Senin, 16 Maret 2015
Kepada Siapa Engkau Mesti Cemburu?
dakwatuna.com - Kepada siapa engkau mesti cemburu?
Rasa-rasanya pertanyaan sederhana ini menggelitik nurani penulis untuk
merefleksikannya ke dalam renungan-renungan sederhana, renungan-renungan
yang semoga menggugah hati kita. Tentang kecemburuan, hal ini selalu
berdampingan dengan rasa cinta. Di mana ada cinta pasti ada rasa
cemburu. Bagaikan keberadaan asap yang selalu mendampingi api. Cinta
sejati akan menuntut hampir semua potensi dalam dirimu, menurut Ibnu
Qayyim Al-Jauziyah, cinta yang hakiki akan memberikan kepadamu keharusan
kesetiaan cinta terhadap satu kekasih, dan hal itu menjadi konsekuensi
logis yang kemudian muncul, maka rasa cemburu sangat bergantung pada
kadar kekuatan cintanya.
Pertanyaan yang muncul kemudian adalah
kepada siapa engkau mesti cemburu? Karena kadar cemburu bergantung pada
kadar kekuatan cinta. Maka bila cinta itu menuntut kesetiaan terhadap
satu kekasih, yakinlah bahwa yang paling engkau cintai adalah yang akan
engkau ikuti, engkau bela, engkau taati, engkau teladani, engkau kagumi,
pantas untuk engkau cemburui, bahkan di padang mahsyar nanti engkau
akan bertemu dengan yang paling engkau cinta. Kepada siapa engkau mesti
cemburu? Pertanyaan ini dapat menjadi renungan yang mendalam bagi para
penikmat cinta sejati, orang-orang yang sedang jatuh cinta, mereka yang
sedang terbakar rindu dan ingin bertamasya.
Kepada siapa engkau
mesti cemburu? Sikap cemburulah yang akan mendorong si pecinta untuk
berkorban jiwa, harta, dan kehormatannya demi yang dicintai. Mungkin
sebagian dari kita begitu kagum dengan sosok Lionel Messi. Pemain sepak
bola berkebangsaan Argentina, bernomor punggung sepuluh di klub papan
atas Liga Spanyol, tiga kali berturut-turut menyabet gelar pemain
terbaik dunia. Mungkin engkau menganggap rasa ini adalah rasa yang biasa
saja sebagai seorang fans, rasa kagum yang biasa saja sebagai seorang
penggemar. Ya, semua rasa itu tampak seperti biasa saja. Rela mengurangi
waktu tidur untuk menyaksikan sang idola bermain, secara tidak sadar
sedang berkorban jiwa dengan mengurangi waktu istirahat. Rela
mengeluarkan sejumlah dana untuk ikut nonton bareng di kafe-kafe dan di
warung kopi untuk menyaksikan sang idola beraksi. Keesokan paginya telat
berangkat ke kantor, atau mungkin kinerja menjadi tidak optimal karena
rasa kantuk yang mengusik. Secara tidak sadar, sudah berkorban jiwa,
harta, dan kehormatan demi orang yang dikagumi. Dan tanpa sadar sudah
mencintai Lionel Messi layaknya para pecinta.
Kepada siapa engkau
mesti cemburu? Sudikah engkau di hari perhitungan yang tidak ada satupun
yang bisa ditutupi, engkau masuk dalam barisan penggemar Lionel Messi,
karena secara tidak sadar di dunia engkau bukan sekadar mengaguminya?
Tetapi juga mencintainya? Mungkin, kita perlu muhasabah diri
lagi, sudahkah menyandarkan cinta pada cinta yang sejati? Atau malah
menyandarkan cinta pada cinta yang bersifat semu? Mari merenung bersama,
kagumlah pada seseorang dengan rasa kagum yang sewajarnya saja, boleh
saja mengagumi makhluk tetapi jangan sampai berlebihan, kelola rasa
kagum itu dengan proporsional. Kagumlah dengan sewajarnya saja, jangan
sampai ia menjadi cinta, apalagi cinta yang sedang engkau kejar sekarang
adalah cinta yang semu, cinta yang akan membinasakanmu di akhirat
nanti.
