Oleh : Mohamad Khaidir, S.E.
Iring-iringan
kendaraan bermotor melintasi kota berduyun-duyun di hari Ahad sore. Di Kota
tempat penulis mengukir gagasan sederhana ini, Kota Palu Sulawesi Tengah. Memberi
kesan yang melihatnya bahwa mereka benar-benar kompak dalam hal kendaraan,
seragam, dan beberapa atribut lain. Nampaknya bukan hanya satu komunitas
kendaraan bermotor yang berkumpul di taman kota pada sore hari itu. Ada
komunitas dengan kendaraan yang sederhana saja, ada pula komunitas dengan
kendaraan bermotor yang agak mewah khusus kalangan menengah ke atas. Mereka
sudah bersiap-siap di tempat seperti biasa yang mereka sepakati bersama,
bersiap melakukan tour keliling kota
di iringi beberapa polisi lalu lintas. Selain untuk mensosialisasikan tentang
cara berkendara yang baik kepada masyarakat, juga membuktikan solidaritas
mereka sebagai sesama rider.
Komunitas
rider tersebut ingin memberikan
pemahaman kepada masyarakat tentang pentingnya berkendara secara tertib dan
taat pada peraturan-peraturan lalu lintas. Mereka menyadari bahwa kalau upaya
ini di lakukan secara individualis saja, maka pengaruhnya mungkin tak terlihat
bahkan tak terasa sama sekali. Maka mereka melakukannya secara bersama-sama,
secara berramai-ramai agar muncul euforia
tersendiri pada pesan-pesan yang ingin mereka sampaikan. Ada juga
sekelompok anak muda yang berhimpun dalam komunitas sepeda. Dengan penuh
percaya diri mereka ingin menyampaikan nilai-nilai tentang hidup sehat. Dengan
bersepeda maka akan mengurangi polusi dan sisi positif lainnya adalah
menyehatkan badan dan sekali lagi mereka tak akan mampu untuk menyebarkan
nilai-nilai positif ini apabila hanya di lakukan secara individu. Mereka
memilih untuk berhimpun dalam suatu komunitas agar apa yang ingin mereka
sampaikan dapat tersebar dengan luas.
Ada
lagi sekelompok anak muda yang berhimpun dalam kelompok pecinta alam.
Menyebarkan nilai-nilai positif tentang bagaimana kemudian manusia yang memang
pada dasarnya harus menghargai dan melestarikan lingkungan. Nilai yang ingin di sampaikan oleh kelompok
pecinta alam ini sangat kontras dengan pemahaman para penganut paham kapitalis
tentang bagaimana memandang alam dan lingkungan sekitar. Paham kapitalis memberi
keleluasaan manusia untuk mengelola dan memanfaatkan alam dengan
sebebas-bebasnya tanpa di sertai tanggung jawab moral dan sosial. Mungkin hal
ini juga yang mengakibatkan banyak perusahaan-perusahaan di sekitar kita
mengelola dan memanfaatkan alam dengan
sewenang-wenang. Sehingga yang terjadi adalah eksploitasi sumber daya alam yang
tidak terkendali dan tidak bertanggungjawab karena bertindak dengan tujuan
pemenuhan profit semata serta
mengabaikan nilai-nilai etika dan moral. Inilah paham ekonomi kapitalisme.
Kembali
ke komunitas pecinta alam tadi, mereka adalah sekelompok anak muda yang mempunyai
hobi menyusuri sungai, mendaki gunung, hiking,
joging, climbing, yang tidak lain dan
tidak bukan adalah dalam rangka mencintai alam dan melestarikan lingkungan.
Sedikit mirip dengan konsep Islam tentang bagaimana cara pandang manusia
terhadap alam dan lingkungan dan sekitarnya. Islam mengajarkan melalui
Al-Qur’an dan As-Sunnah, bahwa manusia adalah khalifah di muka bumi. Khalifah
adalah pemimpin, mulai dari memimpin dirinya sendiri, keluarga, masyarakat,
sampai memimpin alam semesta. Alam pun adalah wewenang manusia untuk mengelola
dan memanfaatkannya, Allah SWT adalah pemilik alam semesta ini dan manusia di
beri hak untuk mengelola dan memanfaatkannya. Tentunya karena alam semesta ini
adalah kepunyaan Allah SWT. , maka harus di kelola berdasarkan aturan-aturan
dari Allah, yaitu Syariat Islam. Di kelola dengan kebebasan yang
bertanggungjawab. Betapa indah Islam mengatur tentang cara pandang manusia
terhadap alam. Adapun sekelompok anak muda pecinta alam tadi begitu sadar bahwa
untuk memberikan kesadaran kepada orang-orang di sekitarnya tentang bagaimana
mencintai alam dan melestarikan lingkungan tidak bisa di lakukan hanya secara
individualis. Butuh kerja sama, butuh kelompok, dan butuh wadah. Maka kelompok
komunitas kendaraan bermotor, komunitas bersepeda, dan komunitas pecinta alam
tadi, memilih untuk bekerja secara Berjama’ah.
