Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.
dakwatuna.com – Hei kau anak muda, apa yang sedang engkau lakukan? Kulihat engkau sedang asyik memainkan gadget-mu, tanpa peduli kondisi di sekitarmu. Mungkinkah engkau sedang memeriksa recent updates di blackberry massenggers ? Atau mungkin sedang bercakap-cakap di grup whatsapp ? Mungkin saja engkau sedang asyik mengobrol di line ? Sambil sesekali memeriksa akun instagramdan path milikmu. Terlalu sibuk dengan sosial media sampai-sampai melupakan peran pemuda yang tentu saja hal ini tak bisa dibiarkan begitu saja, mengingat pemuda adalah gambaran seperti apa tanah dan langit Indonesia ke depan.
Mungkin kita akan melihat gambaran para pemuda yang setiap hari waktunya dihabiskan dengan hal-hal yang kontraproduktif. Kita akan menyaksikkan para pemuda yang berlebihan membela klub bola favoritnya. Mungkin kita akan mendapati pemuda yang mulai terkikis kesadaran nasionalismenya karena kecewa peran yang seharusnya pemuda sudah harus dilibatkan diambil alih oleh para orang tua, mungkin sejenak kita perlu memikirkan kaderisasi dan regenerasi yang merupakan suatu keniscayaan.
Engkau akan mendapati pemuda yang mudah tersulut emosinya karena fanatisme yang berlebihan, mungkin fanatisme terhadap daerah asalnya? Terhadap jurusannya? Terhadap organisasinya? Hal ini memang wajar terjadi, sebagai wadah aktualisasi eksistensi pemuda, tetapi hal ini akan menjadi kurang baik bila fanatisme tersebut justru membuat kita untuk berpecah belah dan mudah tersulut konflik apalagi sampai pada taraf anarkisme dan merugikan orang lain. Dari sekian banyak fenomena tersebut, marilah engkau kuajak sebentar untuk menikmati indahnya dinamika kehidupan yang memang mau tidak mau harus engkau nikmati. Marilah kuajak engkau melihat alam dan realitas sejarah. Perhatikan birunya langit yang ada di sekitarmu, perhatikan putihnya awan yang memadu indah dengan birunya langit, marilah sejenak perhatikan hijaunya tetumbuhan di sekitarmu dan warna-warninya bunga-bunga di sekelilingmu.
Lihatlah sejenak langit, Seperti langit di Florence, seperti langit di Venesia, atau mungkin seperti langit di Konstantinia, langit di Kastil Masyaf mungkin? Tetapi yang kuingat adalah langit di Konstantinia. Langit yang mungkin ingin bersaksi tentang sejarah kemenangan, kemenangan sebaik-baiknya prajurit, kemenangan sebaik-baiknya panglima. Deru dan kepulan debu kuda perang, deru dan kepulan debu galian pasukan divisi bawah tanah, deru dan kepulan debu kapal laut yang ditarik melintasi gunung. Seorang pemuda cerdas nan gemilang dan masih sangat muda, Ayahnya bernama Sultan Murad II, Raja keenam Daulah Utsmaniyah.
Sultan Murad II memiliki perhatian yang besar terhadap pendidikan anaknya. Ia menempa buah hatinya agar kelak menjadi seorang pemimpin yang baik dan tangguh. Perhatian tersebut terlihat dari Muhammad kecil yang telah menyelesaikan hafalan Alquran 30 Juz, mempelajari hadis-hadis, memahami ilmu fikih, belajar matematika, ilmu falak, dan strategi perang. Selain itu, Muhammad juga mempelajari berbagai bahasa, seperti: bahasa Arab, Persia, Latin, dan Yunani. Tidak heran, pada usia 21 tahun Muhammad sangat lancar berbahasa Arab, Turki, Persia, Ibrani, Latin, dan Yunani, luar biasa! (Sumber: islamstory.com).
Kita tinggalkan sejenak kisah fiksi Captain America, kisah Captain Steve Rogers seorang pemuda baik berbadan kurus dan kecil lalu ingin ikut tes masuk tentara Amerika, yang oleh hasil rekayasa genetika menjadi Tentara Super yang metabolisme tubuhnya empat kali lipat dari manusia biasa, serta kemampuan memimpin yang luar biasa, tetapi ini hanyalah kisah fiksi. Kita acuhkan sejenak kisah Dewa Petir Thor dari Asgard, seorang Pemuda perkasa anak dari Dewa Yang Mulia Odin Pemimpin Asgard. Thor dengan Palu Mjolnir-nya ingin menjadi pahlawan di Bumi setelah sebelumnya berlaku sombong di Asgard dan berbuat onar di planet lain, sekali lagi ini hanya kisah fiksi. Kita berhenti sejenak kagumi kisah khayal Superman dari Planet Kripton, kisah seorang manusia super yang ketika berada di bumi kemampuannya menjadi luar biasa, bersosialisasi dengan manusia bumi, dan menjadi pahlawan Super, dan sekali lagi ini hanyalah kisah fiksi.