Kepada siapa engkau mesti cemburu? Bagi sebagian besar
kawula muda, mungkin tidak asing bila mendengar nama Justin Bieber.
Seorang musisi berkebangsaan Kanada yang sukses menyihir perhatian
kawula muda dengan talenta dan kemampuan musiknya. Para pemuda dan
pemudi rela mengorbankan waktunya, berdesak-desakkan di arena konser,
bercampur-baur pria maupun wanita mengorbankan kehormatan, barangkali
orang-orang ini perlu membaca hadits berikut. Diriwayatkan bahwa pada
khutbah shalat sunat gerhana matahari Rasulullah Saw. bersabda, “Wahai
umat Nabi Muhammad, demi Allah tidak ada seorang pun yang lebih cemburu
dari Allah Swt. manakala ada hamba-nya laki-laki atau hambanya yang
perempuan melakukan perbuatan zina.” (H.R. Bukhari dan Muslim).
Kepada
siapa engkau mesti cemburu? Pertanyaan ini perlu ditanyakan kembali
kedalam hati nurani kita, sudahkah dapat membedakan rasa kagum dan rasa
cinta? Sudahkah mendedikasikan cinta ini kepada Rasulullah Sang Teladan
sebagai implementasi kecintaan kepada Allah Swt. pemilik segala cinta?
Masih dalam Shahih Bukhari dan Muslim, dari Abdullah bin Mas’ud r.a. dia mengatakan bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Tidak
ada sesuatu pun yang lebih cemburu dari Allah Swt. oleh karena itulah
Allah Swt. mengharamkan berbagai kekejian baik yang nyata maupun yang
tersembunyi.”
Kepada siapa engkau mesti cemburu? Ats-Tsauri
meriwayatkan dari Hammad bin Ibrahim dari Abdullah, dia berkata,
“Sesungguhnya Allah Swt. benar-benar cemburu demi seorang muslim, oleh
karenanya hendaklah dia juga mempunyai rasa cemburu.”
Diriwayatkan dari Abdullah r.a. dia mengatakan bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya Allah Swt. cemburu, oleh karena itu hendaklah salah seorang dari kalian memiliki rasa cemburu.” (H.R. Thabrani).
Dari Abu Hurairah r.a. disebutkan bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya
Allah itu memiliki rasa cemburu dan orang mukmin juga memiliki rasa
cemburu. Kecemburuan Allah Swt. adalah manakala seorang mukmin melakukan
apa yang diharamkan atas dirinya.” (H.R. Bukhari dan Muslim).
Diriwayatkan juga dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Seorang mukmin itu pencemburu, dan Allah Swt. lebih pencemburu lagi.” (H.R. Ibnu Hibban).
Kepada
siapa engkau mesti cemburu? Sepertinya semakin cerah arah dan tujuan
dari pertanyaan ini, tentang kepada siapa kita mesti cemburu. Bahwa yang
berhak dicemburui oleh seorang Muslim, khususnya seorang Mukmin adalah
Allah Swt. Sebab, dengan mencemburui Allah Swt. maka seharusnya membuat
kita semua sadar bahwa segala kekejian baik nyata maupun tersembunyi
adalah hal yang diharamkan. Manakala seorang mukmin melakukan apa yang
diharamkan atas dirinya, maka Allah Swt. akan cemburu sebagai bentuk
cinta kepada hambanya.
Kepada siapa engkau mesti cemburu? Tentu
saja tak ada perdebatan lagi tentang kepada siapa kita mesti cemburu.
Tentu saja yang berhak dicemburui adalah Allah Swt. Yang berhak dicintai
adalah Allah Swt. dengan segenap cinta, mewujud dalam ketaatan dan
menjauhi segala hal yang diharamkan. Sebab tak akan dapat engkau
pungkiri bahwa hari di mana pertemuanmu dengan Allah Swt. akan tiba.
