This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Senin, 17 November 2014

Dakwah Kampus itu Sensasi Inspirasi!

Palu, 9 November 2014
Oleh : Mohamad Khaidir, S.E.


Ilustrasi (inet)
Ilustrasi (inet)


dakwatuna.com – Episode dakwah kampus akan terus berlanjut, dalam narasi perjuangan pemuda-pemudi yang memilih jalan hidupnya berbeda dengan orang-orang di sekitarnya. Para pemuda-pemudi yang mungkin saja sengaja memilih jalan yang tak dilalui oleh orang banyak. Mungkin jalan ini juga tak ditengok para kawula muda perkotaan yang disibukkan oleh kegiatan mengejar perkembangan zaman yang diidentikkan dengan lifestyle. Bahkan kawula muda pedesaan pun menganggap perlu untuk meniru pemikiran kawula muda perkotaan. Namun, baik kawula muda perkotaan maupun kawula muda pedesaan, di antara mereka ada pula yang memilih menulis narasi mereka dengan narasi perjuangan. Sebuah narasi yang kelak akan menjadi tinta emas sejarah, meskipun pada saat ini belum banyak yang memahaminya. Episode dakwah kampus adalah serangkaian jalan yang telah dipilih oleh para pemuda-pemudi ini.

Pemuda-pemudi yang memilih untuk berkontribusi ini, menganggap bahwa saat ini tak ada waktu lagi untuk mengeluh, meratap, mengutuk kegelapan, mencerca kondisi tak ideal, dan tak optimis memandang realita. Pemuda-pemudi ini lebih memilih secara perlahan untuk mengubah lifestyle mereka yang cenderung sekuler dan materialis. Perlahan tapi pasti, karena perubahaan itu bertahap, dan perubahan itu adalah sebuah keniscayaan. Karena perubahan itu adalah keniscayaan, berarti hanya ada dua hal yang menjadi arah perubahan. Arah perubahan dalam diri manusia hanya ada dua kemungkinan, berubah menjadi lebih baik atau berubah menjadi semakin buruk. Life is a choice kawan! Pilihlah perubahan mana yang pantas untuk engkau pilih lalu engkau tempuh jalannya. Perubahan ke arah lebih baik, kebanyakan terjadi di usia-usia produktif. Salah satu faktor penyebab perubahan ini adalah dakwah kampus. Celupan dan sentuhan dakwah kampus merubah pola pikir para pemuda-pemudi ini, perubahan yang cukup drastis.

Sungguh beruntung mereka yang telah tersentuh dakwah kampus, lalu kemudian menjadi pejuang-pejuangnya. Pejuang yang tak kenal lelah. Meskipun kerja-kerja mereka terkesan monoton, lebih suka kegiatan-kegiatan seremonial. Mungkin inilah yang perlu dievaluasi di kalangan aktivis dakwah kampus. Aktivis dakwah kampus yang penulis amati luar biasa semangatnya untuk perubahan, tetapi substansi dari dakwah kampus itu sendiri masih sulit untuk dipahami dan dipraktekkan. Meskipun seperti itu kondisinya, para pejuang-pejuang dakwah kampus ini tetap mampu menjadi sumber inspirasi.

Dakwah kampus itu sensasi inspirasi, mampu memberikan sensasi di kalangan akademisi dan civitas akademika dan pada saat yang sama mampu menjadi sumber inspirasi. Tiga lini utama dakwah kampus barangkali perlu untuk diketahui dan dipahami kembali bagi yang sudah mengetahuinya. Lini yang pertama adalah lini da’wi, lini untuk mencetak kader-kader dakwah kampus yang militan dan kapasitas ilmu agama yang mumpuni. Lini kedua adalah lini siyasih, selain menghasilkan kader-kader dakwah kampus yang mumpuni di bidang agama, kader-kader dakwah kampus tipe siyasih juga dibutuhkan dan perlu dijaga keberlangsungan regenerasinya. Kader-kader dakwah kampus tipe siyasih adalah mereka para politikus kampus, para aktivis dakwah yang memiliki kapasitas untuk mengambil peran di badan eksekutif mahasiswa, himpunan mahasiswa, dan unit-unit kegiatan mahasiswa lainnya. Lini ketiga adalah lini ‘ilmi, dimana goals dari lini ini adalah mencetak sebanyak mungkin Dakwah Kampus Permanen (DKP).