Sejatinya,
manusia adalah makhluk individu sekaligus makhluk sosial. Dasar negara kita
pun, yaitu Pancasila mengajarkan hal yang serupa. Sebagai makhluk individu,
manusia harus memperhatikan apa-apa saja yang terkait dengan kebutuhan
hidupnya. Imam Al-Ghazali menyimpulkan tentang lima kebutuhan dasar manusia,
yakni agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Pada saat yang sama manusia juga
harus mampu menjadi makhluk sosial yang peduli akan sesama, peduli kepada
lingkungan sekitarnya. Dan konsekuensi logisnya adalah manusia membutuhkan
manusia lain dalam beberapa aktifitas sosial.
Dalam
buku “Guru Adalah Ustadz Adalah Guru”, Saiful Falah menganalogikan tentang
betapa seorang manusia tidak akan bisa mengerjakan segala sesuatunya sendirian
kecuali butuh bantuan manusia yang lain. Saiful Falah ber-analogi seperti ada
dua buah gelas yang kosong, yang satunya di isi setengah terlebih dahulu. Kemudian,
gelas yang sudah terisi setengah tadi di isi lagi dengan air sampai penuh.
Bahkan air tersebut tertumpah ke meja dan ke lantai. Air yang tertumpah ke
meja, bila ada kertas di meja tersebut, pastilah air akan merusak kertas
tersebut. Air yang tertumpah sampai ke lantai akan menyebabkan lantai licin,
tinggal menunggu waktu saja orang-orang akan jatuh di sebabkan oleh lantai yang
licin tersebut.
Gelas
tadi di ibaratkan sebagai daya tampung manusia atas setiap masalah yang di
hadapinya. Setiap manusia pasti memiliki batas daya tampung atas setiap masalah
yang di hadapinya, apabila masalah tersebut terus tertampung dalam dirinya,
maka tunggu saja masalah tersebut akan menimbulkan masalah baru dan merugikan
orang lain sepanjang masalah tersebut tidak pernah di-sharing. Butuh gelas lain agar air yang tertampung dalam gelas kita
bisa terakomodasi. Manusia butuh tempat sharing
atau curahan hati agar setiap masalah yang di hadapi terasa sedikit lebih
ringan dan mampu di hadapi. Gelas yang menjadi tempat berbagi air tadi
hendaknya bukan gelas yang di penuhi air juga, karena masalah bisa menjadi
semakin runyam apabila partner sharing kita
juga seseorang yang memiliki segudang masalah. Dan pada intinya, manusia tidak
dapat hidup sendiri. Butuh sahabat, butuh orang lain, butuh kelompok, butuh
wadah, butuh komunitas, agar hidupnya dapat di jalani dengan sebaik-baiknya.
Sebagaimana hakikat manusia sesungguhnya, Sabda Rasulullah SAW.: “Sebaik-baik
manusia adalah bermanfaat bagi sesamanya..”.
Inilah
fitrah manusia yang harus di sadari oleh para pejuang dakwah. Inilah kaidah yang
harus di pahami oleh para pewaris tugas Nabi dan Rasul. Tentang pilihan untuk
berjama’ah dalam hidupnya. Begitu banyak keutamaan-keutamaan yang di peroleh
apabila perjuangan yang panjang dan melelahkan ini di kerjakan secara
bersama-sama, secara berjama’ah. Keistimewaan berdakwah di dalam Jama’ah begitu
banyak. Kita coba lihat bagaimana yang terjadi di Masjid Nabawi di masa
Rasulullah SAW. Pemandangan mana yang lebih indah kita saksikan ketika kaum
muslimin melaksanakan Shalat secara berjama’ah. Ada Suhail dari Romawi, Salman
dari Persia, Bilal dari Habasyiyah, mereka semua di ikat dalam persaudaraan
berdasarkan aqidah. Di ikat dengan indah oleh ukhuwah islamiyah, betapa
indahnya bergabung dan bekerja dalam jama’ah daripada secara sendiri-sendiri. ‘Umar
bin Khaththab ra pernah berkata : “Tidak ada Islam melainkan dengan jama’ah,
tidak ada jama’ah kecuali dengan imamah (kepemimpinan) dan tidak ada
kepemimpinan kecuali dengan ketaatan.”
