Oleh : Mohamad Khaidir, S.E.
Rabu, 27 Agustus 2014
Menyibak Jenggala Kesemuan
By Unknown08.58Islam For World, Mohamad Khaidir, Tarbiyah Tsaqofiyah, Taujih Thulaby, TausyiahNo comments
Palu, di Kamar Peradabanku 24 Agustus 2014
Oleh : Mohamad Khaidir, S.E.
Oleh : Mohamad Khaidir, S.E.
dakwatuna.com - Langit yang cukup cerah mengawali
hari itu. Bermula dari pesona langit shubuh, aku terperanjat bangkit
dari peraduan, segera menjawab panggilan-Nya. Aku sadari panggilan di
shubuh hari itu tak semua orang sanggup untuk segera menjawab dan
bergerak memenuhi panggilannya. Hanya orang-orang terpilih yang kemudian
mampu menjawab panggilan dan bergerak memenuhi panggilan tersebut.
Terkadang rasa malas lebih mendominasi sehingga bunyi alarm sekeras
apapun tak jua membuat segera bangkit, mungkin karena ulah setan yang
betah bersemayam di setiap lekuk tubuh. Berat rasanya menggerakkan tubuh
untuk segera bangkit, dan memang menjadi pejuang shubuh itu bukanlah
tugas yang mudah seperti membalikkan telapak tangan. Perlu upaya yang
terus menerus, perlu stimulus yang memiliki hentakan dahsyat untuk
menggugah, agar bisa menjadi pejuang shubuh sejati. Terkadang, kutengok
akun twitter pejuang shubuh untuk melihat kicauan-kicauan inspiratif
tentang keutamaan-keutamaan melaksanakan shalat shubuh secara berjamaah
di masjid dan tepat waktu. Kicauan-kicauan para pejuang shubuh seluruh
nusantara juga turut menambah semangat agar mampu melaksanakan kewajiban
ini dengan penuh kesadaran dan pemahaman. Karena terkadang orang yang
paham pun belum tentu bisa melaksanakan apa yang dipahaminya kalaulah
tidak didukung oleh lingkungan dan sarana. Sehingga, memang terasa
beratlah sebuah jargon yang berbunyi “Perjuangan adalah pelaksanaan
kata-kata”. Tetapi kewajiban ini adalah harga mati, mau tidak mau, suka
tidak suka harus dilaksanakan dengan sepenuh hati meskipun diawali
dengan pemaksaan. Berbahagialah para pejuang shubuh yang senantiasa
istiqamah, namanya disorakkan dan dicintai para penduduk langit dan
bumi.
Hari itu hampir sama seperti biasanya. Energi-energi positif
terus mengalir dalam raga yang meregang nyawa. Dalam pikirku, tiada
hari tanpa dakwah. Tiba-tiba muncul sebuah renungan konspiratif yang
mengguncang batinku. Sangat kontradiksi dengan nuraniku. Beruntung Allah
memberiku alarm yang bernama ‘Hati’. Muncul pikiran-pikiran untuk
menggadaikan akhirat, acuh tak acuh dengan keutamaan amal agar selamat
dunia akhirat. Ini sebuah pemikiran yang muncul karena seringnya
berinteraksi dengan lingkungan yang hedonis. Utamakanlah akhirat, tetapi
dunia juga harus tengok. Memanglah benar apabila kita mengutamakan
akhirat, tetapi ingatlah bahwa tempat untuk mengumpulkan bekal akhirat
ada di dunia. Sehingga sungguh indah doa ‘Umar bin Khaththab ra : “Ya
Allah, jadikan Dunia dalam genggamanku, bukan dalam hatiku.”
Bayang
semu itu terus menggayuti setiap imajinasiku. Asa akan memiliki dan
merangkul tidak memuluskan taubatku. Padahal, potensi yang diberikan
Allah seharusnya digunakan untuk memenuhi target yang jauh lebih besar
di ujung sana, ekspektasi yang lebih menjanjikan, tak kan habis di dunia
saja. Begitulah manusia, mempunyai potensi untuk berbuat kerusakan,
berbuat yang merugikan. Dalam kondisi ini, banyak orang-orang yang mudah
terbakar rindu, kerinduan yang sesungguhnya adalah kesemuan dan tak
berujung. Apakah kesemuan ini yang akan kalian kejar, padahal kita
sama-sama telah mengetahui dan memahami bahwa umur kita terbatas, amalan
kita sangat sedikit, dan dosa kita terlanjur banyak. Kesemuan ini terus
dikejar, seperti orang yang tak waras, tengah melakukan pengorbanan
untuk kesemuannya ini. Bukankah lebih indah pengorbanan itu lebih
bermanfaat dan dilakukan di jalan Allah?
