dakwatuna.com - Sedih, sedih rasanya hati ini,
kehilangan sosok Guru Kehidupan. Ibarat bergugurannya dedaunan dari
pepohonan, tak peduli apakah daun itu masih hijau, merah kekuningan,
kuning, bahkan kecoklatan, atas izin Allah daun akan terus berguguran
tak melihat warnanya. Begitupun manusia, tak peduli tentang usianya, mau
tua ataupun muda, kalau ajal sudah menjemput maka tamatlah riwayatnya.
Untuk kali ini, para Aktifis Dakwah Sulawesi Tengah sedang dirundung
duka karena kehilangan sosok Murabbi. Kaget bukan main rasanya ketika penulis mendapat kabar duka ini disiang hari. Seorang Ustadz yang
berwawasan luas, bijaksana, ramah, dan dengan kemampuan membina yang
luar biasa. Telah mengantarkan begitu banyak orang di bumi tadulako ini
untuk mencapai pintu hidayah dari Allah SWT. Begitu banyak orang-orang
di bumi tadulako ini yang tercerahkan oleh ceramah-ceramah dan taujih-taujih dari
beliau, begitu banyak orang yang tersadarkan tentang betapa jauh
dirinya dari Allah SWT. Melalui perantara Ustadz Muhammad Ali Lamu, Lc
orang-orang yang tercerahkan dan tersadarkan tersebut menjelma menjadi
aktivis dakwah yang siap memperjuangkan kebaikan di manapun dan
kapanpun, siap berkorban bagi agama dan bangsa ini, siap menegakkan
panji-panji Allah, siap mengokohkan Aqidah masyarakat Sulawesi Tengah
melalui dakwah, tak peduli caci dan maki mereka terus berjuang tanpa
kenal lelah.
Di bumi tadulako ini, beliaulah salah satu Murabbi
yang berkarakter dan tak pantang menyerah ketika awal-awal membuka
peluang dakwah di Sulawesi Tengah. Ustadz Muhammad Ali Lamu, Lc., adalah
putra Sulawesi Tengah kelahiran Donggala, 28 Agustus 1971, terlahir
dari pasangan orang tua yang selalu mengajarkan pentingnya ilmu agama
kepada putra-putri mereka. Ayahandanya, Ustadz Ali Lamu (Alm) adalah
sosok pendidik yang cukup dikenal, khususnya di kalangan warga dan
keluarga besar Al-Khairaat, sedang ibundanya, Ustadzah Hj. Syifa Abd.
Rauf Sulaiman (Almh), juga adalah pendidik, pensiunan PNS Departemen
Agama (sekarang, Kementerian Agama). Ustadz Muhammad, demikian ia biasa
disapa, memulai pendidikan formal di SDN Ujuna dan Madrasah Al-Khairaat
Palu kemudian melanjutkan pendidikan menengah juga di Al-Khairaat:
Madrasah Tsanawiyah Al-Khairaat dan Madrasah Aliyah Al-Khairaat Palu.
Sementara itu, pendidikan dan gelar akademik, License (Lc.), diperoleh
dari Fakultas Syariah Universitas Muhammad Ibnu Saud Cabang Jakarta
(LIPIA).
Sejak kecil, ia telah memperlihatkan bakat orator dan
sikap kritis terhadap permasalahan sosial-keumatan. Menjadi aktivis
berbagai ormas kepemudaan—di antaranya, Himpunan Pemuda Al Khairaat
(HPA) Kota Palu, Ikatan Pemuda Al Khairaat Jakarta, dan Himpunan
Mahasiswa Islam Komisariat LIPIA Jakarta—pun menjadi bagian dari
pengalaman hidupnya. Hal itulah yang memantapkan langkahnya untuk
menjadi seorang da’i ilallah secara profesional hingga kemudian
ia diberikan amanah untuk memimpin Ikatan Dai Indonesia (IKADI) Wilayah
Sulawesi Tengah, periode 2012—2016. Dari pernikahannya dengan Ustadzah
Erni Yulianti yang juga seorang penggerak dakwah asal DKI Jakarta—Allah
mengaruniakan kepada mereka 6 orang putra-putri, masing-masing (1)
Haninah Ainun Mardiah, (2) Sumayyah Nurus Syahadah, (3) Salman Izzuddin,
(4) Naila Izzah Salsabila, dan (5) Umar Abdul Aziz dan (6) Syifa, yang
lahir 15 Desember 2014.