Sebagai
pejuang dakwah, kita pun harus memahami tujuan sebenarnya dari berjama’ah ini.
Tentang mengapa dakwah ini harus membentuk sebuah kesatuan barisan, keselarasan
gerak, dan keseragaman tujuan. Dalam Buku Menuju Jama’atul Muslimin, Hussain
bin Muhammad bin Ali Jabir, M.A. menjelaskan tentang tujuan-tujuan umum bagi
jama’atul muslimin yaitu :
1. Supaya
manusia menyembah Rabb yang Mahasatu
2. Menjalankan
prinsip amar ma’ruf nahi mungkar
3. Menyampaikan
Dakwah Islam kepada semua manusia
4. Menghapuskan
fitnah dari seluruh dunia
5. Menaklukkan
Roma, ibu kota Italia
6. Memerangi
semua manusia sehingga mereka bersaksi dengan kesaksian yang benar.
Masih
dalam buku Menuju Jama’atul Muslimin, Nabiyullah Ibrahim as menyadari persoalan
ini kemudian memohon kepada Allah SWT agar di anugerahi seorang penerus yang
termasuk dalam golongan orang-orang shaleh yang akan menjadi suatu jama’ah
pengemban dan pembela Dakwah-Nya. Firman Allah SWT. :
“Ya
Rabbi, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk ke dalam himpunan
orang-orang yang Shaleh. (Q.S. Ash-Shaffat : 100).”
Rasulullah
SAW mengungkapkan pentingnya jama’ah ini bagi keberhasilan dakwah, dan
menyatakan bahwa jama’ah inilah yang akan menentukan eksis atau tidaknya dakwah
islam. Ini di ungkapkan beliau dalam munajatnya kepada Allah pada perang Badar
sebagaimana di riwayatkan dari ‘Umar bin Khaththab ra. Pada waktu perang Badar,
Nabi SAW menghadap kiblat , kemudian menjulurkan tangannya seraya berdoa kepada
Rabb-nya :
“Ya
Allah, jika kelompok dari orang-orang Islam ini hancur, maka Engkau tidak akan
di sembah di muka bumi.”
Wahai
para pejuang dakwah, taatilah Rabbmu dan teladanilah para Nabi dan Rasul dengan
mengambil langkah tegap untuk berjama’ah. Insya Allah engkau takkan berada
dalam kesesatan selama Jama’ah Dakwah senantiasa berpegang teguh pada Al-Qur’an
dan As-Sunnah. Pahamilah ini lalu ambil langkah yang pasti, ajak orang-orang di
sekitarmu untuk turut serta mengambil langkah ini. Langkah yang akan
membimbingmu, membimbing kita semua berada dalam jalan kebenaran, jalan yang di
ridhai Allah SWT., jalan yang telah di ambil para Nabi dan Rasul, jalan yang
telah di ambil para pendahulu. Yakinlah dengan sebenar-benarnya keyakinan, keyakinan
yang menghujam nurani, laksana kokohnya akar menunjang batang, ranting, dan
daun. Tetaplah Berjama’ah!
Wahai
para pejuang dakwah, jangan sampai tingginya gelombang sekularisasi,
liberalisasi, dan ideologi-ideologi lain membuatmu pesimis membersamai ideologi
yang mulia ini, ideologi yang di wariskan oleh para Nabi dan Rasul, dan dengan
keoptimisan dan kemantapan hati kita menjadi pewaris tugas para Nabi dan Rasul.
Jangan sampai realitas keummatan membuatmu pesimis dalam mengemban tugas yang
mulia ini. Karena engkau adalah orang-orang yang telah di pilih oleh Allah SWT
untuk bergabung dalam barisan Jama’atul Muslimin. Bersabarlah dan kuatkanlah
kesabaranmu! Teruslah berada dalam Jama’ah! Tetaplah Berjama’ah!
0 komentar:
Posting Komentar