Siapkah engkau bertemu dengan Allah Swt. sementara Allah Swt. tak peduli
karena dalam hatimu tak ada sedikitpun rasa cemburu kepada-Nya? Siapkah
engkau yang terlena akan dunia, segala kecintaan yang semu, kecemburuan
yang tidak pada tempatnya menyebabkan engkau dilupakan oleh Allah Swt.
di akhirat? Sama seperti dirimu yang sering melupakan Allah Swt. ketika
hidup di dunia, salah mempersepsikan cinta sehingga cintamu berujung
pada cinta yang semu, sehingga kecemburuanmu salah sasaran dan tak ada
artinya lagi.
Kepada siapa engkau mesti cemburu? Jawabannya
adalah, kepada Allah Swt. hendaknya kita mesti cemburu. Sebagai bukti
cinta sejati kepada hanya satu kekasih, kekasih yang berhak memperoleh
kecemburuan itu, the One and Only, kepada Allah Swt. Di akhir
tulisan ini, sungguh elok apabila kita merenungi pesan Ibnu Qayyim
Al-Jauziyah. Beliau berpesan, Allah Swt. akan sangat cemburu kepada
hamba yang di dalam hatinya tidak terdapat rasa cinta, takut, dan harap
kepada-Nya. Terlebih apabila hati tersebut diisi oleh sesuatu
selain-Nya. Allah Swt menciptakan manusia untuk menyembahnya, dan
menjadikannya sebagai makhluk pilihan di antara makhluk-makhluk-Nya yang
lain. Sekarang, kepada siapa engkau mesti cemburu? Jawablah dengan
mantap, penuh keyakinan dan pembuktian, hanya kepada Allah Swt.
The Power of Mentoring
By Unknown05.13Dakwah Kampus, Islam For World, Mohamad Khaidir, Tarbiyah Tsaqofiyah, Taujih ThulabyNo comments
dakwatuna.com - Mengamati dan menganalisis kejadian
sekitar menjadi ciri khas kaum intelektual, apalagi bila turut
memberikan solusi dalam berbagai permasalahan sosial. Dalam beberapa
kesempatan, sebagian besar dari kita sering jenuh oleh beberapa
pekerjaan yang menjadi rutinitas kita. Ingin rasanya menjadi iri kepada
mereka yang selalu menjaga, menjaga kehidupannya agar berjalan sesuai
kodratnya, menjaga stabilitas hidupnya dengan mengikuti arahan-arahan
Rabbani. Arahan-arahan yang berasal langsung dari Tuhannya,
arahan-arahan yang tidak terdapat penambahan pendapat-pendapat dari
manusia. Arahan yang terjaga kesuciannya dan kevalidannya, tak akan
mudah untuk dirubah sesuka hati karena arahan-arahan tersebut telah
menjadi kitab suci Umat Islam, yaitu Alquran.
Mereka yang menjaga
diri dari kemaksiatan, betapa berbahagianya mereka karena penjagaan
terhadap dirinya. Dalam bergaul dengan sesama mereka memiliki
batas-batas sesuai apa yang disyariatkan oleh agamanya. Berinteraksi
dengan ayah ibunya, kakaknya, adiknya, keluarganya, sahabat-sahabatnya.
Selalu menjaga pandangan ketika bergaul dengan lawan jenis, selalu
menjaga ucapan, baik ucapan secara lisan maupun tulisan, baik di dunia
nyata maupun di dunia maya. Mereka selalu menunjukkan sikap terbaiknya,
mencerminkan akhlak yang baik sebagaimana yang dicontohkan oleh para
Nabi dan Rasul.