Dalam pandangannya, Islam adalah agama yang selalu concern
terhadap problem dan dinamika kehidupan dalam seluruh aspeknya. Dalam
perspektif itu pula, sampai saat ini, Ustadz Muhammad Ali Lamu juga
“mengampu” beberapa amanah yang lain. Di antaranya, Ketua Komite
Nasional untuk Rakyat Palestina (KNRP) Sulawesi Tengah, Ketua Dewan
Syariah Wilayah Partai Keadilan Sejahtera (DSW PKS) Sulawesi Tengah,
Ketua Fraksi PKS DPRD Kota Palu, dan Ketua Dewan Pengawas di Yayasan dan
Lembaga Bimbingan al-Quran (LBQ) Al-Itqan Sulawesi Tengah.
Bagi
penulis pribadi, yang menjadi Mutarabbi beliau kurang lebih 3 tahun
lamanya, membimbing penulis menjalani kehidupan dan bertarung di medan
juang dakwah kampus hingga dakwah pasca kampus, merupakan suatu
kebanggaan dapat dididik langsung oleh beliau. Menjadi sosok ayah bagi
penulis pribadi yang tak lagi memiliki ayah, taujih-taujih penyejuk hati
yang menggerakkan hati, pikiran, dan perasaan.
Di bumi tadulako
ini, Ustadz Muhammad menjadi sosok yang mencerahkan begitu banyak orang,
sudah ribuan orang yang tercerahkan oleh perjuangan dakwah beliau.
Bahkan sebelum gerakan dakwah ini menjelma menjadi partai politik.
Beliaulah sosok Sang Murabbi, Sang Murabbi dari Bumi Tadulako.
Tidak
ada sakit yang berkepanjangan yang Allah berikan, hanya sesak dada
beberapa saat saja, yang akhirnya Ustadz Muhammad menemui Allah Sang
Maha Pencipta, Kamis 15 Januari 2015, sekitar pukul 11.00 WITA.
Beberapa
tokoh masyarakat seperti tidak ingin kehilangan momen kebersamaan
terakhirnya dengan Ustadz Muhammad, beberapa diantaranya hadir pada
Jum’at 16 Januari 2015 untuk memberikan ungkapan duka, di antaranya
Ketua Harian KNRP H. Caca Cahayaningrat, SE., Ketua DPW PKS Sulawesi
Tengah H. Zainuddin Tambuala, dan Tokoh Masyarakat Palu Habib Syaikh
Segaf Al Jufri yang sekaligus memimpin shalat jenazahnya.
Meskipun
diliputi rasa duka yang mendalam, sang isteri yang tegar mengungkapkan
rasa bangganya terhadap perjuangan sang suami, terlebih dengan sepak
terjangnya untuk memberikan pemahaman kepada kaum muslimin khususnya di
Sulawesi Tengah terhadap isu kemanusiaan Palestina.
Satu ungkapan
Ustadz Muhammad dua hari sebelum kepergiannya, saat memberikan kajian
tentang isu kemanusiaan Palestina, beliau mengatakan, “Andaikata, saya
diminta untuk memilih amanah atau jabatan, saya akan memilih bersama
KNRP, karena bersama lembaga kemanusiaan yang membantu perjuangan rakyat
Palestina, lebih dekat menuju KESYAHIDAN.”
Selamat jalan Ustadz
Muhammad, semoga kelak Allah SWT mengumpulkan bersama orang-orang baik
yang engkau cintai. Cinta Allah dan rahmat-Nya, insya Allah, selalu
menyertaimu.
Sungguh kematian adalah nasihat bagi yang hidup.
0 komentar:
Posting Komentar