Sensasi inspirasi dakwah kampus tidak sampai di situ saja, karena dakwah kampus sejatinya adalah dakwah yang bersifat original. Orisinalitas dakwah kampus tak perlu untuk diperdebatkan lagi, sebab dengan kembali kepada keaslian dakwah akan semakin memacu dan mengakselerasi menuju tujuan utama dari dakwah kampus itu sendiri. Dalam buku Menuju Kemenangan Dakwah Kampus yang ditulis oleh Ahmad Atian, setidaknya ada lima poin tentang back to originality. Kelima hal itu adalah Islam, Tarbiyah, Dakwah, Fiqih Dakwah, dan Manhaj Dakwah. Agar pemahaman kita semua semakin mendalam terkait kelima hal tersebut, penulis menganjurkan membaca buku Menuju Kemenangan Dakwah Kampus karya Ahmad Atian dan buku Fiqih Dakwah karya Al-Ustadz Jum’ah Amin Abdul Aziz.

Dakwah kampus itu memang harus punya sensasi, mengapa harus punya sensasi? Karena sebagian besar objek dakwahnya adalah orang-orang yang tergolong usia produktif. Objek dakwah yang seperti ini membutuhkan cara berdakwah yang tidak biasa, cara yang penuh sensasi namun tetap dibatasi oleh syariat Islam. Sensasi yang membuat semua mata terpana, sensasi yang menggali dan menganalisa potensi kader dakwah, tentunya dengan mempelajari realitas kekinian. Sensasi bisa dalam bentuk prestasi, kreatifitas, sifat organisatoris, pantang menyerah, bertanggungjawab, dan menjadi teladan dalam perilaku. Sensasi prestasi hendaknya diwujudkan dalam kapasitas kader dakwah kampus yang mumpuni dalam bidang akademik. Minimal indeks prestasi kumulatif yang dimiliki seorang kader dakwah kampus menginspirasi orang-orang di sekitarnya. Sensasi kreatifitas dapat diwujudkan dalam kreatifitas. Kader dakwah kampus yang kreatif, yang tak mudah menyerah, yang kreatif dalam memecahkan setiap persoalan. Sehingga dengan sensasi tersebut dakwah kampus mampu menjadi leading innovation dan trendsetter bagi lembaga-lembaga kemahasiswaan lainnya.

Dakwah kampus itu memang harus menjadi sensasi inspirasi, segala sensasi yang telah diciptakan hendaknya menjadi inspirasi bagi para objek dakwah, bagi orang-orang banyak. Sensasi inspirasi yang mampu menyentuh hati para objek dakwah, karena salah satu indikator keberhasilan dakwah kampus adalah tentang bagaimana menyentuh hati. Mengapa di awal-awal dakwah Rasulullah SAW, beliau tidak langsung menghancurkan patung-patung berhala? Rasulullah SAW tidak langsung mengubah kebiasaan-kebiasaan jahiliyah secara frontal? Karena Beliau sangat memhami bahwa dakwah adalah persoalan hati. Bagaimana caranya bisa menyentuh hati orang-orang agar kemudian hidayah yang datang dari Allah dengan diri kita yang menjadi penyebabnya, menggerakkan orang tersebut karena telah terpatri dalam hati.

Dakwah kampus itu sensasi inspirasi yang mampu menyentuh hati. Setelah menyentuh hati, maka muncul pola pikir yang baru. Karena ketika asal perubahannya dari hati, akan mengubah secara perlahan pola pikir manusia. Pola pikir yang tidak tercemari oleh paham kapitalis dan sosialis, cukup mengambil hal-hal baik dan penting dari kedua paham itu saja. Pola pikir yang telah tershibgah dengan shibgah yang paling baik. Shibgah manakah yang paling baik selain shibgah Allah? Pola pikir yang benar-benar meyakini dengan seyakin-yakinnya bahwa sumber dari segala sumber kebenaran adalah Islam. Pola pikir yang menentang segala macam bentuk nilai-nilai liberalisme yang membuat semua hal menjadi liberal, menjadi bebas sebebas-bebasnya, tidak lagi dibatasi oleh nilai-nilai moral dan etika, bebas dari nilai-nilai agama. Selanjutnya pola pikir para kader dakwah kampus akan mewujud nyata dalam perilaku sehari-harinya.

