gerakan Berkumpul, Engkau akan melihat pembicaraan yang jauh melampaui
kekinian dan kedisinian tetapi masih Realistis untuk di capai. Engkau
akan melihat ide-ide segar nan cemerlang membawa semangat perbaikan di
sektor Kampus. Engkau akan melihat tatapan mata penuh keyakinan bahwa
kondisi yang serba rapuh ini perlahan bisa berubah dengan
langkah-langkah yang progresif. Sungguh Kebaikan pun mesti terpola
dengan rapi dan ter-manajemen dengan baik.
Sebagian besar engineer gerakan ini adalah pemuda,
pemuda yang berapi-api dan penuh gejolak. Gejolak Pemuda takkan bisa
kau tahan sebab ia adalah fitrah manusia. Takkan bisa kau bendung sebab
ia bagai air yang terus menerus mengalir. Takkan bisa kau hempas sebab
arus mustahil untuk kau lawan arahnya. Yang bisa kau lakukan adalah
mengarahkannya menjadi potensi gerakan, menjaganya agar tak keluar
jalur, lalu memanfaatkannya menjadi energi perubahan. Itulah gejolak
Pemuda! Gemuruhnya begitu kencang, lebih kencang dari deru angin.
Terkadang ia harus menyembunyikannya seperti senyapnya hutan. Gejolaknya
begitu besar, seakan-akan bisa menggerakkan gunung, menghantar
gelombang dan menjelajahi arus, menebar jutaan rasa di seantero bumi.
Namun bagi mereka yang tak mampu mengendalikannya, bersiaplah kemudi tak
terarah, fokus terpecah, dan idealisme mencair. Untukmu Para Pemuda
yang sedang bergejolak.
Tandas kah Kakimu Wahai Pemuda? Nyaman kah
Rebahanmu Wahai Pemuda? Sungguh lawanmu saat ini bukan sepasukan musuh
yang memenuhi Jerusalem. Bukan tembok kokoh Konstantinia. Bukan sang
pembantai Vlad The Dracul. Bukan pula Imperium Agresif ala
Romawi. Tetapi yang menjadi lawanmu saat ini Wahai Pemuda, adalah Hawa
Nafsumu.. Sungguh Setan yang melenakan dalam buaian maksiat lebih
berbahaya dari Setan yang tampil menakuti.
Sulit bukan bila Engkau
ingin bandingkan Tinta Emas para ‘Ulama & Darah para Syuhada?
Dataran Rumania menyimpan sejarah kelam Vlad The Dracul dan
Ekspansi Mulia Muhammad Al-Fatih. Gelombang Laut menjadi saksi
sombongnya Fir’aun & Mulianya Musa. Pantai Selatan Jawa menjadi
saksi kebohongan propaganda Penjajah tentang keangkeran pantai &
Betapa Heroiknya Syaikh Diponegoro, sosok ‘Ulama & ‘Umara. Sungguh
semuanya akan Bersaksi, termasuk Bumi yang kau pijaki. Tentang
Kehinaanmu atau Kemuliaanmu.
Saat Orang-orang tertidur lalu engkau
bangkit menggagas Ide & menjadi Inisiator. Saat para pemuda
parlente hulu hilir di taman hiburan, engkau manifestasikan waktu untuk
mewujudkan Gagasan besarmu. Saat mereka sedang terkurung dalam rutinitas
monoton nan nyaman, engkau menggebrak comfort zone lalu mencipta narasi Pemuda. Bangkitlah untuk Rabbmu..!!! Bangkitlah untuk Bangsamu..!!! Bangkitlah untuk Kehormatanmu..!!!
Engkau
Sekualitas Perjuanganmu, di sebuah Pelatihan, ditanyakan kepada seluruh
peserta tentang apa cita-cita perjuangan, tak jarang banyak yang
kebingungan dan langsung menentukan cita perjuangan saat itu juga.
Apakah Perjuanganmu ingin mendapatkan Perempuan yang cantik?