Muraja’ah belum juga menenangkanku, dalam telaahku ada mindset
yang harus diubah. Niat harus kembali diluruskan, karena dakwah ini
terlalu mulia untuk tercoreng hal-hal yang kelihatannya sepele padahal
tidak seperti itu. Maka kuingat kembali kejadian di alam kubur dan alam
akhirat, semoga segera membelokkanku menuju jalur semula. Dan memang,
semakin dalam telaahku, semakin aku menyadari tentang keberanian yang
harus hadir dalam jiwa. Bukannya aku tak pernah takut, hanya saja takut
di dalam hati itu harus segera ditebas dengan keyakinan tanpa batas,
sehingga ketakutan berpindah ruang karena ditekan oleh keberanian.
Ibarat air di dalam gelas, butuh air yang bertekanan tinggi lebih dari
udara yang ada di dalam gelas agar air bisa mulus memenuhi gelas.
Begitulah cara kerja keberanian menekan ketakutan, begitu pula proses
bagaimana kebaikan mendorong keburukan. Kebaikan harus mempunyai energi
dan tekanan yang lebih besar agar keburukan tersingkirkan.
Adalah
Abdullah Ibnu Mas’ud ra, seorang tokoh pemuda di zaman Rasulullah SAW
yang begitu semangat menerima Islam sebagai agamanya dan sebagai
ideologi yang mengatur tindak tanduknya. Pemuda yang energik, berani,
dan berapi-api, serta memiliki kesabaran yang melebihi kerinduan burung
pungguk akan bulan. Taat dan patuh pada Rasulullah SAW, satu hal yang
kukagumi dari pemuda bernama Abdullah Ibnu Mas’ud ra ini. Ketika Allah
SWT belum menurunkan perintah dakwah secara terang-terangan di kota
Makkah, ia langsung menjawabnya dengan ketaatan. Akan tetapi, jiwa muda
Abdullah Ibnu Mas’ud ra begitu bergelora hingga ia begitu berani
membacakan Surah Ar-Rahman dengan suara lantang di depan para petinggi
kaum Quraisy di depan Ka’bah. Ia sudah menyadari konsekuensi yang akan
diterimanya dari para petinggi Quraisy yang memang tidak senang dengan
ajaran yang dibawa Muhammad SAW. Dan ia pun harus babak belur karena
kejadian itu, mengingat saat itu belum pernah ada yang berani membacakan
ayat-ayat Al-Quran di depan umum, apalagi pada saat itu Ka’bah
merupakan pusat keramaian di kota Makkah. Setelah kejadian itu, Abdullah
Ibnu Mas’ud dengan keberaniannya yang sudah terasah bagai mata pedang
meminta lagi untuk mengumandangkan ayat-ayat Al-Quran di depan Ka’bah,
di hadapan para petinggi Quraisy, hanya saja permintaannya ini tidak
diperbolehkan oleh para sahabat karena khawatir akan keselamatannya.
Sungguh berani engkau wahai Abdullah Ibnu Mas’ud ra.
Adalah Ali
bin Abi Thalib ra yang mulia dengan keberaniannya. Keberanian untuk
menggantikan posisi Rasulullah SAW di tempat tidur ketika Rasulullah SAW
akan hijrah ke Yastrib yang kelak akan berganti nama Madinah
Al-Munawarah. Para petinggi Quraisy bersepakat untuk memberikan hadiah
yang besar bagi yang berhasil menghadang Rasulullah SAW dalam proses
hijrah dan menemukan beliau. Ali bin Abi Thalib pemuda yang begitu mulia
karena kedekatan hubungan keluarga dengan Rasulullah SAW juga menjadi
mulia karena iman dan keberaniannya. Pemuda mana yang sanggup seperti
itu selain engkau wahai Ali bin Abi Thalib. Sungguh mulia engkau karena
keberanianmu menggantikan Rasulullah SAW di tempat tidurnya.
Bahkan
beberapa tahun setelah Islam berjaya, kita takkan pernah kehabisan
kisah-kisah heroik para pemuda pemberani. Kita ingat bersama peristiwa
yang menjadi kunci penaklukkan Persia di Qaddisiyah. Adalah Qa’qa ibn
At-Tamimi yang begitu berani dengan keberaniannya. Di saat Sa’ad bin Abi
Waqash mempercayakan Qa’qa ibn At-Tamimi untuk memimpin garis terdepan
pertempuran di Qaddisiyah, ia menyanggupi dan menjawab perintah itu
dengan keberaniannya. Seperti biasanya sebelum peperangan dimulai,
masing-masing tentara terbaik dari kedua pasukan bertarung terlebih
terlebih dahulu. Dengan keberaniannya, Qa’qa ibn At-Tamimi tak gentar
menantang salah satu panglima perang terbaik Persia, Bahman Jazawiyah.
Qa’qa ibn At-Tamimi pun memenangkan pertarungan yang menjadi kunci
penaklukkan Persia ini, sungguh berani engkau wahai Qa’qa ibn At-Tamimi.