Mari sambut Sang Kesatria dari Negara Adidaya di Zamannya, mari sambut Sang Mentari Bangsa Arab, Mari sambut kesatria yang di dukung penuh oleh para Ghazi dan Yanissari, mari sambut pemimpin yang lahirnya ketika ayahnya sedang membaca Alquran dan sampai pada Surah Al-Fatih, sambutlah Tokoh Muda Pengubah Sejarah, Sultan Muhammad Al-Fatih. Sungguh, bila para pemuda mau belajar dari sosok muda Muhammad Al-Fatih, terang benderangnya zaman akan engkau sambut bersamaku, ketika pemuda sibuk meneladani acara-acara Televisi yang kurang bermutu, sibuk menjadi fans berat dari public figure yang masih sangat jauh dari nilai-nilai kebaikan, mari kuajak engkau meneladani tokoh muda dari Tanah Turki, Sultan Muhammad Al-Fatih. Sultan Muhammad Al-Fatih yang hidup dalam lingkungan yang begitu optimis tentang kebenaran sabda Nabi Muhammad SAW. Meskipun kerajaan yang sedang dihadapinya adalah Negara adidaya pada zaman itu. Sehingga dengan segenap upaya mewujudkan apa yang pernah di janjikan oleh Nabi SAW tentang penaklukkan Konstantinia.
Masih ingin dengar kisah lain? Kisah yang kurang lebih mirip dengan kondisi bangsa kita saat ini, bahkan mungkin lebih malang dari kondisi nusantara saat ini. Adalah Raja’ bin Haiwah lahir di Bisaan Palestina, kira-kira di akhir masa khilafah Utsman bin Affan radhiyallahu a’nhu. Asal-usulnya dari kabilah Kindah Arab. Sehingga Raja’ adalah orang Palestina dari keturunan Arab dan keluarga Bani Kindah. Beliau tumbuh dalam ketaatan kepada Allah sejak kecil, dicintai Allah dan menyenangkan hati hamba-hamba-Nya. Raja’ bin Haiwah menjadi menteri dalam beberapa periode khalifah Bani Umayah. Dimulai sejak khalifah Abdul Malik bin Marwan hingga masa Umar bin Abdul Aziz. Hanya saja, hubungannya dengan Sulaiman bin Abdul Malik dan Umar bin Abdul Aziz lebih istimewa daripada khalifah-khalifah yang lain. Di tengah-tengah kelamnya kondisi umat dan penguasa saat Dinasti Umayah, Raja’ bin Haiwah masih menyimpan rasa optimis bahwa kondisi yang serba kelam ini akan berubah. Dan atas izin Allah zaman kepemimpinan Dinasti Umayah berbalik dari kelam menjadi terang benderang ketika Umar bin Abdul Aziz memimpin. Usul Raja’ bin Haiwah tentang Khalifah sesudah Sulaiman bin Abdul Malik di terima dan tentunya kepemimpinan Umar bin Abdul Azis yang menyejarah tercatat dengan gemilang oleh tinta emas sejarah.
Lalu akan kuajak engkau sebentar untuk melihat realitas bahwa ada dua kekuatan besar yang akan terus bertarung hingga hari kiamat tiba. Dua kekuatan besar yang bisa kau kaji dengan nalar logika dan idealismemu. Kedua kekuatan besar ini yang akan selalu bertarung ini adalah kebenaran dan kebathilan. Mari kuajak engkau merenung dalam-dalam, betapa kebenaran dan kebathilan selalu punya pengikut. Il Principe karya Niccolo Machiavelli menginspirasi Cesare de Borgia menjadi sang tiran yang mempunyai banyak pengikut. Richard The lion heart mendapati kebaikan tak bertepi dari musuh bebuyutannya Shalahuddin Al-Ayyubi, lalu membuat Shalahuddin semakin mulia dan berbanyak pengikut. Sungguh bukan hanya ingin membandingkan Antara para pengikut kebenaran dan para pengikut kebathilan, tetapi juga ingin mendesakmu untuk segera menentukan pilihan, akankah engkau menjadi pengikut kebenaran ataukah pengikut kebathilan. Wahai Pemuda! Antara Pengikut kebenaran dan pengikut kebathilan, manakah yang akan engkau pilih? Saatnya memilih wahai para pemuda. Renungilah dalam-dalam, tentukan saat ini juga!
dakwatuna.com – Sayup-sayup mata mulai lelah, menandakan harus segera beristirahat agar tubuh menjadi prima menjalankan aktifitas di esok hari. Tak lupa menyerahkan semua urusan kita dan berprasangka baik kepada Allah sebelum memejamkan mata. Sebelum tidur, teringat sebuah kisah sekitar tiga tahun silam, bila kisah tentang dakwah memang sukar untuk di lupakan, kisah di lokasi bencana, kisah seorang bocah yang memilih jalannya sebagai aktivis dakwah kampus, seorang bocah yang baru saja semangat berpetualangnya menggelora, tapi bukan sekadar bocah petualang. Karena bocah ini sudah terbiasa dengan kegiatan formal dan organisatoris, maka kesempatan turun langsung ke lapangan ini tidak disia-siakan sama sekali. Biasanya bocah ini diundang menjadi pembicara dalam forum-forum mahasiswa, pemateri di pelatihan-pelatihan lembaga dakwah fakultas, terkadang diminta mengisi nasyid di acara pernikahan dan acara formal lainnya. Akhirnya turun lapangan juga! Mungkin itu yang ingin dikatakan bocah itu, tetapi ucapan itu bukan sebagai ekspresi kegembiraan atas bencana gempa yang menimpa Desa Tomado tepi Danau Lindu Kabupaten Sigi Provinsi Sulawesi Tengah, tetapi lebih kepada ekspresi kepedulian sosial dan kegembiraannya akhirnya bisa turun lapangan lagi.