Tingkah laku mereka nyaris sempurna, meskipun
terkadang mereka juga harus berhadapan dengan berbagai dinamika
kehidupan dan ketetapan Allah. Sebagai manusia biasa, terkadang mereka
juga berbuat dosa, namun dari dosa yang telah dilakukan memberikan
pelajaran yang berharga bagi mereka untuk terus memperbaiki diri dan
memperbaharui niat.
Tubuh mereka kuat, rajin berolahraga, tidak
mengkonsumsi makanan dan minuman yang dapat merusak tubuh. Mereka
menyadari bahwa pekerjaan dan usaha dalam berdakwah bukanlah sesuatu hal
yang ringan. Dakwah merupakan tanggung jawab dan tugas mereka,
menyadari dakwah tidaklah ringan dan hendaknya dakwah dilakukan dengan
totalitas, mereka senantiasa menjaga kesehatan badan mereka sehingga
terwujudlah cinta yang hakiki sebagaimana sabda Baginda Nabi bahwa
Mukmin yang kuat lebih dicintai Allah SWT.
Akhlak mereka tercermin
dari perilaku mereka yang senantiasa berpedoman pada Alquran dan
Sunnah-sunnah Nabi. Mereka selalu berusaha untuk menjaga akhlak mereka
agar senantiasa mulia serta dari akhlak mereka ini mereka mampu untuk
menginspirasi orang-orang di sekitarnya, agar senantiasa memperbaiki
diri. Mungkin sering kita mendengar istilah ‘pacaran’ yang banyak
digandrungi oleh anak-anak muda sekarang. Hanya saja, mereka tidak
ikut-ikutan untuk ‘pacaran’ sebab mereka memahami dan menilai suatu hal
berdasarkan manfaat dan kerugiannya. Tentu saja mereka mengetahui bahwa
pacaran lebih besar keburukan dan kerugian yang dihasilkan dibanding
manfaat yang didapatkan. Pacaran yang banyak digemari generasi muda
zaman sekarang tentu saja memberi dampak buruk bagi generasi bangsa ini.
Dan mereka juga telah mengetahui bahwa pacaran juga tidak diperbolehkan
dalam ajaran Islam.
Mereka ini juga bukan anak muda yang patut
dianggap remeh pengetahuannya tentang Islam, mereka selalu mempelajari
agama dengan bersumberkan Alquran dan Al-Hadits. Selain itu, mereka juga
menjadi ahli dalam bidang yang mereka geluti meskipun memang saat ini
mereka masih dalam tahap belajar dan terus berproses. Dari sisi
finansial juga mereka bukan anak muda yang bias dianggap remeh, mereka
juga tetap berusaha menghidupi dan membiayai dirinya sendiri meskipun
dengan langkah yang tertatih-tatih serta penuh perjuangan. Hidup mereka
sederhana dan tidak bermewah-mewah dan selalu berusaha menjauhi riba.
Mereka juga memiliki aqidah yang lurus, dalam setiap kesempatan mereka
terus berusaha untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Menjaga
kebersihan hati, bertaubat, istighfar, menjauhi dosa dan syubhat, dan
yang paling utama, mereka ridha Allah sebagai Tuhan, Islam sebagai
Agama, dan Muhammad Nabinya.
Mereka berupaya agar Ibadah yang
mereka kerjakan mempunyai landasan yang telah jelas dan valid, totalitas
dalam ibadah adalah salah satu kunci kesuksesan ibadah, yaitu dengan
menghadirkan hati, pikiran, perasaan, dan seluruh tubuh dalam beribadah,
serta tidak berlebihan dalam beribadah. Mereka juga berusaha melawan
hawa nafsu, karena mereka menyadari bahwa semakin tinggi kadar keimanan
seseorang maka cobaan serta ujian yang diberikan semakin berat pula.