Mendengar
dan merenungi kisah para pemuda tersebut, kucoba tenangkan diri, mohon
pertolongan kepada-Nya untuk menerobos jenggala kesemuan ini. Mereka
adalah para pemuda yang dengan keberaniannya mampu menyibak jenggala
kesemuan. Mereka adalah para pemuda yang patut diteladani setiap jengkal
keberaniannya. Sangat kontradiktif dengan para pemuda di zaman sekarang
yang cenderung melankolis dan tak mempunyai semangat untuk berjuang.
Sehingga wajar saja mereka akan tersesat dalam jenggala kesemuan. Tugas
kita sebagai pemuda yang akan menyibak jenggala kesemuan ini adalah
mengajak mereka untuk bersama-sama menyibak jenggala kesemuan,
meninggalkan segala keraguan sebagaimana sabda Baginda Nabi SAW :
“Tinggalkanlah apa yang meragukan…”.
Wahai para pemuda, sibaklah
jenggala kesemuan yang ada di hadapanmu! Yakinlah bahwa di depan sana
ada mereka yang siap membersamaimu! Ada janji yang harus engkau tepati
kepada bangsamu, kepada Rabbmu.
Wahai para pemuda, sibaklah
jenggala kesemuan yang akan senantiasa menggelayutimu! Yakinlah bahwa
Allah SWT akan menepati Janji-Nya. Di sana ada Kemenangan, Kesucian,
Kemakmuran, Keabadian, Kesejahteraan, tempat yang sangat paripurna untuk
kami para pejuang keidealan, pejuang keadilan.
Wahai para pemuda,
sibaklah jenggala kesemuan yang akan terus menghantuimu! Mulai dari
sekarang, engkau harus mengambil langkah konkret, menjadi sumber cahaya
di tengah kelamnya jenggala kesemuan, menjadi pemimpin perubahan,
menjadi penunjuk arah menyibak jenggala kesemuan.
Senin, 25 Agustus 2014
Dakwah di Era Layar
By Unknown07.11Islam For World, Mohamad Khaidir, Tarbiyah Tsaqofiyah, Taujih Thulaby, TausyiahNo comments
Palu, Sore Hari, 23 Agustus 2014
Oleh : Mohamad Khaidir, S.E.
Oleh : Mohamad Khaidir, S.E.
“Nothing Impossible, Its Possible if you know How.”
(Soundtrack Zokkomon, Walt Disney Production)
dakwatuna.com -
Tak ada yang tidak mungkin jika engkau mengetahui caranya, sebuah
penggalan lirik yang menarik menggambarkan tentang keoptimisan seseorang
dalam berusaha menerobos belantara ketidakmungkinan. Soundtrack dari Film Zokkomon, produksi Walt Disney.
Bercerita tentang anak Superhero yang melawan tirani di daerahnya,
negeri India. Sebuah tirani yang masih sangat mempercayai hal-hal yang
bersifat takhayul dan masih mengkultuskan salah seorang tokoh yang
dipercayai memberi keberkahan dan rezeki bagi masyarakat di suatu
daerah, desa terpencil di India. Tokoh ini kemudian diagung-agungkan,
disanjung secara berlebihan, bahkan mendapat iuran-iuran dana dari
masyarakat setempat. Sehingga, hanya segelintir orang di desa itu saja
yang menikmati kemewahan. Di satu sisi film ini memiliki maksud tertentu
untuk mensosialisasikan budaya-budaya tradisional India di mana Agama
merupakan produk dari kebudayaan, sesuai dengan pemikiran para kaum
penganut liberalisme. Dan secara tidak langsung, film ini juga
mempromosikan nilai-nilai Liberalisme.
Lanjut kisah, rupa-rupanya
ayah dari Pemeran utama Zokkomon ini adalah korban karena ingin
membongkar kedok orang-orang yang menikmati kemewahan karena membodohi
masyarakat setempat yang masih percaya akan takhayul. Yang apabila tidak
memberikan sesajian dan rutin membayar iuran kepada sang tokoh, akan
terkena kutukan dan kemarahan dewa. Ayah Zokkomon terbunuh dengan tragis
karena sudah mengetahui modus sebenarnya dari sang tokoh yang
diagung-agungkan masyarakat ini. Dan Zokkomon yang dalam kisah ini
sebagai Super Hero tampil untuk membalas dendam atas kematian ayahnya.
Perubahan yang terjadi begitu cepat dan instan dengan beberapa konflik
penghias, yang pada intinya adalah balas dendam. Begitupun dengan Kisah
Superhero lainnya.
Alkisah seorang anak muda bernama Thor hidup di
Negeri Asgard, negeri yang katanya negeri para dewa. Putra dari Raja di
Negeri Asgard dan memiliki saudara bernama Loki yang sesungguhnya tidak
berasal dari Asgard. Loki lahir dari Negeri Jotenheim, negeri tempat
bersemayam para iblis es. Yang konon dimasa lalu para iblis es pernah
ingin menjajah dan mengeksploitasi planet bumi namun kemudian di
gagalkan oleh para tentara Asgard dengan keadilan dan keberanian mereka.