Gempa yang baru saja terjadi memberi dampak pada rusaknya ratusan rumah di Kabupaten Sigi. Desa Tomado menjadi pilihan tempat yang dituju untuk menyalurkan bantuan meski kunjungan ini memang direncanakan untuk Disaster Assesmentsaja. Bersama-sama para Relawan Lembaga Kemanusiaan Nasional Pos Keadilan Peduli Umat (PKPU) Palu dan Ketua Relawan Indonesia, perjalanan pun dimulai dari Kota Palu Ibu Kota Sulawesi Tengah dengan kendaraan darat. Sekitar 2 (dua) jam kemudian akhirnya tiba di gerbang masuk Taman Nasional Lore Lindu Kabupaten Sigi Provinsi Sulawesi Tengah. Perjalanan dengan menggunakan kendaraan hanya bisa sampai di titik gerbang ini, karena jalan menuju Desa Tomado dan perjalanan sebenarnya pun di mulai dari sini, gerbang Taman Nasional Lore Lindu Kabupaten Sigi Provinsi Sulawesi Tengah.
Jalan menuju Kecamatan Danau Lindu adalah jalan yang cukup ekstrim, jalan setapak yang di sisi kiri dan kanannya adalah tebing dan jurang, belum lagi contour tanah yang rawan longsor, karena musim hujan tak ada satu pun kendaraan ojek trail yang siap mengantarkan kami ke lokasi tujuan. Lalu berjalan kaki menyusuri Taman Nasional Lore Lindu pun menjadi pilihan terakhir kami, berjalan kaki membelah belantara hutan sekitar Danau Lindu, berjalan kaki menyibak jenggala rimba Tanah Sigi. Berjalan kaki menuju Desa Tomado dimulai dengan berdoa bersama kepada Allah SWT agar perjalanan kami diberkahi dan dimudahkan urusan dalam setiap langkah kaki kami. Sungguh manusia hanya bisa berusaha, berjuang, dan melangkah, lalu hasil akhir tetap menjadi hak prerogatif Allah SWT. Berdoa tak akan membuatmu rendah, sebab akan membuatmu menjadi mulia karena sejatinya engkau sedang meminta kepada Pemilik Semesta Alam. Berdoa tak akan membuatmu hina, sebab betapa Allah SWT Maha Pengasih dan Maha Penyayang kepada hambaNya, maka berdoa adalah bentuk pengabdian dan bincang mesramu kepada Pencipta dirimu.
Menelusuri Taman Nasional Lore Lindu membuat jantung berdegup kencang, karena sebentar lagi matahari akan terbenam. Ya, berjalan kaki dari Gerbang Taman Nasional Lore Lindu di mulai pada sore hari. Setelah berdoa bersama, kaki pun mulai menjejak ruas jalan setapak di Taman Nasional Lore Lindu, dimulai dengan jalan mendaki, semakin meninggi dan semakin meninggi, hingga semakin tampak bahwa di sisi kiri kami adalah tebing yang rawan longsor dan di sisi kiri kami adalah jurang yang kelam karena cahaya matahari tak lagi menyinari perjalanan kami. Tak semua relawan PKPU membawa penerangan, ada satu orang relawan yang memakai headlamp, sementara relawan yang lain menggunakan senter yang biasa. Sesekali kami dilewati oleh tukang kayu yang hendak pulang ke desanya, mengendarai motor lalu membonceng tumpukan kayu hingga melewati tinggi motor dan pengendaranya, membonceng tumpukan kayu yang lebarnya hamper memenuhi ruas jalan setapak, bagi kami ini adalah pemandangan yang menakjubkan, tetapi mungkin bagi mereka ini adalah hal yang biasa karena sudah menjadi rutinitas harian mereka dalam mencari nafkah.
Hari itu merupakan hari yang cukup memicu adrenalin, bagaimana tidak Taman Nasional Lore Lindu yang kami susuri tersebut merupakan kawasan tanpa sinyal sama sekali, tak ada kesempatan untuk update status melalui facebook, tak ada kesempatan untuk berkicau melalui twitter, tak ada kesempatan untuk meng-upload foto ke instagram ataupun path, apatah lagi untuk berkomunikasi viahandphone. Hari itu saya pribadi benar-benar merasa menjadi relawan sungguhan, fokus pada tujuan untuk mendatangi lokasi bencana, lalu memantau kondisi lokasi bencana sembari membantu warga lalu berbincang-bincang dengan warga serta mewawancarai mereka tentang apa saja yang paling penting dibutuhkan pasca gempa. Sesekali bercanda dengan sesama agar perjalanan ini juga menjadi perekat persaudaraan sesama relawan PKPU dan sesama muslim pada umumnya. Salah seorang relawan yang berjalan bersama kami berprofesi sebagai Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Sigi, anggota DPRD dari Partai Islam favorit saya, sering di sebut dengan Partai Dakwah. Baru-baru saja Partai Dakwah ini melaksanakan Musyawarah Nasiona nya yang ke empat di Depok. Pemandangan yang cukup mencengangkan seorang Anggota Dewan yang terhormat berjalan kaki bersama kami menuju lokasi bencana, sambil sesekali bercanda tentang rihlahwan, kata beliau kita ini rihlahwan, bukan relawan (rihlah artinya Rekreasi/Piknik).