Mereka sangat menghargai setiap waktu yang berjalan, dan tidak
mengisinya dengan hal-hal yang bersifat sia-sia. Waktu adalah sesuatu
yang tak dapat dimundurkan walau sesaat, meskipun dibeberapa cerita
fiksi yang sudah mewujud menjadi film layar lebar banyak berceritera
tentang keberadaan mesin waktu. Karena waktu yang tak bisa dimundurkan
walau hanya sesaat, maka dalam setiap urusan dan aktifitas keseharian
mereka teratur dan rapi. Dan mereka selalu berusaha agar hidupnya dapat
bermanfaat bagi orang lain, apalagi bila lifestyle yang mereka jalani mampu menginspirasi, memotivasi, dan membakar semangat orang-orang disekitar kehidupan mereka.
Terlihat
sangat ideal bukan? Tetapi tahukah kita semua bahwa beberapa hal yang
penulis uraikan di atas adalah sepuluh (10) muwasafat tarbiyah yang
hendak dicapai oleh orang-orang yang mengikuti tarbiyah, terkhusus bagi
para aktifis kampus tarbiyah yang dimaksud adalah mentoring.
Capaian-capaian yang kita semua optimis untuk mencapainya meski tertatih
kaki ini melangkah. Mungkin ada bisikan-bisikan muncul yang berasal
dari sisi kiri dan kanan kita berbisik tentang mustahilnya mencapai
sepuluh muwasafat tarbiyah tersebut. Tetapi, bukankah sebagian besar
dari umat manusia adalah seorang pembelajar cepat (quick learning). Seideal apapun capaiannya selalu ada ruang didalam hati dan pikiran rasa optimisme bersemayam.
Bagi para aktifis kampus, baik aktifis kampus kini dan nanti, semuanya bermula dari mentoring, penulis sendiri lebih senang menyebutnya dengan sebutan the power of mentoring.
Ada yang tetap konsisten mengikutinya setiap pecan dan ada pula yang
hadir hanya sesekali bahkan tidak sedikit yang kita dapatkan dalam
berjalannya proses mentoring ada yang tak pernah lagi terdengar
kabarnya. Dan kita juga mengetahui bersama bahwa kualitas para
mahasiswa yang terbina lewat proses mentoring sangat unggul. Boleh jadi mereka-mereka yang sampai sekarang menjalani proses mentoring dan
insya Allah sampai seterusnya, ketika diberi amanah-amanah kepanitiaan,
kegiatan, jabatan dan posisi strategis di lembaga kemahasiswaan akan
mereka ambil jabatan dan posisi tersebut dengan keyakinan yang mantap.
Karena orang-orang yang berkualitas adalah orang yang mau terus belajar
dan menjalani proses.
The power of mentoring, mampu mengantarkan orang-orang yang masih konsisten mengikuti proses mentoring tersebut menuju kebahagiaan yang hakiki. The power of mentoring bukan
sekedar berbicara tentang kemenangan dakwah kampus semata, tetapi
bagaimana caranya kemenangan dakwah tersebut mewujud nyata dalam
diri-diri mereka. Mereka yang senantiasa berupaya mendekatkan diri
kepada Allah SWT dengan segala kelemahan mereka sebagai manusia biasa.
Beda dengan serial power ranger yang sebenarnya tidak merefleksikan nilai-nilai kepahlawanan dengan sempurna, the power of mentoring hadir
sebagai solusi dari para pejuang dakwah kampus. Solusi yang dapat
diibaratkan sebagai oase di tengah-tengah gurun yang tandus. Oase bagi
mereka yang sedang kehausan akan ilmu-ilmu agama, teladan dalam
perilaku, kata-kata motivasi. Oase bagi mereka yang tengah dilanda
dahaga, dahaga akan ilmu-ilmu pengembangan diri, penyucian diri, serta
keorganisasian dan manajemen kelembagaan mahasiswa. Jadi, tunggu
apalagi? Yukk..ikut mentoring.