Perjuanganmu untuk meraih jabatan tertinggi? Perjuanganmu untuk
menempati kursi DPR di Senayan? Perjuanganmu untuk peradaban jangka
panjang? Atau perjuanganmu untuk membumikan Alquran? Dari sekian banyak
orientasi perjuangan, penulis mengagumi salah satu Gerakan pembaharu,
gerakan moderat nan komprehensif, yang mempunyai jargon “Allahu
Ghayatuna”.
Jangan lupa bahwa dalam kehidupan kita, suatu saat kita
berada di titik terendah. Berada di titik terendah. Kesana kita semua
kan menuju. Bagi yang sedang Berada di Puncak ketinggian bersiaplah akan
celaan dan hinaan. Berada di Titik Terendah, mungkin bagi mereka yang
selalu mendongak ke langit ini akan jadi sedikit lucu dan tak
terpikirkan.
Engkau sedang merendah, saat wajah engkau sungkurkan
di ujung sujudmu.. Memang engkau makhluk rendah, yang tak bisa berbuat
apa-apa tanpa kuasaNya. Maka Saksikanlah Orang-orang yang senang
merendah, mereka akan tampak membahana dan berdigjaya di Bumi, dan
sedang didoakan Ikan di Laut dan Burung di langit. Sedang dibicarakan
oleh para Penduduk Langit. Meski senyap menyergap mereka. Tenang,
stabil, seperti tanpa ambisi. Namun dinamis ketika bergerak, mendobrak
batas kemampuannya, diawali dengan Sujud.
Jangan Keluhkan Tentang
Derasnya Hujan. Sebab setiap Tetesnya Allah Maha Tahu. Jangan keluhkan
bertubi-tubinya kemalangan. Sebab, apakah itu Ujian, Rahmat, Laknat,
engkau tak tahu. Sungguh lebih baik bagimu merangkak menuju Masjid dari
pada Pulas terbenam dalam nyamannya kasur.
Zaman semakin
mengekang, dan engkau kan merasa kerasnya bebatuan, cadas nan tajam.
Semakin sulit berpegang pada prinsip kebenaran, karena mereka ingin
Imanmu padam. Lalu engkau kan merasa panasnya bara api di tangan lalu
kau genggam. Mereka akan terus mengungkit masa-masa kelam. Sampai-sampai
membuatmu naik pitam. Tetapi jangan menyerah, jaga Ia, semai dengan tazkirah tak temaram. Teguhlah, bila perlu gigit Ia dengan gigi geraham.
Para
Nabi, Shiddiqin, dan Para Syuhada Iri pada Mereka. Mereka bermandikan
Cahaya di atas mimbar-mimbar Cahaya. Siapakah Mereka? Mereka yang saling
Mencintai karena Allah dan membenci karena Allah.
Ngobrol-ngobrol
Penuh Gizi & Manfaat di salah satu sudut Jl. Sungai Saddang salah
seorang Kepala Bank Syariah. Bagian yang paling menarik adalah Beliau
yang sebelumnya adalah Karyawan di salah satu Bank Konvensional lalu
hijrah ke Bank Syariah. Proses Hijrah yang tidak mudah menurut Beliau.
Ada-ada saja Rintangan bila ingin semakin mendekat pada Allah. Dalam
relung hati, masih menyimpan optimisme dan harapan untuk Bangsa ini.
Bangsa yang sangat mendambakan curahan Rahmat. Dimulai dengan diri
sendiri, lalu berjuang untuk hal-hal yang substantif. Bagi penulis
pribadi, istilah Khilafah atau Demokrasi tak jadi soal. Yang paling
penting adalah Cahaya Allah menyebar dan menembus segala sesuatunya.
Menyinari & membimbing semua ideologi, mencerahkan Bangsa Indonesia
& seluruh aspek kehidupannya. Itulah Cahaya di atas segala Cahaya.
Itulah sekelumit renungan yang sempat kami tuliskan di akun path kami. Semoga bermanfaat.
0 komentar:
Posting Komentar