Sehingga raja Asgard dan para prajuritnya pernah mendapat tempat di
hati masyarakat planet bumi sebagai pahlawan yang membela mereka di masa
lalu. Sejatinya film ini juga ingin mensosialisasikan budaya bangsa
Viking di abad pertengahan yang merupakan zaman yang sering di sebut Dark Age.
Zaman dimana peradaban Islam berjaya dan daratan Eropa tengah
diselimuti oleh kegelapan dan kehinaan atas kebodohan mereka. Thor
pemuda agresif dan temperamen berbuat kesalahan dengan melanggar
larangan ayahnya untuk menyerang Jotenheim sehingga ia diasingkan ke
bumi. Loki yang sejak dari kecil merasa di anak tirikan mengambil
kesempatan ini dan meyakinkan Thor agar tak kembali ke Asgard agar ia
kemudian menjadi pewaris tunggal tahta kerajaan Asgard. Yang pada
akhirnya, kisah ini diakhiri dengan pertarungan antar Thor dan Loki,
bukannya Super Hero pembela kebenaran dan keadilan yang digambarkan
dalam promosi film. Pertarungan Thor dan Loki yang penuh intrik soal
kekerasan, bukan tentang serial kepahlawanan.
Pada dasarnya,
film-film yang beredar di layar kita adalah media untuk mentransfer
ideologi. Tergantung siapa pembuat dan inisiator film tersebut, kalau
yang bersangkutan menyenangi paham-paham sekulerisme, maka nilai-nilai
sekuler-lah yang ingin disampaikan melalui film. Begitupun bila sang
pembuat film menganut paham liberalisme, maka nilai-nilai liberal-lah
yang ingin ditransfer melalui film yang dibuatnya. Di luar konteks
durasi penayangan film yang dibatasi, ternyata film-film superhero yang
beredar di layar kita, menyajikan perubahan-perubahan yang terlalu
cepat. Balas dendam sepertinya menjadi suatu hal yang wajar, sangat
kontradiktif dengan konsep kepahlawanan. Begitu banyak keburukan yang
diperbuat oleh Sang Superhero, tenggelam dalam aksi-aksi heroik dengan
kekuatan yang luar biasa yang juga mengakibatkan dampak kerusakkan yang
luar biasa. Menurut penulis pribadi, ini lah medan ghazwul fiqr.
Pertarungan ideologi di era layar, pertarungan ideologi di era terbuka,
pertarungan ideologi di era Gelombang Ketiga Indonesia. Maka siapa yang
tak segera menjadi penganut ideologi tertentu, bersiap-siaplah menjadi
mangsa para pejuang ideologi. Dari hati yang terdalam, kami bangga bisa
memperjuangkan ideologi Islam dalam setiap tulisan, tindak tanduk, dan
dalam kehidupan kami.
Dalam kaidah dakwah, bila kita terlalu
buru-buru dalam menghendaki perubahan, perubahan yang terjadi memang
bisa cepat, tetapi kebanyakan perubahan yang cepat terjadi malah
menghasilkan perubahan yang rapuh. Para pejuang dakwah hendaknya
memahami kaidah ini, dan senantiasa merujuk pada manhaj dakwah yang ada
bila menghendaki perubahan. Dan yang sering kita dengar dan baca dalam
berbagai sumber, bahwa karakteristik dakwah ini ada 3 yaitu: Thulut
thariq (panjang jalannya), katsirul aqabat (banyak timpaannya),
qilaturrijaal (sedikit orangnya).
Sebenarnya sangat banyak
kisah-kisah inspiratif di dalam Al-Qur’an tentang perubahan apabila kita
mau rajin untuk membaca, mentadabburi, memahami, dan mempraktekannya.
Salah satunya adalah kisah tentang Ashabul Kahfi yang memberi pelajaran
pada kita tentang perubahan yang bertahap dan tidak instan. Allah SWT
kemudian menidurkan dan menjaga para pemuda ashabul kahfi selama kurang
lebih 300 tahun. Dan pada saat mereka terbangun, kondisinya berbeda jauh
saat sebelum mereka ditidurkan oleh Allah SWT di dalam gua. Sebelum
para pemuda ashabul kahfi ditidurkan oleh Allah SWT, kondisi negerinya
pada saat itu tengah dipimpin oleh tirani kezoliman. Kondisi negeri
setelah para pemuda ashabul kahfi dibangunkan, negerinya dipimpin oleh
pemimpin yang bertakwa kepada Allah SWT, adil dan bijaksana dalam
memimpin negerinya. Perubahan drastis yang tidak terjadi dalam waktu
yang singkat. Maka berlakulah karakteristik dakwah yang pertama, thulut
thariq (panjang jalannya).