Benar-benar menjadi perjalanan yang tak akan terlupakan, berjalan kaki bersama kami Ketua Relawan Indonesia, sambil berjalan sambil berbincang-bincang menyerap ilmu dari beliau, yang punya segudang pengalaman mendatangi lokasi bencana di Indonesia. Bahwa seorang relawan yang ingin melakukan assessment di lokasi bencana hendaknya harus betul-betul objektif. Dari setiap responden atau warga yang di wawancarai pasti memberikan jawaban yang subjektif. Sehingga penting bagi seorang relawan di lokasi bencana mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya lalu meramu dan menganalisisnya sehingga ketika memberikan bantuan sosial nanti mengetahui sekala prioritas tentang siapa yang terlebih dahulu harus dibantu dan di titik mana yang membutuhkan bantuan dan penanganan khusus dengan segera. Sungguh ilmu yang sangat bermanfaat dan membuka wawasan bagi saya pribadi yang masih sangat miskin pengalaman dan ilmu.
Iklim perjalanan pun berganti ketika kami sampai di titik tengah, kali ini perjalanan mulai menurun, kondisi jalan setapak juga tak banyak berubah karena baru saja diguyur hujan, masih berbecek dan basah. Sesekali mendengar suara-suara binatang di malam hari, namun ketika jalan mulai menurun perasaan agak lega karena tak lama lagi kami akan tiba di lokasi yang kami tuju. Sekarang di kedua sisi pun berganti, sisi kanan adalah tebing yang rawan longsor dan sisi kiri jurang kelam karena gelapnya malam. Perasaan mulai lega ketika sudah mulai tampak lampu-lampu pedesaan yang menandakan sebentar lagi kami akan keluar dari hutan belantara ini. Jalan mulai landai, contour tanah semakin padat, mulai muncul bebatuan yang keras, dan di sisi kiri kami padang rumput yang sungguh indah diterpa angin malam meskipun tanpa disinari cahaya rembulan. Dalam hati aku berjanji, suatu saat kisah ini akan kutulis sehingga kita semua bisa mengingatnya suatu saat nanti, bahwa masa muda kami habiskan untuk hal-hal yang produktif. Sambil berkata kepada seorang sahabat yang berjalan di depan, “perjalanan ini akan ku buat menjadi tulisan!”
Singkat cerita kami di terima dengan baik di lokasi bencana, dan kami menyaksikkan bahwa memang desa tersebut adalah desa yang memiliki skala prioritas yang harus segera di bantu. Satu-satunya Masjid dan Sekolah Islam di desa ini runtuh sehingga mereka sangat membutuhkan bantuan untuk segera mendirikan sekolah dan mushallah darurat, begitu pula dari sisi kebutuhan pokok, mereka sangat membutuhkan bantuan karena ambruknya sebagian rumah-rumah mungil mereka.
Kisah ini pernah ingin kutulis seusai perjalanan, bahkan aku pernah berjanji pada Sahabat seperjuanganku di Dakwah Kampus untuk menuliskan kisah ini, Kaharuddin Asahoya. Perjalanan yang menyibakkan segala peluh, perjalanan yang membelah aral rintang, perjalanan yang penuh kisah, hikmah, dan ilmu. Perjalanan menuju Desa Tomado, satu-satunya Desa di Kecamatan Danau Lindu yang memiliki masjid, karena ke empat desa lainnya penduduknya sebagian besar non-muslim. Karena ikatan persaudaraanlah kami memilih lokasi tersebut, karena merasa mereka adalah keluarga kami, maka tanpa ragu berada di lokasi ini.
Sangat ingin kutuliskan lagi kisah-kisah seperti ini agar kita bisa mengambil hikmah dari setiap retas jejak perjuangan dan pengabdian. Melihat kondisi Indonesia yang terus-menerus dilanda bencana, hendaknya para masyarakat mampu mengambil hikmah dari setiap kejadian ini. Memberi pelajaran kepada kita bahwa salah satu tanda getar iman dalam diri adalah wujud kepeduliannya kepada sesama manusia. Betapa kegiatan-kegiatan sosial sejatinya adalah ladang pahala bagi orang-orang yang mungkin sibuk dalam rutinitas perkantoran, perkuliahan, dan aktivitas lainnya. Betapa sense of care dalam diri seseorang berbanding lurus dengan keimanannya. Sehingga suatu saat Indonesia menjadi Negara yang tidak hanya maju dari sisi sarana dan prasarananya, tetapi masyarakatnya semakin peduli satu sama lain, rasa peduli yang menembus batas-batas geografis, rasa peduli yang menembus sekat-sekat perbedayaan suku dan budaya, rasa peduli yang dilandasi oleh iman dan persaudaraan, sehingga Allah SWT akan mencukupkan keberkahan bagi negeri Nusantara ini kelak di kemudian hari. Indonesia yang Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafuur, insya Allah.