Dakwah kampus memang sensasi inspirasi yang telah menyentuh hati, mengubah pola pikir, lalu terwujud nyata dalam perilaku. Perilaku yang baik, menjadi teladan, akhlak yang baik, teladan di atas teladan mahasiswa –mahasiswi yang ada, teladan dalam perilaku adalah teladan yang optimal untuk merubah. Betapa bahagianya mereka para kader dakwah kampus dengan segala sensasi inspirasinya, yang mampu menginspirasi dan mengubah banyak orang. Contoh konkretnya adalah jilbab syar’i yang menjadi trend di kalangan perempuan, shalat berjamaah di Masjid yang perlahan menjadi kebiasaan civitas akademika. Itulah beberapa contoh sensasi inspirasi yang akan kita rumuskan, kita diskusikan, kemudian kita wujudkan bersama. Ingat, dakwah kampus adalah juga tentang pewarisan visi dan misi. Pewaris tugas mulia para Nabi dan Rasul.

Memang, sensasi inspirasi ini terlihat sangat ideal bila disandingkan dengan realitas kemasyarakatan yang ada. Tetapi, teruslah bergerak mengejar keidealan tersebut! Kapan lagi ada peluang untuk menjadi semakin baik kalau bukan sekarang? Sekali lagi karena perubahan adalah keniscayaan. Apa anda akan betah menjadi orang yang jauh dari Allah sampai akhir hayat? Waktunya bagi dakwah kampus untuk menjadi sensasi inspirasi bagi semua umat manusia, dimulai dari diri sendiri, keluarga, lingkungan kampus, masyarakat, bangsa, dan negara.

Selasa, 11 November 2014

Di Mercusuar Manimbaya Aku Berdiri

Palu, Diruang Tengah, 31 Oktober 2014
Oleh : Mohamad Khaidir, S.E.

Ilustrasi. (ikhtiarui.wordpress.com)
Ilustrasi. (ikhtiarui.wordpress.com)

dakwatuna.com - Di sana aku pernah berdiri, mendaki anak-anak tangga yang seluruhnya terbuat dari besi. Sebelum mendaki anak-anak tangga menuju lantai tertinggi mercusuar tersebut, rupa-rupanya banyak yang mau dan sudah mencoba tetapi belum sampai ke lantai tertingginya. Sepertinya, memang harus mengumpulkan banyak keberanian, karena kalau cuma berani saja tidak akan mampu untuk sampai di puncak mercusuar. Sepertinya, bukan hanya persoalan nyali saja, tetapi juga harus paham caranya. Bagaimana mungkin bisa mendaki anak tangga yang panjangnya kurang dari semeter dan lebar tidak lebih dari telapak kaki dengan tidak menggunakan teknik dan tidak tahu caranya? Matahari tampak sangat cerah, tak ada satupun awan yang menghalangi pancaran sinarnya. Terasa sangat panas, namun semangat berpetualang meniadakan rasa panas menyengat tersebut. Bisa jadi panas menyengat tersebut tak terasa karena hembusan angin sejuk di Tanjung Manimbaya Sulawesi Tengah. Hembusan angin tanjung yang merupakan kombinasi angin darat dan angin laut, terlihat dari dua gelombang besar yang bertemu di bagian utara Tanjung Manimbaya.

Perjalanan ini dimulai dari Kota Palu, Ibu Kota Provinsi Sulawesi Tengah. Sebelum menuju ke Tanjung Manimbaya di Pantai Barat, begitu kami menyebutnya, tujuan pertama adalah Pulau Pasoso yang jaraknya sekitar tiga jam perjalanan kapal laut dari Desa Malei, sebelah utara sisi luar Tanjung Manimbaya. Sesampainya di desa Malei Kabupaten Donggala kami istirahat sejenak mempersiapkan diri sebelum menaiki kapal laut keesokan harinya di pagi hari. Tetapi istirahatnya tak berlangsung lama, karena sore harinya kami bermain bola bersama penduduk lokal. Pertandingan sepak bola yang berlangsung cukup sengit, hampir semua kalangan umur bertanding di halaman belakang rumah tempat kami menginap, halamannya cukup luas dan masih merupakan halaman sekolah dasar di desa Malei. Karena yang bermain sepak bola hampir dari semua kalangan umur, dari anak kecil, menjelang dewasa, dewasa, orang tua, terkadang gelak tawa muncul di tengah-tengah permainan. Bagi kami, tak peduli kalah ataupun menang, yang terpenting semua orang menikmati permainan tersebut. Seandainya Tim Nasional Sepak Bola Indonesia juga memiliki pemikiran seperti itu, pasti akan tercipta permainan sepak bola yang solid dan indah karena menikmati sepak bola dengan sepenuh hati, jiwa, dan raga.