Perjuangan menegakkan kebenaran dan
keadilan para pejuang dakwah tentunya tidak mulus-mulus dan adem-adem
saja. Pastinya akan mendapatkan banyak halang dan rintang yang siap
menghadang, Para Nabi dan Rasul saja tetap diuji dengan begitu banyak
tindakan zhalim, kemalangan, intimidasi, pengusiran, pengasingan,
pembunuhan, dan timpaan-timpaan lainnya. Untuk menguji di antara mereka
siapakah yang benar-benar sabar dan berjuang di jalan Allah, sebagaimana
firman Allah SWT:
“Dan sungguh, kami benar-benar menguji kamu
sehingga Kami Mengetahui orang-orang yang benar-benar berjihad dan
bersabar di antara kamu; dan akan Kami uji perihal kamu” (QS.Muhammad: 31).”
Ujian
adalah sebuah keniscayaan bagi yang tengah berjuang dan menisbatkan
diri sebagai pejuang dakwah, menyibak jenggala kebodohan dan semak
belukar keterbelakangan masyarakat dalam memahami agama yang mulia ini,
Islam Rahmatan lil’aalamiin. Maka seharusnya para pejuang dakwah
menyiapkan diri dengan persiapan yang benar-benar matang. Banyaknya
timpaan harus siap dihadapi, maka berlakulah karakteristik dakwah yang
kedua, katsirul aqabat (banyak timpaannya).
Para pejuang dakwah
juga harus memahami bahwa bisa jadi dari begitu banyak orang-orang yang
diserunya untuk menjalankan agama ini sebagaimana mestinya, tidak
sedikit penolakan yang diterima. Sehingga para pejuang dakwah hendaknya
memahami karakteristik dakwah yang ketiga, qilaturrijaal (sedikit
orangnya). Tapi, bukan berarti orang-orang yang menjadi pejuang agama
ini akan terus-terusan berjumlah sedikit. Mari kita pahami realitas
sesungguhnya bahwa bila ingin dakwah ini tersebar ke seluruh penjuru
dunia, membutuhkan banyak orang. Belajar dari Sirah Rasulullah SAW,
ketika jumlah kaum Muslimin yang terus meningkat pasca peristiwa fathul
makkah bahkan sampai pada ekspansi ke Persia, Syria, Mesir, Damaskus,
yang memberikan pelajaran pada kita bahwa kaum muslimin terus meningkat
karena perjuangan yang tulus dan sungguh-sungguh mengharap ridha Allah
SWT.
Dari ketiga karakteristik dakwah tersebut, hendaknya memberi
pemahaman yang menyeluruh kita akan keniscayaan kemenangan dakwah ini.
Sekalipun para pembuat makar sedang berjuang di layar-layar kita,
memenuhi tayangan-tayangan televisi kita dengan ghazwul fiqr bukan berarti kita berdiam diri saja.
Satu
kisah lagi dari Sirah Rasulullah SAW tentang kisah kepahlawanan yang
benar-benar nyata, ketika di zaman kekhalifahan Amirul Mu’minin, ‘Umar
bin Khaththab ra. Kaum muslimin menyadari peta kekuatan mereka yang
semakin besar dan merasa perlu untuk menguasai Persia agar agama ini
tersebar di seluruh penjuru bumi Allah. Kisah kepahlawanan Qa’qa Ibn Amr
At-Tamimi yang memimpin pertempuran di Qaddisiyah selama beberapa hari.
Sa’ad bin Abi Waqash yang diamanahkan sebagai panglima perang sedang
sakit keras, ia kemudian mengatur strategi perang dan memberikan
instruksi dari tempat pembaringannya. Sambil menunggu kedatangan bantuan
pasukan Islam yang dipimpin oleh Hisyam Ibn Utbah, Qa’qa Ibn Amr
At-Tamimi mengatur pola kedatangan tentaranya yang berjumlah ribuan
untuk datang secara bertahap 100 orang dan tiap rombongan 100 orang
pasukan Muslim yang tiba di Qaddisiyah agar menjaga jarak, dimaksudkan
agar pasukan musuh kemudian menjadi gentar karena mengira bantuan untuk
pasukan Muslim terus berdatangan. Dan terbukti, pasukan Persia yang
diunggulkan oleh kehadiran beberapa gajah menjadi gentar. Diawali dengan
pertempuran satu lawan satu, Qa’qa Ibn Amr At-Tamimi melawan Bahman
Jazawiyah dan dimenangkan oleh Qa’qa Ibn Amr At-Tamimi. Musuh sudah
gentar duluan dalam alam pikirannya sebelum peperangan fisik yang
sesungguhnya. Kaum Muslimin pun berhasil menaklukkan tentara Persia
dengan jatuhnya beberapa panglima perang ternama dari Persia, Rustum dan
Al-Fairuzan.