dakwatuna.com – Inilah narasi negeri permai, narasi sederhana yang ingin kutulis saat langit shubuh merona. Narasi yang bercerita tentang negeriku, negeri indah nan permai, negeri dengan nyiur melambai yang begitu banyak di sekitaran pantai, seperti lagu ciptaan Ismail Marzuki yang berjudul rayuan pulau kelapa :
Tanah Airku Indonesia, Negeri elok amat ku cinta..
Tanah tumpah darahku yang mulia, yang ku puja s’panjang masa..
Tanah Airku aman dan makmur, Pulau Kelapa nan amat subur, Pulau Melati pujaan bangsa sejak dulu kala…
Tak heran bila nyiur melambainya sangat banyak, mengingat negeri ini terdiri dari belasan ribu kepulauan. Nyiur melambai dengan nilai filosofisnya yang patut menjadi teladan, bagaimana tidak, seluruh bagian tubuh dari tumbuhan nyiur melambai ini bermanfaat bagi manusia. Mulai dari akarnya, batangnya, daunnya, sampai buahnya, semua memberi manfaat bagi manusia. Sungguh beruntung bila mampu mengambil hikmah dari nyiur melambai yang di dalam Alquran kita dapatkan informasi bahwa seluruh makhluk, tumbuh-tumbuhan dan hewan, senantiasa bertasbih kepada Allah SWT. Sembari bertasbih kepada Allah SWT. Mereka juga memberi manfaat kepada makhluk lainnya, sungguh seharusnya hikmah inilah yang bisa menginspirasi kita semua.
Inilah narasi negeri indah, narasi tak elok yang ingin kutulis saat disesaki oleh macetnya kendaraan, jalan raya yang lapang pun terasa sempit disesaki oleh banyaknya jumlah kendaraan, bukan persoalan banyaknya kendaraan atau kurang lebarnya jalan saja kawan, tetapi penting juga menyadari bahwa pengaturan lalu lintas perlu tingkatkan, pengelolaan lalu lintas harus semakin baik seiring perkembangan zaman. Sehingga, dengan membaca narasi negeri yang kutulis ini, kita tak akan dengan mudah menyalahkan proyek pembuatan jalan, tak mudah menyalahkan polisi lalu lintas, mungkin ada kalanya kita perlu introspeksi diri sendiri yang masih kurang sabar dalam berkendara atau terburu-buru ketika berada di jalan raya.
Inilah narasi negeri nusantara, narasi tentang negeri yang terdiri dari belasan ribu pulau, juga di hampiri oleh begitu banyak persoalan bangsa yang tak kunjung usai. Entah nilai rupiah yang melemah, atau dollar yang menguat, sepertinya ini adalah peristiwa yang harus dilewati negeri nusantara ini agar kelak menjadi Negara maju dan berkembang. Atau mungkin, anggap saja ini konsekuensi logis dari Negara pemenang perang dunia, sehingga mata uang negaranya terus dominan dan menguat. Atau mungkin, narasi negeri yang ku tuliskan ini tak lebih tentang pengakuan masih lemahnya bangsa ini dari produktivitas pangan, pertanian, perkebunan, serta sektor lainnya. Sehingga, untuk memenuhi kebutuhan pokok saja masih harus impor dari Negara lain. Mungkin juga, narasi negeri nusantara ini bercerita tentang merubah pola pemikiran, pemikiran yang terus menyalahkan berbagai pihak tanpa bercermin pada diri sendiri. mungkin saatnya untuk menyadari bahwa siapapun pemimpinnya, tak akan mudah untuk merubah kondisi terpuruk ini, sebab Nabiyullah Yusuf’alaihissalam dan Khalifah’Umar Bin Khaththab radhiyallahu’anhu pun pernah mengalami masa-masa terburuk di negerinya, yaitu masa paceklik. Mungkin saatnya untuk mengurangi ocehan dan kritikan lalu memperbanyak kerja dan kontribusi, sambil bertanya pada diri sendiri, sudah sejauh manakah diri ini berkontribusi untuk memajukan bangsa ini?
Narasi negeri permai ini tak hanya bercerita tentang betapa permainya negeri ini, tetapi juga bercerita tentang hari-hari selanjutnya yang akan dilalui oleh rakyatnya, tentu menjalani hari dengan rasa optimis meskipun masih banyak persoalan yang harus diselesaikan. Optimis sambil terus belajar, bagaimana para pemimpin sukses di masa lampau melewati hari-hari terburuk yang menimpa negerinya. Rasa-rasanya perlu untuk membaca tinta emas sejarah kepemimpinan Amiirul Mukminin ‘Umar Bin Khaththab radhiyallahu’anhu yang memfokuskan memenuhi kebutuhan pangan di saat musim paceklik. Tinta emas sejarah juga bercerita tentang bagaimana Nabiyullah Yusuf’alaihissalam yang menyarankan pejabat di negerinya untuk efisien dalam mengelola konsumsi, sebab negeri mereka akan menghadapi musim paceklik selama tujuh tahun lamanya.