Karena sebagian besar rombongan perjalanan ini sudah lama ter-Tarbiyah, dan sebagian besarnya adalah Aktifis Dakwah Kampus, setiap selesai melaksanakan Shalat Fardhu kami berlomba-lomba untuk Tilawah Alquran, target minimal satu juz, karena ruh Quran juga merupakan sumber energi kami, kepada siapa lagi meminta energi ruhiyah kalau bukan kepada Allah SWT. Kalau persoalan makanan jasmani itu bisa diusahakan dan diupayakan, bukankah makanan untuk Ruhiyah juga perlu diperhatikan? Di malam hari, kami berkumpul membahas persiapan menuju Pulau Pasoso di pagi hari. Pulau yang katanya berada di bagian luar Tanjung Manimbaya. Pulau yang katanya merupakan tempat budi daya hewan laut bernama penyu. Pulau yang kata orang-orang tak kalah indah dengan obyek wisata yang lain, namun belum terekspos secara masif di media, masih sebatas pembicaraan dari mulut ke mulut dan obrolan di sosial media.

Perjalanan menuju Pulau Pasoso pun dimulai di pagi hari, segala yang perlu dipersiapkan sudah dikemas di dalam ransel semi-carrier-ku. Kawan-kawan yang lain pun sudah bersiap, tak lupa kupakai syal Palestina andalanku. Syal yang merupakan produk dari Komite Nasional untuk Rakyat Palestina (KNRP). Kudapatkan dari seorang Ibu yang sangat kusegani dan kuhormati, pada saat itu beliau masih menjadi Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Palu dan juga menjabat sebagai Wakil Ketua DPRD Kota Palu. Syal Palestina ini panjangnya tak sampai satu meter, kombinasi warna hitam dan putih membuatnya tampak indah, ditambah lagi dengan Bendera Palestina dan Bendera Indonesia yang menandakan eratnya persahabatan kedua negara ini. Bagaimana tidak, salah satu negara pertama yang mengakui kemerdekaan Indonesia selain Mesir adalah Palestina. Wajar saja jika tragedi kemanusiaan di Palestina juga seharusnya menjadi duka kita rakyat Indonesia, duka dengan rasa kemanusiaan yang begitu tinggi, terkhusus duka sebagai saudara sesama Muslim. Karena setiap Muslim adalah saudara, kapan saudaranya disakiti maka ia pun merasakannya.

Perjalanan menuju Pulau Pasoso pun dimulai, dengan menaiki kapal laut yang tidak terlalu besar. Membawa perbekalan secukupnya, kapal pun melaju memapas gelombang-gelombang kecil ombak dilautan. Sepanjang perjalanan, sembari mengobrol, muncul sebuah kesadaran dalam benak pikiranku. Kesadaran tentang betapa kecilnya kita di tengah-tengah lautan yang begitu besar dan lautan tersebut kapan saja atas kehendak Allah siap menghantam dan meluluhlantahkan daratan. Lautan yang merupakan ciptaan Allah yang senantiasa bertasbih memuji Allah SWT, yang cara beribadah dan bersujudnya lautan kepada Allah tak akan pernah kita tahu bagaimana caranya dan seperti apa, tetapi keyakinan bahwa segala yang ada di langit dan di bumi bertasbih memuji Allah senantiasa ada. Cukup lama perjalanan ini, menyusuri pantai bagian barat Balaesang Tanjung. Sampai berada di ujung tanjung, terlihat mercusuar yang begitu sederhana. Ya, setelah dari Pulau Pasoso, besoknya kami akan segera kesana.

Pulau Pasoso mulai terlihat dari kapal kecil yang kami naiki, kecepatannya pun mulai distabilkan karena gelombang semakin besar. Kapal kecil sempat oleng beberapa saat, tetapi sang juru kemudi yang sudah punya segudang pengalaman melaut segera sigap mengatasinya, yang paling penting penumpang jangan sampai panik. Ombak yang menggulung dan tinggi mulai mereda, digantikan dengan semilir angin laut lepas dan gelombang yang tidak terlalu tinggi. Terkejut beberapa dari kami menyaksikkan kemunculan hewan laut yang akrab dengan manusia, ya, lumba-lumba mengiringi kapal kecil kami menuju Pulau Pasoso. Melompat dengan gaya khas mereka, bersama sekelompok teman-temannya. Bagiku, ini pertama kalinya melihat lumba-lumba di laut lepas, sungguh pemandangan yang benar-benar natural. Selama ini aku hanya menyaksikkan lumba-lumba di kolam pertunjukkan saja, di Taman Ria Kota Palu dan Ocean Dream Ancol Jakarta, hanya saja mereka adalah lumba-lumba yang telah terlatih dengan berbagai atraksi. Kali ini, lumba-lumba di laut lepas begitu indah disaksikkan dan menyejukkan hati. Betapa tidak, lumba-lumba yang selama ini disaksikkan dalam keadaan tertekan, kalau tidak melakukan hal-hal yang atraktif diancam tidak akan diberikan makanan bahkan akan mendapat punishment dari petugas kebun binatang. Ya, inilah realitas yang terjadi dibeberapa kebun binatang ternama dan wahana pertunjukkan hewan di Indonesia.