Sang Murabbi dari Bumi Tadulako
dakwatuna.com - Sedih, sedih rasanya hati ini,
kehilangan sosok Guru Kehidupan. Ibarat bergugurannya dedaunan dari
pepohonan, tak peduli apakah daun itu masih hijau, merah kekuningan,
kuning, bahkan kecoklatan, atas izin Allah daun akan terus berguguran
tak melihat warnanya. Begitupun manusia, tak peduli tentang usianya, mau
tua ataupun muda, kalau ajal sudah menjemput maka tamatlah riwayatnya.
Untuk kali ini, para Aktifis Dakwah Sulawesi Tengah sedang dirundung
duka karena kehilangan sosok Murabbi. Kaget bukan main rasanya ketika penulis mendapat kabar duka ini disiang hari. Seorang Ustadz yang
berwawasan luas, bijaksana, ramah, dan dengan kemampuan membina yang
luar biasa. Telah mengantarkan begitu banyak orang di bumi tadulako ini
untuk mencapai pintu hidayah dari Allah SWT. Begitu banyak orang-orang
di bumi tadulako ini yang tercerahkan oleh ceramah-ceramah dan taujih-taujih dari
beliau, begitu banyak orang yang tersadarkan tentang betapa jauh
dirinya dari Allah SWT. Melalui perantara Ustadz Muhammad Ali Lamu, Lc
orang-orang yang tercerahkan dan tersadarkan tersebut menjelma menjadi
aktivis dakwah yang siap memperjuangkan kebaikan di manapun dan
kapanpun, siap berkorban bagi agama dan bangsa ini, siap menegakkan
panji-panji Allah, siap mengokohkan Aqidah masyarakat Sulawesi Tengah
melalui dakwah, tak peduli caci dan maki mereka terus berjuang tanpa
kenal lelah.
Di bumi tadulako ini, beliaulah salah satu Murabbi
yang berkarakter dan tak pantang menyerah ketika awal-awal membuka
peluang dakwah di Sulawesi Tengah. Ustadz Muhammad Ali Lamu, Lc., adalah
putra Sulawesi Tengah kelahiran Donggala, 28 Agustus 1971, terlahir
dari pasangan orang tua yang selalu mengajarkan pentingnya ilmu agama
kepada putra-putri mereka. Ayahandanya, Ustadz Ali Lamu (Alm) adalah
sosok pendidik yang cukup dikenal, khususnya di kalangan warga dan
keluarga besar Al-Khairaat, sedang ibundanya, Ustadzah Hj. Syifa Abd.
Rauf Sulaiman (Almh), juga adalah pendidik, pensiunan PNS Departemen
Agama (sekarang, Kementerian Agama). Ustadz Muhammad, demikian ia biasa
disapa, memulai pendidikan formal di SDN Ujuna dan Madrasah Al-Khairaat
Palu kemudian melanjutkan pendidikan menengah juga di Al-Khairaat:
Madrasah Tsanawiyah Al-Khairaat dan Madrasah Aliyah Al-Khairaat Palu.
Sementara itu, pendidikan dan gelar akademik, License (Lc.), diperoleh
dari Fakultas Syariah Universitas Muhammad Ibnu Saud Cabang Jakarta
(LIPIA).
Sejak kecil, ia telah memperlihatkan bakat orator dan
sikap kritis terhadap permasalahan sosial-keumatan. Menjadi aktivis
berbagai ormas kepemudaan—di antaranya, Himpunan Pemuda Al Khairaat
(HPA) Kota Palu, Ikatan Pemuda Al Khairaat Jakarta, dan Himpunan
Mahasiswa Islam Komisariat LIPIA Jakarta—pun menjadi bagian dari
pengalaman hidupnya. Hal itulah yang memantapkan langkahnya untuk
menjadi seorang da’i ilallah secara profesional hingga kemudian
ia diberikan amanah untuk memimpin Ikatan Dai Indonesia (IKADI) Wilayah
Sulawesi Tengah, periode 2012—2016. Dari pernikahannya dengan Ustadzah
Erni Yulianti yang juga seorang penggerak dakwah asal DKI Jakarta—Allah
mengaruniakan kepada mereka 6 orang putra-putri, masing-masing (1)
Haninah Ainun Mardiah, (2) Sumayyah Nurus Syahadah, (3) Salman Izzuddin,
(4) Naila Izzah Salsabila, dan (5) Umar Abdul Aziz dan (6) Syifa, yang
lahir 15 Desember 2014.