Narasi negeri indah ini tak hanya bercerita tentang keindahan alam negeri saja, tetapi juga bercerita tentang alangkah indahnya bila masyarakat negeri ini sangat peduli terhadap kepentingan yang bersifat umum dan mengesampingkan ego pribadi. Narasi negeri indah yang ku tulis ini juga ingin bercerita tentang betapa keindahan negeri ini akan semakin indah bila perilaku masyarakatnya juga indah, indah perilaku dalam berinteraksi antar sesama manusia, indah sikap dalam memperlakukan alam, sebab Allah Maha Indah dan menyukai Keindahan.
Narasi negeri nusantara yang juga bercerita tentang betapa heterogennya kondisi bangsa ini, terdiri dari ratusan suku dan dialek, belasan ribu pulau, beragamnya kebudayaan dan kearifan lokal, tetapi mampu menyatukan pandangannya menatap cita-cita kemerdekaan yang belum selesai lalu dengan lantang berteriak menyerukan satu kata, “Indonesia!!”. Meskipun sampai saat ini Indonesia masih terus mencari identitas dan memperbaiki sistem yang ada agar sesuai dengan kondisi ke-Indonesiaan yang aktual. Narasi ini juga kutuliskan untuk mengajak orang-orang sedikit menengok dan mempelajari Islam sebagai solusi peradaban, sebab Imam Syahid Hasan Al-Banna, seorang Tokoh kebangkitan Ummat pernah menjelaskan dalam risalahnya bahwa Islam dan Nasionalisme tidak perlu untuk dipertentangkan. Oleh sebab cinta tanah air adalah fitrah manusia, fitrah yang tak dapat dipungkiri, sebagaimana rasa cinta Rasulullah SAW kepada Tanah airnya, Kota Makkah. “Ketika Rasulullah SAW akan berangkat ke Madinah, beliau memandang ke arah Baitullah, lalu bersabda ‘Sesungguhnya aku tahu bahwa Allah SWT tidak membangun sebuah rumah (tempat beribadah kepada Allah) di Bumi, yang lebih dicintai-Nya darimu (Baitullah). Sekiranya aku pergi, maka kepergianku bukan karena enggan (tidak suka) kepadamu, melainkan karena (orang-orang kafir) mengusirku’ ” (Dikutip dari ‘Atiq bin Ghaits al-Biladi). Betapa rasa rindu Rasulullah SAW kepada Makkah ini sangat jelas ketika Beliau SAW berkata, “Betapa indahnya lembah Makkah, disanalah bumi dan sahabatku. Disanalah tertancap pancangku. Dan disanalah aku berjalan sendiri tanpa seorangpun menunjuki.” (Dikutip dari ‘Atiq bin Ghaits al-Biladi).
Perlu bagi kita sebagai seorang Muslim untuk mencintai negerinya, mencintai tanah airnya. Mencintai tanah air dan melindungi negeri adalah salah satu tanda baiknya Islam seseorang. Tak berlebihan rasanya mengekspresikan rasa cinta tanah air dengan menyanyikan atau mendengar lagu Tanah Air ciptaan Ibu Sud :
Tanah airku tidak kulupakan, Kan terkenang selama hidupku..
Biarpun saya pergi jauh, Tidak kan hilang dari kalbu..
Tanahku yang kucintai..
Engkau kuhargai..
Mari berpikiran jernih dan berprasangka baik terhadap Agama yang mulia ini, yang mengatur seluruk aspek dan sistem hidup manusia. Sebab Islam dan Nasionalisme bukan suatu hal yang harus di pertentangkan, dan bukan menjadi suatu hal yang harus dipisahkan seperti pemahaman orang-orang sekuler dan liberal yang memisahkan antara agama dan Negara. Dalam Islam, Agama dan Negara justru bagai dua sisi mata uang yang tak dapat dipisahkan, sebagaimana yang pernah disampaikan Imam Syahid Hasan Al-Banna dalam Prinsip Pertama ‘Ushulul’Isyrin :
“Islam adalah sistem yang menyeluruh, mencakup seluruh aspek kehidupan. Karena itu, islam adalah negara dan tanah air atau pemerintahan dan umat, moral dan kekuatan atau kasih sayang dan keadilan, wawasan dan undang undang atau ilmu pengetahuan dan peradilan, materi dan kekayaan alam atau penghasilan dan kekayaan, serta jihad dan dakwah atau pasukan dan pemikiran. Sebagaimana juga islam adalah akidah yang murni dan ibadah yang benar, tidak kurang tidak lebih.”