Semakin dekat di Pulau Pasoso, pemandangannya semakin eksotik saja. Seperti tak percaya akhirnya ini dapat disaksikan langsung oleh mata kepala sendiri, warna laut dan pasir yang betul-betul alami, mirip-mirip pemandangan pantai di Wallpaper Windows Seven. Semakin mendekat ke dermaga, terlihat satu dua ekor penyu sedang berenang dengan tenangnya, dan sekali lagi ini pengalaman pertama kali aku menyaksikkan hewan langka ini. Seperti biasa, kalau melihat objek baru pasti akan segera mengambil gambar, sesaat setelah kapal kecil kami berlabuh mulai beberapa teman-teman mencari tempat strategis untuk berfoto ria di Pulau yang masih begitu alami ini, Pulau Pasoso. Cukup banyak aktivitas yang kami lakukan di pulau ini, sampai mendapat surprise tak terduga dari komunitas mancing mania yang juga sedang berada di pulau itu, kami mendapat beberapa ekor ikan yang cukup besar hasil dari Silaturrahim. Selesai melepas lelah dan beraktifitas di Pulau Pasoso kami kembali ke Desa Malei menjelang sore. Dalam perjalanan, perenungan atas ciptaan Allah bernama laut ini terus kulakukan, bahwa ternyata betapa kecilnya kita di tengah-tengah samudera yang begitu luas ini. Menjelang berlabuh di Desa Malei, ternyata kemudi kapal kecil ini patah di tengah perjalanan tadi, hanya saja juru kemudi tak memberitahukan kami agar tak ada penumpang kapal yang panik. Sungguh sebuah kejadian dan pengalaman berharga yang seharusnya membuat kami semakin banyak bersyukur, bukannya mengeluh dan meratap.

Keesokan harinya, kami melanjutkan perjalanan menuju Tanjung Manimbaya, yang sempat kami saksikan ketika dalam perjalanan menuju Pulau Pasoso sehari sebelumnya. Ternyata jalan menuju kesana lumayan jauh dan belum begitu baik, butuh ketangkasan dan kelincahan yang mumpuni dalam berkendara. Akhirnya kami tiba di Mercusuar Tanjung Manimbaya. Sebelumnya kami diingatkan oleh penduduk setempat yang berdomisili di Kompleks Mercusuar tersebut agar hati-hati dalam berkata dan tidak mengeluarkan kata-kata kotor. Menurutku ini terlalu berlebihan, tapi demi menghargai etika dan kebudayaan setempat kami memilih untuk mematuhinya. Dalam pikirku, mengapa tidak sekalian saja setiap hari dan setiap waktu bagi kita umat manusia untuk senantiasa menjaga perkataan dan tidak mengeluarkan kata-kata kotor? Bukankah itu lebih baik? Bukankah ciri perilaku manusia dapat dilihat dari kata-kata yang dikeluarkannya? Bukankah bertutur kata yang baik juga mencerminkan akhlak yang baik? Setiap waktu, setiap saat, bukan hanya di kompleks Mercusuar Tanjung Manimbaya saja hendaknya menjaga perkataan dan bertutur kata yang baik.