Kisah-kisah heroik Islami ini hendaknya disebarkan
kepada seluruh orang-orang bahwa memang ada pahlawan yang nyata dan
pernah membuktikan keberhasilan serial kepahlawanannya. Bukan para
pahlawan fiktif di tayangan kita yang begitu banyak disusupi nilai-nilai
sekuler dan liberal. Marilah para pejuang dakwah, turut berjuang di Era
Layar ini. Dimulai dengan mencerdaskan diri dalam mengambil setiap
hikmah dan ibrah dari kisah-kisah di tayangan televisi kita. Semoga kita
termasuk orang yang diberi hidayah oleh Allah untuk senantiasa bersabar
terhadap panjangnya jalan ini. Selamat datang di Era Layar!
Jumat, 22 Agustus 2014
Kepada Yang Maha Cinta
By Unknown07.11Islam For World, Mohamad Khaidir, Tarbiyah Tsaqofiyah, Taujih Thulaby, TausyiahNo comments
Palu, Menjelang Sore, 21 Agustus 2014
Oleh : Mohamad Khaidir, S.E.
Namun, begitulah cinta yang diajarkan oleh Yang Maha Cinta, tentang bagaimana Rasulullah SAW, Para Sahabat, dan seluruh Kaum Muslimin untuk menempatkan cinta kepada Allah sebagai prioritas utama dalam permata mahligai cinta dalam kehidupan. Meninggalkan segala bentuk dendam dan prasangka buruk menuju cinta yang benar-benar jernih dan tulus seindah persaudaraan yang diikat oleh Aqidah menembus sekat-sekat kesukuan, status sosial, pangkat dan jabatan, sehingga cinta tersebut dapat mengaburkan segala bentuk penyakit hati yang bersemayam dalam jiwa. Inilah cinta dari Yang Maha Cinta.
Kepada Yang Maha Cinta, kita menyadari bahwa tak ada satupun di dunia ini cinta yang dapat melampaui Cinta kepada Allah dan Rasul-Nya. Cinta ini lebih indah dari tamasya di Taman Gantung Babilonia. Cinta ini lebih subur dari perkebunan subur nan indah penduduk Aikah. Cinta ini lebih megah dari kemegahan dan keunikan arsitektur Aleksandria di Mesir. Cinta ini lebih makmur dari tanah makmur dan adil yang dipimpin Raja Najasyi di Habasyiyah. Cinta ini lebih suci dari tiang dan mihrab suci Masjid Al-Aqsha di Palestina.
Kepada Yang Maha Cinta, kita akan mengikrarkan diri untuk mencintai Dakwah, sebagai salah satu sarana mencintai Allah dan Rasul-Nya. Kita mencintai Dakwah dan Umat ini sebagaimana Rasulullah SAW mencintai umatnya. Kita mengakrabkan diri dengan cinta kepada ketaatan, menjauhi segala larangan Allah, beramar ma’ruf dan mencegah kemungkaran sebagai deklarasi Sang Pencinta Sejati. Dengan segenap cinta Kepada Yang Maha Cinta.
Oleh : Mohamad Khaidir, S.E.
dakwatuna.com - Kekuatannya begitu bening, menembus
jagad sukma dan nurani hampa. Kekuatannya menggerakkan dengan lugas,
tanpa pikir panjang pun siapapun akan memberikan daya yang terbaik.
Rasa-rasanya, gunung pun bisa dilintasi tanpa mengharapkan fasilitas dan
sarana. Lagak-lagaknya, bisa menyeruak ombak dan badai nan ganas,
dengan tekad yang menghujam hati. Bisa-bisa, seisi kota menjadi
berapi-api karena terbakar semangat yang mengharu-biru melebihi semangat
zaman. Bisa-bisa, arus yang konsisten pun akan terjelajahi setiap riak
gelombangnya melebihi rasa putus asa dan upaya untuk menantang arus.
Rasa
ini terus bergerak, tapi tak tahu apa yang hendak dicapainya. Apakah
ingin mendapatkan gelang indah Kisra Persia, sutra menawan dari Tanah
Arab, ataukah kemegahan Colosseum Bangsa Romawi. Mungkin saja itu belum
cukup, bisa jadi rasa ini terus bergerak berputar mencari pusat orbit
kejayaan. Tamasya di Taman Gantung Babilonia, perkebunan subur nan indah
penduduk Aikah, kemegahan dan keunikan arsitektur Aleksandria di Mesir,
tanah makmur dan adil yang dipimpin Raja Najasyi di Habasyiyah, Tiang
dan Mihrab Suci Masjid Al-Aqsha di Palestina, ataukah rasa ini akan
terus bergerak mencari getar hati yang sesungguhnya.
