Oleh : Mohamad Khaidir, S.E.
dakwatuna.com – Istana putih berdiri tegar di depan
sektor perkebunan kelapa sawit, atapnya menjulang tinggi ke langit
seakan-akan ingin memecah awan. Namun istana putih ini bukanlah istana
putih Persia dengan kemegahannya di masa lalu. Di posisi dataran yang
tinggi, di istana putih itu tersedia jalan yang lebar agar dapat
menjangkau dan memasukinya. Jalan menuju ke istana putih terbuat dari
pavin-pavin yang disusun secara rapi dan disesuaikan ketinggiannya. Agar
mobil-mobil mewah nan angkuh bisa lewat. Mobil-mobil mewah nan angkuh
yang dulu ketika masa kampanye pemiliknya sering turun ke lapangan,
bersosialisasi dengan masyarakat, sering melakukan kegiatan bakti sosial
di tengah-tengah masyarakat. Namun ketika mendapatkan kursi di
parlemen, mobil mewah nan angkuh itu sepertinya tak pernah lagi melewati
jalan yang berlubang. Mobil mewah nan angkuh itu mungkin tak sudi lagi
melewati jalan yang becek karena takut kemewahannya akan terkotori oleh
noda becek. Mobil mewah nan angkuh itu melaju dengan kecepatan yang tak
memungkinkan rakyat untuk menegur dan menyapa yang berada di dalam
mobil. Mobil mewah nan angkuh itu mungkin tak lagi membuka kaca
jendelanya karena terburu-buru menuju rapat dan urusan formal lainnya.
Terus menuju istana putih tanpa pernah menyempatkan waktu untuk singgah
sebentar sekadar duduk-duduk di warung kopi, sekadar nongkrong di
pinggir jalan sambil mendengarkan keluhan rakyat, sekadar singgah di
warung makan sederhana tempat para masyarakat bertukar pikiran. Terus
melaju meluncur menuju istana putih. Istana putih itu terletak di
Kabupatan Morowali Provinsi Sulawesi Tengah, sekitar 14-15 jam menempuh
perjalanan darat. Jaraknya kurang lebih 600 Km dari Ibu Kota Provinsi,
Palu Sulawesi Tengah. Dengan kondisi jalan yang sangat memprihatinkan
menuju ke Kabupaten Morowali karena masih tergolong kabupaten baru.
Kami
pun menyadari bahwa istana putih ini ada hampir di seluruh daerah di
Indonesia. Istana putih yang indah tersebut, memiliki banyak penjaga di
setiap sudut pekarangannya. Penjaganya berbadan tegap dan berpenampilan
serba hitam. Ada juga penjaga yang berpakaian seragam lengkap, warna
seragamnya hijau tua kekuning-kuningan, lengkap dengan baret, sabuk yang
rapi, sepatu laras bak militer siaga. Ada pula beberapa tukang kebun
yang menjaga keseharian pekarangan istana putih. Setiap hari menyirami
bunga-bunga indah dan tanaman-tanaman elok pelengkap keanggunan taman
istana putih. Istana putih yang sangat indah, tertata rapi setiap
komponennya, namun tak sebanding dengan kemuliaan SurgaNya Allah SWT
diperuntukkan bagi orang-orang yang beriman dan istiqamah dalam
ketakwaannya.
Istana putih dengan segala keindahan duniawinya. Dan
yang pasti segala keindahan di dunia memiliki konsekuensi logis, karena
tak ada yang abadi di dunia ini. Konsekuensi logisnya adalah, tak
mungkin istana putih yang megah ini dengan segala kemegahannya hanya
disokong dengan dana yang sedikit. Tentunya membutuhkan biaya yang
banyak dan dana yang sangat besar untuk menjaga segala fasilitas istana
putih tersebut. Artinya di puncak kemegahan yang ada pada istana putih,
pasti ada penderitaan segelintir orang. Sang penghuni istana putih itu
pun sangat terkenal dengan kewibawaannya dan kepemimpinannya. Ia sering
menggunakan pakaian serba putih pada setiap acara-acara formal dan
acara-acara penting. Tampilannya layaknya Bung Karno dengan pakaian
serba putih tersebut, mudah-mudahan gagasan kebangsaan visioner milik
Bung Karno juga ada dalam pikiran sang penghuni istana putih tersebut,
bukan hanya sekadar tampilan luarnya saja. Sebut saja orang yang sangat
dihormati ini sering di panggil dengan panggilan Kepala Daerah. Memimpin
suatu daerah tertentu dengan berbagai fasilitas mewah dan sarana
prasarana yang menunjang gaya hidupnya. Salah satu fasilitas yang
diperolehnya adalah yang kami deskripsikan sejak awal tulisan ini,
fasilitas tersebut adalah rumah dinas yang penulis senang menyebutnya
dengan sebutan istana putih.