Aku mengambil langkah dan memberanikan diri untuk menjadi yang pertama sampai di puncak Mercusuar Manimbaya. Meskipun pada awalnya sedikit nervous dan gemetaran karena semakin ke atas, semakin tinggi, semakin kencang saja angin berhembus. Seakan-akan besi mercusuar yang kokoh tersebut bergema dan bersuara karena terpaan angin, deru suara besi yang diterpa angin seakan-akan mercusuar akan roboh. Padahal itu hanya sekadar sangkaan saja. Ini pengalaman yang amat berharga bagiku, perenungan-perenungan yang mendalam bahwa betapa tak ada apa-apanya kita di alam yang luas ini, betapa kecilnya diri kita ini. Namun sebagian besar dari kita begitu berdiri di gedung pencakar langit, berdiri di daratan perkotaan, berdiri di belantara beton perkotaan, merasa sombong dengan segala apa yang kita miliki padahal semuanya itu hanya bersifat sementara. Bukankah segala yang kekal itu ada di negeri Akhirat? Mengapa masih begitu tergila-gila mengejar kefanaan dunia? Dunialah yang menjadi tempat mengumpulkan bekal untuk menuju akhirat, inilah yang harus senantiasa terpatri dalam jiwa, pikiran, perasaan, dan hati kita.

Sesekali jelajahilah alam sekitar agar engkau juga mengetahui kompleksitas penciptaan alam beserta sistem ekologinya yang senantiasa dijaga oleh Sang Pencipta. Sesekali teroboslah jenggala-jenggala pepohonan dan rerumputan agar angkau juga menyadari bahwa betapa luar biasanya detail penciptaan setiap makhluk yang tidak akan sanggup dihitung dan diukur dengan akal kita sehebat bagaimanapun ilmu kita. Sesekali arungilah samudera yang luas agar engkau tersadar betapa kecilnya dirimu, tak pantas untuk merasa sombong dan angkuh dengan segala kemewahan yang sifatnya sementara.

Di Mercusuar Manimbaya aku mencoba berdiri setinggi-tingginya di puncaknya, berdiri dengan kapasitas ketinggian seorang hamba yang tak akan sanggup melebihi ketinggian Sang Pencipta. Di Mercusuar Manimbaya aku berdiri menatap denyut nadi alam dari pemandangan sebuah tanjung dan takjub dengan segala apa yang ada di sekitarnya. Di Mercusuar Manimbaya aku menyadari, lalu mencoba menentang zaman yang semakin cenderung pada nilai-nilai sekulerisme dan materialisme, menentang zaman dengan idealisme dan keimanan yang kokoh, dengan penuh keoptimisan mencoba bergerak dengan tetap mengikuti rambu-rambu Rabbani, seperti dinamisnya gerak Sang Penjelajah Arus, seperti besarnya kapasitas pemakai baju zirah yang terbiasa memikul amanah, seperti tingginya keyakinan para penuntas mimpi.

Rabu, 05 November 2014

Dua Jalan : Sebuah Kritik Ekonomi Konvensional

Palu, Diruang Tengah, 30 Oktober 2014
Oleh : Mohamad Khaidir, S.E.

Ekonomi Syariah (Ilustrasi) - (skalanews.com)
Ekonomi Syariah (Ilustrasi) – (skalanews.com)

dakwatuna.com – Tampaknya realitas kekinian umat membuat sebagian besar orang menjadi pesimis. Tetapi tidak pada sebagian kecil orang-orang yang menisbatkan dirinya di jalan dakwah. Mereka justru memandang dengan penuh optimis sekalipun kondisi umat sungguh memilukan hati. Mungkin karena sudah jelas tentang keberadaan dua jalan yang senantiasa membersamai hidup umat manusia. Jalan kebaikan dan jalan selain kebaikan, yaitu jalan keburukan. Tampaknya kedua jalan ini akan membuat semua orang hanya akan memilih dua warna, putih atau hitam. Sepertinya hanya akan ada dua golongan, yang bekerja atau yang membebani. Tetapi pada dasarnya bukanlah kedua hal yang saling bertolak belakang. Karena realitas keumatan memberikan kita semua gambaran bahwa tak ada yang benar-benar putih, dan tak ada yang benar-benar hitam. Tak mutlak membebani terus menerus, suatu saat akan ada saatnya untuk bekerja. Yang bekerja juga tak boleh merasa tinggi hati karena terkadang keberadaan para pekerja juga membebani.