Sebuah
kondisi yang mencengangkan, rasa yang terus bergerak entah mengikuti
kehendak yang memiliki rasa ataukah tidak mematuhi kehendak yang
memiliki rasa tersebut. Seakan-akan tidak berujung, terus bergerak
mencari kepastian, seperti kehilangan pijakan dan tak terkendali dengan
akal sehat. Terus mencari apa yang sesungguhnya memang pantas dicari
atau memang tak pantas untuk menjadi tujuan utama. Rasa yang membuat
seluruh tubuh menjadi gelisah dan seperti kehilangan arah. Seakan-akan
mengambang di udara dengan ketinggian yang membuat nyaman padahal tengah
kehilangan pijakan. Seakan-akan leluasa bergerak kesana kemari tak
tentu padahal tengah mengalami reduksi nilai, entah nilai siapa lagi
yang harus dijadikan acuan, karena hampir semuanya mengaku sebagai
pemilik kebenaran. Padahal di antara begitu banyak kebenaran nisbi hanya
ada satu kebenaran yang absolut.
Menurut Ibnu Qayyim Al-Jauziyah,
dalam Raudhatul Muhibbin wan Nuzhatul Musytaqin, terdapat beberapa
kemungkinan dari terjadinya pergerakan, antara lain:
1. Pergerakan karena didorong oleh kehendaknya artinya gerakan tersebut memang dikehendaki oleh dirinya sendiri.
1. Pergerakan karena didorong oleh kehendaknya artinya gerakan tersebut memang dikehendaki oleh dirinya sendiri.
2. Pergerakan yang lahir bukan berdasarkan kehendak, yang berarti ada dua kemungkinan:
a. Apabila pergerakan itu menuju ke pusatnya, maka itu merupakan gerakan alamiyah.
b. Apabila pergerakan itu bergerak tidak ke pusatnya, maka itu merupakan gerakan yang terpaksa.
a. Apabila pergerakan itu menuju ke pusatnya, maka itu merupakan gerakan alamiyah.
b. Apabila pergerakan itu bergerak tidak ke pusatnya, maka itu merupakan gerakan yang terpaksa.
Dengan
pendapat Ibnu Qayyim Al-Jauziyah ini, Semakin jelaslah bahwa rasa yang
misterius dan sulit di definisikan ini bisa jadi karena kehendak yang
dikehendaki pemilik rasa dan juga bukan berdasarkan kehendak pemilik
rasa, bergerak ke pusat orbit disebut gerakan alamiah, bergerak tidak ke
pusat disebut gerakan yang terpaksa. Banyak orang-orang yang kemudian
senang menyebut rasa misterius ini dengan sebutan Cinta. Sulit di
definisikan, tapi Cinta dengan kekuatan beningnya, bersumber dari Yang
Maha Cinta, telah menjadi saksi sejarah perjalanan Dakwah Rasulullah
SAW, Para Sahabat, dan Generasi orang-orang Shalih setelahnya. Untuk
menggambarkan seperti apa itu rasa cinta, ada sebuah kisah yang semoga
menginspirasi kami kutip dari Buku Jalan Cinta Para Pejuang karya
Salim.A Fillah yang menceritakan tentang percakapan ‘Umar bin Khaththab
ra dan Rasulullah SAW:
“Ya Rasulallah”, kata ‘Umar perlahan, “Aku mencintaimu seperti kucintai diriku sendiri.” Beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tersenyum. “Tidak wahai ‘Umar. Engkau harus mencintaiku melebihi cintamu pada diri dan keluargamu.”
“Ya Rasulallah”, kata ‘Umar, “Mulai saat ini engkau lebih kucintai daripada apapun di dunia ini.”
“Nah, begitulah wahai ‘Umar.”
“Ya Rasulallah”, kata ‘Umar perlahan, “Aku mencintaimu seperti kucintai diriku sendiri.” Beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tersenyum. “Tidak wahai ‘Umar. Engkau harus mencintaiku melebihi cintamu pada diri dan keluargamu.”
“Ya Rasulallah”, kata ‘Umar, “Mulai saat ini engkau lebih kucintai daripada apapun di dunia ini.”
“Nah, begitulah wahai ‘Umar.”
Muncul
pertanyaan di benak kita tentang ketegasan ‘Umar bin Khaththab ra yang
juga berlaku pada cinta. Bagaimana bisa orang seperti ‘Umar menata
kembali cintanya agar bergerak dari cinta kepada diri sendiri berpindah
dengan konstan pada kecintaan kepada Sang Nabi. Hanya dalam waktu yang
singkat ‘Umar Sang Oposisi Kebathilan merubah arah gerak cinta yang
merupakan persoalan hati langsung untuk mencinta Rasulullah SAW. Karena
bagi beliau, cinta itu bergerak didasari oleh kerja-kerja dan amal
nyata. Beliau memahami cinta sebagai kata kerja, tak perlu
berrumit-rumit dengan persoalan hati, dengan menata ulang kerja-kerja
dan amal dalam mencintai, maka hati akan menjadi makmum bagi kerja-kerja
cinta yang dilakukan oleh amal shalihnya.