Zaman telah berubah, dan arus
globalisasi semakin deras, gelombang sekulerisme dan liberalisme semakin
meninggi bersiap menerpa apapun yang ada di depannya. Sepertinya sosok
pemimpin sederhana dan bersahaja semakin sulit ditemukan di masa kini.
Padahal dunia pernah menyaksikan kepemimpinan hebat seorang yang
sederhana dan bersahaja. Seorang anak yatim dan tak pandai membaca,
namun kepemimpinannya diakui oleh Romawi dan Persia. Kepemimpinan yang
sangat berpengaruh keteladanannya melebihi pengaruh pemimpin manapun di
dunia ini. Dialah Baginda Nabi Besar Muhammad Shallallahu’alaihi wa Sallam.
Tercatat dalam Buku karya Michael Hart berjudul “100 Tokoh Berpengaruh
di Dunia Sepanjang Masa” sebagai Tokoh yang paling berpengaruh dalam
sejarah peradaban dunia. Bahkan membina para sahabat dekatnya menjadi
para pemimpin hebat di zamannya. Khalifaturrasulillah, Abu Bakar
Ash-Shiddiq Radhiyallahu’anhu yang pembawannya begitu
melankolis dan lembut kepada siapa saja, ketika memimpin mampu untuk
kemudian menjadi tegas dan keras serta memerangi para Kaum Muslimin yang
enggan membayar zakat semenjak meninggalnya Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallam. Atau seperti Amiirul Mu’minin, ‘Umar bin Khaththab Radhiyallahu’anhu,
sosok yang begitu keras dan tegas namun pada saat yang sama menjadi
orang yang begitu lembut dan penyayang serta amat sangat mencintai
rakyatnya. Amiirul Mu’minin ‘Umar bin Khaththab Radhiyallahu’anhu
mampu untuk kemudian menjadi pendengar yang baik atas setiap keluhan
kaum Muslimin dan adil terhadap non-muslim. Merekalah para pemimpin
terbaik di zamannya.
Kembali lagi kepada cerita yang sedikit
mendekati realita tadi, tentang Kepala Daerah dengan kemegahan istana
putihnya. Realita yang terjadi hampir di seluruh daerah di Negeri indah
nan permai bernama Indonesia. Masyarakat masih tengah mencari sosok
pemimpin ideal yang mampu menyelesaikan segala persoalan negeri ini, dan
saat ini masyarakat cenderung akan memilih pemimpin yang sering turun
ke lapangan dan melihat langsung kondisi mereka. Terlepas dari apakah
itu pencitraan belaka atau memang benar-benar bekerja tulus dan ikhlas
untuk masyarakat. Kita tak tahu pasti kondisi sesungguhnya hati nurani
para pemimpin yang sering turun lapangan tersebut, karena hanya Allah
yang mengetahui kondisi sesungguhnya kondisi hati para pemimpin kita,
getar hati sang pemimpin Sampai detik ini, kita tengah disibukkan dengan
polemik kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) yang merupakan kebutuhan
primer masyarakat yang hampir dapat dipastikan kenaikan BBM tersebut
akan semakin mencekik masyarakat kalangan bawah. Semoga saja para
pemimpin bangsa ini segera mendapatkan solusi terbaik terkait polemik
ini.
Kita sangat merindukan para sosok pemimpin dengan getar hati
yang sesungguhnya. Mungkin saja sosok itu ada di Provinsi Jawa Barat
yang Gubernurnya memiliki segudang prestasi fenomenal dibuktikan dengan
penghargaan hampir di semua aspek pemerintahan dan tata kelola
pemerintah, beliau senyap akan pemberitaan media. Mungkin juga sosok itu
ada di daerah Depok, yang Walikota-nya dengan senang hati naik motor
menuju kantor dinas yang belum tentu kepala daerah yang lain mau untuk
melakukan hal itu.