Dalam pandangannya, Islam adalah agama yang selalu concern
terhadap problem dan dinamika kehidupan dalam seluruh aspeknya. Dalam
perspektif itu pula, sampai saat ini, Ustadz Muhammad Ali Lamu juga
“mengampu” beberapa amanah yang lain. Di antaranya, Ketua Komite
Nasional untuk Rakyat Palestina (KNRP) Sulawesi Tengah, Ketua Dewan
Syariah Wilayah Partai Keadilan Sejahtera (DSW PKS) Sulawesi Tengah,
Ketua Fraksi PKS DPRD Kota Palu, dan Ketua Dewan Pengawas di Yayasan dan
Lembaga Bimbingan al-Quran (LBQ) Al-Itqan Sulawesi Tengah.
Bagi
penulis pribadi, yang menjadi Mutarabbi beliau kurang lebih 3 tahun
lamanya, membimbing penulis menjalani kehidupan dan bertarung di medan
juang dakwah kampus hingga dakwah pasca kampus, merupakan suatu
kebanggaan dapat dididik langsung oleh beliau. Menjadi sosok ayah bagi
penulis pribadi yang tak lagi memiliki ayah, taujih-taujih penyejuk hati
yang menggerakkan hati, pikiran, dan perasaan.
Di bumi tadulako
ini, Ustadz Muhammad menjadi sosok yang mencerahkan begitu banyak orang,
sudah ribuan orang yang tercerahkan oleh perjuangan dakwah beliau.
Bahkan sebelum gerakan dakwah ini menjelma menjadi partai politik.
Beliaulah sosok Sang Murabbi, Sang Murabbi dari Bumi Tadulako.
Tidak
ada sakit yang berkepanjangan yang Allah berikan, hanya sesak dada
beberapa saat saja, yang akhirnya Ustadz Muhammad menemui Allah Sang
Maha Pencipta, Kamis 15 Januari 2015, sekitar pukul 11.00 WITA.
Beberapa
tokoh masyarakat seperti tidak ingin kehilangan momen kebersamaan
terakhirnya dengan Ustadz Muhammad, beberapa diantaranya hadir pada
Jum’at 16 Januari 2015 untuk memberikan ungkapan duka, di antaranya
Ketua Harian KNRP H. Caca Cahayaningrat, SE., Ketua DPW PKS Sulawesi
Tengah H. Zainuddin Tambuala, dan Tokoh Masyarakat Palu Habib Syaikh
Segaf Al Jufri yang sekaligus memimpin shalat jenazahnya.
Meskipun
diliputi rasa duka yang mendalam, sang isteri yang tegar mengungkapkan
rasa bangganya terhadap perjuangan sang suami, terlebih dengan sepak
terjangnya untuk memberikan pemahaman kepada kaum muslimin khususnya di
Sulawesi Tengah terhadap isu kemanusiaan Palestina.
Satu ungkapan
Ustadz Muhammad dua hari sebelum kepergiannya, saat memberikan kajian
tentang isu kemanusiaan Palestina, beliau mengatakan, “Andaikata, saya
diminta untuk memilih amanah atau jabatan, saya akan memilih bersama
KNRP, karena bersama lembaga kemanusiaan yang membantu perjuangan rakyat
Palestina, lebih dekat menuju KESYAHIDAN.”
Selamat jalan Ustadz
Muhammad, semoga kelak Allah SWT mengumpulkan bersama orang-orang baik
yang engkau cintai. Cinta Allah dan rahmat-Nya, insya Allah, selalu
menyertaimu.
Sungguh kematian adalah nasihat bagi yang hidup.