Sekarang jalan kebaikan dan keburukan itu mewujud nyata sebagai manfaat dan akibat. Manfaatnya adalah keberkahan pada harta dan jiwa kita, bagaimana tidak, yang dipilih adalah jalan kebaikan, jalan yang penuh dengan keberkahan. Sedangkat akibat dari memilih jalan keburukan sangat banyak, selain tidak mendapatkan keberkahan juga harus rela dilaknat oleh Allah SWT. Jalan yang telah Allah ridhai banyak yang tidak memilihnya, mungkin saja karena para penyeru jalan ini jumlahnya masih amat sangat sedikit. Meskipun jumlah para penyeru jalan kebaikan masih sangat sedikit, mereka senantiasa dilimpahi keberkahan dan Allah menentramkan hati mereka. Beda sekali kondisinya dengan mereka yang memilih jalan keburukan. Keberadaan mereka di dunia ini tak mereka pahami, darimana asal mereka, serta ke mana mereka akan menuju nantinya sampai sekarang mereka tak pahami. Bahkan banyak orang yang tak menyadari kedua jalan ini telah masuk ke ranah ekonomi mereka. Ya, ini tentang ekonomi konvensional yang telah banyak digunakan dengan berbagai kelebihan dan kekurangannya, dan ekonomi syariah yang baru sebagian orang menyadari tentang mulianya sistem ini.

Menurut DR.Euis Amalia, M.Ag., ada sebuah problem besar yang sangat mendasar dalam ilmu ekonomi konvensional yang mendominasi kajian bidang ilmu ekonomi kontemporer, yaitu ketidakmampuan ilmu tersebut memecahkan persoalan kebutuhan ekonomi manusia. Teori-teori ekonomi yang telah ada, misalnya terbukti tidak mampu mewujudkan ekonomi global yang berkeadilan dan berkeadaban. Yang terjadi justru dikotomi antara kepentingan individu, masyarakat, dan negara, dan hubungan antarnegara. Selain itu teori ekonomi yang ada saat ini tidak mampu menyelesaikan masalah kemiskinan dan ketimpangan pendapatan. Juga tidak mampu menyelaraskan hubungan antar regional di suatu negara, antara negara-negara didunia, terutama antara negara-negara maju dan negara-negara berkembang dan negara-negara terbelakang. Menurut Murasa Sarkaniputra, bahkan lebih parah lagi, yaitu terabaikannya pelestarian sumber daya alam (non-renewable resources).

Sri-Edi Swasono menyatakan bahwa asumsi yang selama ini dijadikan acuan dalam pengembangan ekonomi konvensional adalah paradigma lama yang bersumber dari mitos Kapitalisme Smithian, yaitu (1) kebutuhan manusia yang tidak terbatas; (2) sumber-sumber ekonomi yang relatif terbatas berupa memaksimalisasi kepuasan pribadi (utility maximization of self interest); (3) kompetisi sempurna (perfect competition); dan (4) informasi sempurna (perfect information). Pandangan ini kontradiktif dengan realitas yang menunjukkan informasi tidak sempurna (imperfect information), kompetisi tidak sempurna (imperfect competition) dan tidak pernah terwujud. Asumsi dasar yang terlalu sederhana adalah bahwa manusia rasional adalah manusia yang dengan dasar inisiatifnya sendiri mengejar utilitas ekonomi optimal, yaitu mencari keuntungan maksimal (maximum gain) dengan pengorbanan yang minimal (minimum sacrifice), ia bersaing di pasar bebas (free market) dan menjadi pelaku yang bebas dengan berpedoman pada laissez-faire laissez-passer yang meneguhkan doktrin individual freedom of action. Manusia menjadi semakin rasional dan melupakan nilai-nilai etika yang seharusnya juga menjadi pedoman dalam melakukan aktifitas ekonomi. Penulis sendiri pun yang sempat mendapatkan pengajaran ilmu ekonomi mainstream, menyadari bahwa selama ini pengajaran ilmu ekonomi tersebut bertitik tolak dari paradigma ilmu ekonomi klasikal parsial dan tidak terlepas dari asumsi-asumsi dasar yang disebut sebagai mitos-mitos Kapitalisme Smithian.

Menurut M.B.Hendri Anto, pemikiran lama yang berakar pada neoklasikal Smithian tidak berpedoman pada sistem nilai (value based) atau sekuler. Sekularisme berusaha untuk memisahkan ilmu pengetahuan dari agama dan bahkan mengabaikan dimensi normatif atau moral sehingga berdampak kepada hilangnya kesakralan kolektif (yang diperankan oleh agama) yang dapat digunakan untuk menjamin penerimaan keputusan ekonomi sosial. Sedangkan paham materialisme cenderung mendorong orang untuk memiliki pemahaman yang parsial tentang kehidupan dengan menganggap materi baginya adalah segalanya.