Mungkinkah getar hati pemimpin tersebut ada di Kota
Bandung, mempunyai Walikota yang muda dan energik, begitu bersemangat
menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi di Kota Bandung, dan sampai
sekarang berusaha sepenuh hati dan sekuat tenaga merealisasikan
janji-janji kampanye-nya. Atau mungkinkah getar hati itu ada di Kota
Surabaya, memiliki Ibu Walikota yang dengan sangat tegas menutup tempat
prostitusi terbesar se-Asia Tenggara, tegas menindak kemaksiatan
meskipun sering mendapat cemoohan tak santun dari beberapa oknum, semoga
Allah senantiasa merahmatimu Ibu Walikota! Atau mungkin saja kita juga
merindukan getar hati pemimpin yang merupakan seorang Da’i dan ‘Ulama,
pada saat yang sama juga menjadi ‘Umara. Pemimpin kharismatik di
daerahnya, yang terhormat Bapak Gubernur Maluku Utara. Hanya Allah lah
yang mengetahui getar hati pemimpin yang sesungguhnya, pemimpin yang
sederhana nan tegas, sosok pemimpin ideal impian yang sangat kita
rindukan. Mari kita mulai mencari getar hati pemimpin itu, dimulai
dengan merendahkan ego dan kesombongan, dimulai dari ber-muhasabah atas
diri kita sendiri, memperbaiki keluarga kita, mempererat persaudaraan
dengan sahabat-sahabat kita, menyebarkan kebaikan pada orang-orang di
sekitar kita, serta masyarakat kita. Agar suatu saat muncul sosok
pemimpin dengan getar hati yang sesungguhnya. Karena seyogyanya pemimpin
yang terbaik lahir dari lingkungan dan masyarakat yang terkondisikan
dengan kebaikan-kebaikan. Sehingga sungguh syahdu perkataan Ali Bin Abi
Thalib ra apabila mampu kita praktekkan, Beliau berkata :
“Barangsiapa
meletakkan dirinya sebagai pemimpin, maka hendaklah dia memulai dengan
mengajari dirinya sebelum mengajari orang lain. Dan hendaklah dia
membersihkan langkah kehidupannya sebelum membersihkan lisannya. Karena
orang yang mengajari dan membersihkan dirinya itu lebih berhak
dimuliakan daripada orang yang mengajari manusia dan membersihkan
mereka.” (Ali bin Abi Thalib).
Kita masih merindukan sosok
pemimpin yang ideal, yang mungkin saja mau meninggalkan segala kemewahan
dan kemegahan istana putih-nya, tinggal bersama-sama masyarakat. Sempat
Di zaman ke-khalifahan ‘Umar bin Khaththab ra utusan dari Romawi dan
tawanan perang dari Persia terheran-heran menyaksikan Sang Amiirul
Mu’minin tidur di Masjid Nabawi yang kondisi Masjid Nabawi di Madinah
pada saat itu memang masih sangat sederhana. Kita menantikan sosok
pemimpin yang tak segan berada di tengah-tengah masyarakat dan berbaur
dengan mereka. Turunkanlah kaca jendela anda sejenak, turunlah dari
mobil mewah nan angkuh sejenak untuk bersama-sama mendengar masukan dan
saran-saran kami. Tinggalkanlah istana putihmu walaupun hanya sejenak,
tinggallah sejenak di rumah-rumah kumuh kami agar paham akan kondisi
kami.
Kita bukanlah kaum Jabariyah, kelompok umat Islam zaman dulu
yang selalu pasrah. Kepasrahan kaum Jabariyah ini terhadap Yang
Mahakuasa sudah berada dalam stadium gawat darurat. Ideologi ini di
pelopori oleh Jahm bi Safwan dan Ja’d bin Dirham. Menyerahkan takdir
manusia semua-muanya kepada Allah merupakan inti dari ajaran Jabariyah.
Mereka meniadakan usaha manusia. Manusia hanya di anggap sebagai boneka
Tuhan. Maka ketika terjadi sesuatu, manusia tidak bisa dipersalahkan.
Kita
akan berusaha untuk tidak seperti kaum Jabariyah, kita tidak akan
meneladani kaum yang telah dilaknat Allah SWT karena pemikiran yang
sempit. Kita akan berusaha menjadi pemimpin bagi diri sendiri dan
keluarga, kita akan senantiasa berusaha menjadi rakyat yang baik dan
santun karena sedikit memahami bahwa kondisi pemimpin adalah
representasi dari kondisi rakyatnya. Dari Getar hati sang Pemimpin, Kita
berharap keberkahan dari Allah SWT untuk negeri ini, agar suatu saat
keberkahan Allah SWT melimpah untuk negeri ini oleh sebab keteladanan
pemimpinnya dan kesantunan serta ketaatan rakyatnya. Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafuur, Insya Allah.
0 komentar:
Posting Komentar