Narasi negeriku tak akan habis bila ingin ku tulis, sebab inilah ekspresi cintaku pada tanah airku. Narasi negeriku tak akan jera untuk kutulisan, sebab negeriku adalah tempat ku mengabdi. Narasi negeriku tak akan berhenti sampai di sini saja, sebab ia akan terus kutulis hingga nyata kontribusi dan kerja-kerja untuk negeriku. Narasi negeriku akan terus berlanjut, hingga negeriku ini menjadi Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafuur.
dakwatuna.com –Semakin kelam, semakin gelap, pemandangan sekitar menjadi semakin buruk. Berlumpur, kotor, penuh debu, segala materi bagai debu di atas debu. Langit seakan-akan menghitam, dan engkau terperosok dalam lembah hitam nan kelam, di dalam lembah hitam nan kelam itu tubuhmu kotor dan penuh lumpur yang serba lengket, sulit untuk keluar. Lembahnya semakin dalam dan gelap, sulit mendapatkan sumber cahaya untuk penerangan, suasana semakin lama semakin kelam karena engkau semakin tenggelam, semakin terlarut dalam kemaksiatan, lalu engkau pun semakin terlena untuk berada di lingkungan yang begitu jahat. Di tengah-tengah kegelapan yang berlapiskan kelam ini pun engkau berusaha untuk bangkit meski sukar dan sedikit terhalang oleh nafsu dan egomu. Hari-hari yang akan engkau jalani selanjutnya adalah hari-hari terburuk yang pernah ada dalam kehidupanmu, engkau sangat ingin lepas dari semua yang begitu kelam dan pekat ini, tetapi apa daya, dengan hanya bermodalkan semangat dan kekuatan diri sendiri, engkau tak akan sanggup untuk segera lepas dari bayang-bayang kemaksiatan dan lingkungan jahat ini bila tidak memohon pertolongan kepada Allah SWT dan meminta bantuan orang lain. Engkau mesti menumbuhkan kemauan dari dalam diri sendiri, membangun tekad yang kuat untuk berubah, sebab perubahan adalah keniscayaan. Engkau mesti mencari dan terus mencari, jalan untuk keluar dari lembah hitam nan kelam ini, engkau harus berusaha untuk keluar, aktif mencari jalan keluar, lalu menjemput hidayah yang mana bila Allah sudah Berkehendak maka engkau akan selamat.
Zaman terus berjalan dengan angkuh, beredar dengan tampak anggun, bergerak dengan mewah dan megah, membuat orang-orang yang terjebak di dalam lembah hitam nan kelam senantiasa terpengaruh. Ukuran materi menjadi ukuran utama dalam tindak tanduk mereka, hal ini penting untuk segera diubah. Materialisme sepertinya sudah mendarah daging dalam pola pendidikan anak-anak emas bangsa ini. Anak-anak cenderung diarahkan untuk mengejar nilai bagaimanapun caranya, apapun caranya agar mendapat nilai yang tinggi, sebab standar kelulusan adalah nilai yang memenuhi kriteria. Hal ini tidak sepenuhnya salah, hanya saja menurut penulis pribadi perlu dilengkapi dengan indikator-indikator yang lain, sebagai contoh, alangkah baiknya dalam komponen kurikulum pendidikan yang ada perlu ditambahkan tentang bagaimana beretika dengan baik, bagaimana sebenarnya esensi dari menuntut ilmu, bukan sekadar mengejar nilai semata. Ini sangat penting untuk disampaikan oleh para ahli kebenaran, baik ahli kebenaran yang terjun ke dalam parlementaria maupun para ahli kebenaran yang memilih berjuang di luar parlemen. Sebab, bila ahli kebenaran diam terhadap ahli kebathilan, maka ahli kebathilan akan terus merasa benar tanpa ada yang menegur. Esensi dari ajakan menuju jalan kebenaran pun harus sesuai dengan situasi dan kondisi, metode yang benar dan tepat, sebab meskipun isi ajakan itu bersifat kebaikan bila tak disampaikan dengan cara yang baik maka kebaikan tersebut akan mudah terhempas. Maka dibutuhkan persiapan yang matang dan cerdas, agar kebenaran dapat menghempas kebathilan, sebab bila kebenaran tak memiliki tenaga atau tekanan yang cukup, maka kebenaran tak akan mampu menghempas kebathilan.
Dakwah bukan dilakoni oleh para Malaikat yang suci dari dosa-dosa, dakwah dengan jawaban yang mantap telah diterima pembebanannya oleh manusia, ya manusia! Seluruh umat manusia punya kewajiban untuk berdakwah menyampaikan kebenaran! Manusia yang tentunya tak terbebas dari kesalahan dan dosa-dosa, hanya saja para pegiat dakwah terus dan terus menerus memperbaiki dirinya agar dakwah yang disampaikan mempunyai bargaining position untuk mengubah, sebab dakwah dengan perilaku lebih memberi dampak dari pada ucapan lisan, tapi tentunya hal ini tidak menjadi alibi untuk tidak berdakwah melalui lisan. Dari lembah kelam nan hitam, Allah SWT masih menyediakan pintu taubat dan rahmatNya terhadap siapa saja yang mau untuk memperbaiki diri. Dari lembah kelam nan hitam, rahmat dari Allah SWT lebih luas dari luas semesta. Dari lembah hitam nan pekat, Rahmat Allah SWT lebih besar dan mulia dari murkaNya.