Tampaknya teori ekonomi yang berakar dari neoklasikal Smithian ini sudah menjadi konsumsi sehari-sehari para mahasiswa fakultas ekonomi di Indonesia. Bisa jadi teori ekonomi konvensional yang menjadi platform pengajaran ekonomi di negara inilah yang menyebabkan sekularisme dan materialisme merajalela dialam pikiran dan pemahaman para mahasiswa ekonomi yang kelak akan mengisi setiap sektor pemerintahan dan kemasyarakatan. Kelak, akan seperti apa negara ini bila pemahaman ini mendominasi pemikiran para ekonomnya? Kelak akan seperti apa kegiatan jual beli, kondisi pasar, dan kondisi ekonomi masyarakat bila nilai-nilai sekulerisme dan materialisme terus menjadi dasar teori-teori ekonomi? Sepertinya dampak dari hal ini semakin tampak dengan melihat kondisi rakyat Indonesia saat ini. Kemiskinan yang sampai sekarang belum teratasi dengan tuntas, namun ditengah kesemrawutan problematika keumatan ini masih ada sekelompok orang yang memprakarsai beberapa gerakan fenomenal, menawarkan solusi dengan kepercayaan yang begitu mendalam terhadap ekonomi syariah. Suatu teori dan sistem ekonomi yang begitu gemilang dimasa kejayaan Islam.

Meskipun jumlah mereka tidak begitu banyak, tetapi mereka percaya bahwa suatu saat ekonomi Islam akan mampu menjawab berbagai permasalahan ekonomi. Kepercayaan mereka ini muncul dari Iman yang begitu mendalam, Iman yang telah menghujam nurani mereka, dan ingin Iman tersebut tampak nyata dalam perilaku mereka, khususnya mewujud nyata sebagai perilaku ekonomi. Mereka mempercayai bahwa suatu saat pemahaman konservatif dari teori ekonomi konvensional mampu berubah sedikit demi sedikit, dan masyarakat, para pakar ekonomi, pelaku ekonomi, birokrat, teknokrat, dan seluruh unsur dapat memandang dengan penuh optimisme solusi yang mereka tawarkan, ekonomi yang bersumber dari syariat Islam dan berpedoman kepada Alquran dan Assunnah.

Memang terihat begitu ideal solusi yang mereka tawarkan ini, Ekonomi Rabbani mereka menyebutnya. Sangat-sangat ideal tanpa memandang realitas. Tetapi tahukah kita? Bahwa rasa optimis untuk menjadi pejuang Ekonomi Rabbani ini sesungguhnya muncul setelah melihat realitas yang ada. Tampaknya muluk-muluk, tetapi berangkat dari keyakinan inilah mereka yakin dengan sebenar-benarnya keyakinan akan jalan yang mereka pilih ini. Mereka beranggapan bahwa sudah semakin nyata terlihat jalan yang tampak di hadapan mereka, tepatnya dua pilihan yang memang salah satunya harus menjadi pilihan, Ekonomi konvensional atau Ekonomi Islam. Kedua jalan yang jelas arah dan tujuannya, kedua jalan yang perlu pembelajaran yang mendalam dalam penerapannya di masa kini. Tetapi bukankah kedua jalan ini telah dibuktikan oleh sejarah? Sejarah menjadi saksi kegemilangan umat dengan keadilan dan kemakmuran. Di masa lalu bukan hanya orang-orang Islam saja yang merasakan betapa komprehensifnya sistem ini, non-muslim pun merasakan keadilan dan naungan ekonomi Islam.

Mungkin kita hanya perlu membuka kembali lembaran sejarah agar semakin yakin. Bukankah pemahaman itu lahir dari membaca? Membaca dengan frekuensi yang tidak sedikit? Membaca dengan perenungan yang mendalam? Semakin banyak kita membaca tentunya akan terbentuk pemahaman yang komprehensif. Penulis mengajak para pembaca (khususnya penulis pribadi) untuk tidak pernah berhenti menjadi pembelajar. 

Mungkin saja hati ini sampai sekarang belum meyakini karena pemahaman yang belum mendalam. Mungkin juga keyakinan ini butuh pembuktian, maka buktikan dengan belajar kembali sejarah kegemilangan ekonomi Islam. Atau mungkin juga pemamahan ini belum tajam karena kondisi Iman yang tengah goncang, maka kuatkanlah Imanmu, perkokoh ketakwaanmu, dan yakini dengan sebenar-benarnya bahwa sekarang hanya ada dua jalan dan kita berhak untuk memilih salah satunya dengan kemantapan hati. Dua jalan itu adalah ekonomi konvensional dan Ekonomi Islam.