Zaman yang terus bergerak maju ke depan menciptakan momen-momen krusial, seakan membadai, masalah tiba-tiba datang bertubi-tubi hendak merontokkan semangat anak-anak bangsa ini. Sebagian besar generasi muda terpengaruh oleh jargon-jargon barat yang mengusung kapitalisme dan sekulerisme yang sangat jelas Bangsa barat pun merasakan kegagalannya. Sebagian besar generasi muda juga menjadi generasi yang apatis, acuh tak acuh dengan gejolak perekonomian Indonesia yang terus memburuk, acuh tak acuh dengan kondisi bangsanya, hanya peduli pada persoalan-persoalan seputaran dirinya sendiri.
Kondisi bangsa saat ini yang serba carut marut mungkin saja membuat sebagian manusia akan menjadi semakin kritis dan argumentatif. Ini adalah reaksi yang wajar, namun yang patut disayangkan adalah orang-orang yang merasa biasa saja dan pasrah dangan keadaan ketika nilai kurs rupiah melemah terhadap mata uang Negara lain. Tentunya masyarakat yang diharapkan pada kondisi saat ini adalah masyarakat komunikatif. Masyarakat komunikatif yang dalam pandangan Habermas bukanlah masyarakat yang melakukan kritik lewat revolusi dan kekerasan melainkan lewat argumentasi. Namun revolusi dan argumentasi bisa menjadi tools masyarakat untuk merubah kondisi bangsa, namun hal ini bersifat situasional. Argumentasi dibedakan menjadi dua macam yakni diskursus dan kritik. Diskursus dilakukan untuk mencapai konsensus rasional atas klaim kebenaran (diskursus teoritis), dan untuk mencapai konsensus atas klaim ketepatan (diskursus praktis), selanjutnya diskursus untuk mencapai konsensus tentang klaim kompherensibilitas disebutnya sebagai diskursus eksplikatif. Sedangkan terhadap kritik dibedakan dalam dua bentuk yakni kritik estetis (norma-norma sosial yang objektif) dan kritik terapeutis. Hal ini berkaitan dengan penyingkapan penipuan dari masing-masing pihak yang berkomunikasi.
Tak elok rasanya bila di tengah-tengah segudang masalah yang bertumpuk bila generasi muda atau masyarakatnya tidak memberikan kontribusi sama sekali. Bahkan dalam tinta emas sejarah tercatat bahwa penggerak perubahan, sang enginer revolusi, adalah kaum muda. Dan kondisi pemuda hari ini begitu jauh dari sosok yang diharapkan mampu membawa perubahan dan menyelesaikan berbagai persoalan karena terhipnotis oleh tayangan-tayangan televisi serta tersihir oleh budaya-budaya yang tidak disaring terlebih dahulu sehingga menjadi pemuda yang kontra-produktif. Barangkali kita perlu sedikit berpikir cerdas tentang apa yang harus dilakukan hari ini, mulailah dengan kembali kepada kesucian, kempali kepada titik nol, kembalilah kepada fitrah manusia, bahwa segala sesuatunya mutlak disandarkan kepada Sang Pemilik Alam Semesta. Mungkin, untuk membenahi problematika akhlak anak-anak muda Indonesia adalah dengan memurnikan Tauhidullah. Bila Aqidah kokoh dalam hati dan sanubari anak-anak muda Indonesia, dapat dipastikan ia akan menjadi pemuda yang hanif, pemuda yang bertanggungjawab, pemuda yang berintegrasi tinggi kepada bangsanya. Bagaimana tidak, Tauhid mengajarkan kepadanya agar selalu tunduk dan taat mutlak kepada Allah SWT., dalam keadaan susah ataupun senang, dalam keadaan berat dan ringan, entah merasa suka atau tidak suka, Ketaatan mutlak hanya kepada Allah SWT. Bila sudah taat mutlak kepada Allah SWT maka hendaknya untuk tak saling menyalahkan kepada siapapun, mulailah dari mengoreksi diri sendiri, meskipun memang kebenaran harus tetap disuarakan, digemakan, digaungkan seluas mungkin.
Mari himpun tenaga-tenaga anda untuk hal-hal yang produktif untuk memperbaiki bangsa ini, di mulai dari fitrahnya seorang manusia sebagaimana mestinya, yaitu mempersembahkan ketaatan hanya kepada Allah SWT. Bila kepada Rabbnya saja ia taat, apalagi kepada bangsa dan negaranya. Bila langit suatu saat akan cerah kembali, percayalah Allah SWT akan mempergilirkan keadaan suatu kaum, tentunya apabila kaum tersebut memiliki keinginan untuk berubah. Yakinlah, setelah kondisi saat ini yang semakin kelam, gelap, dan pekat, akan datang suatu masa cerahnya langit dan cerahnya hari. Hingga Ibu pertiwi yang katanya tengah menangis akan tersenyum kembali. Dengan cerahnya langit maka keberkahan akan datang berturut-turut menghampiri negeri nusantara ini, hingga suatu saat Indonesia menjadi Negeri yang diliputi keberkahan dan karunia Allah SWT. Baldatun thayyibatun wa Rabbun Ghafuur.