Inilah cinta, gerakan
revolusioner yang apabila terus berkumpul dalam satu titik, akan
melahirkan hentakan. Hentakan yang dahsyat dan begitu luar biasa
menggetarkan jagad raya. Apalagi bila cinta tersebut didedikasikan hanya
kepada Allah dan Rasul-Nya. Maka cinta-cinta yang lain akan mengikuti
dan menjadi makmum bagi cinta absolut yang sesungguhnya, cinta kepada
Allah dan Rasul-Nya. Hentakan cinta ini melebihi keindahan gelang indah
Kisra Persia, melebihi daya tarik sutra menawan dari Tanah Arab, dan
lebih megah nan mulia dari kemegahan Colosseum kebanggaan Bangsa Romawi.
Alkisah
di Negeri Cina, pada zaman Tiga Kerajaan mendominasi peradaban Cina,
hiduplah seorang raja yang begitu visioner memandang kemajuan dinasti
yang dipimpinnya yaitu Dinasti Shu. Raja yang memimpin Dinasti Shu ini
bernama Liu Bei, raja muda yang adil memimpin para panglima terbaik di
zamannya. Sebut saja Zhuge Liang, Guan Yu, Zhang Fei, Zhao Yun, Ma Chao,
dan beberapa tentara loyal yang berkapasitas dan siap berjuang di bawah
keadilan Liu Bei. Liu Bei begitu mencintai setiap panglima dan
tentaranya yang loyal terhadapnya, rasa cinta ini dimanifestasikan
dengan menganggap para panglima dan tentaranya sebagai saudaranya. Dan
suatu ketika, ketika terjadi bentrok antara Dinasti Shu dan Dinasti Wu,
salah satu panglima terbaik dari Dinasti Shu harus menjadi korban, Guan
Yu terbunuh. Liu Bei yang terlanjur mencintai para panglima dan
tentaranya seperti saudaranya sendiri harus merasakan duka yang begitu
mendalam. Rasa cinta yang begitu mendalam yang dimiliki Liu Bei berujung
pada pembalasan dendam atas kematian Guan Yu kepada Dinasti Wu. Balas
dendam ini menimbulkan konflik yang berkepanjangan, rasa cinta yang
tadinya tulus dan begitu murni berakhir pada konflik berkepanjangan
karena memposisikan cinta hanya sebagai rasa. Sehingga cinta yang
dimiliki Liu Bei harus terkontaminasi dengan noda darah yang kotor dari
ujung tombak dan mata pedang, karena tak ada yang membatasi dan mengatur
cinta itu. Sehingga cinta nampak indah sabagai anugerah dari Yang Maha
Cinta.
Berbeda dengan cinta Rasulullah SAW kepada para Sahabat dan
cinta para Sahabat kepada Rasulullah SAW. Sekalipun Rasulullah SAW
adalah pemimpin, sebagai teladan terbaik ia tidak memposisikan diri
sebagaimana pemimpin-pemimpin di negeri tetangga. Tidak seperti Raja di
Negeri Persia, tidak seperti Kaisar Agung di Byzantium Romawi,
Rasulullah SAW membina hubungan yang baik layaknya persaudaraan yang
kokoh dalam Iman. Hubungan mereka begitu indah dalam harmoni
persaudaraan atas dasar aqidah, yang mana cinta mereka tidak liar dalam
implementasinya, karena senantiasa dibatasi oleh pagar-pagar syariat
Islam. Suatu ketika, sebelum Khalid bin Walid memeluk Islam, dan masih
berstatus sebagai musuh Islam, Al-Walid bin Walid mengirimkan surat
dengan sepenuh cinta kepada beliau. Surat ini berisikan ajakan dari
Al-Walid bin Walid kepada Khalid bin Walid agar memeluk Islam. Al-Walid
bin Walid juga menuturkan tentang cinta Rasulullah SAW kepada Khalid bin
Walid dengan menanyakan kabar beliau. Sungguh indah akhlak dan cinta
Rasulullah SAW sekalipun saat itu Khalid bin Walid belum memeluk Islam.
Jika saja ingin kembali melihat track record
Khalid bin Walid pada Perang Uhud, di mana beliau berhasil memukul
mundur pasukan Islam sehingga Rasulullah SAW dan para sahabat mengalami
cedera, sungguh memilukan hati apabila mencinta orang yang pernah
menjadi musuh Allah. Di Peristiwa Uhud, Rasulullah SAW harus merasakan
cedera fisik akibat serangan kafir Quraisy, bahkan para Sahabat yang
mengelilingi untuk melindungi beliau harus kemudian merasakan sabetan
pedang yang beruntun dan terjangan anak panah yang mengincar Baginda
Nabi SAW. Di Perang Khandaq pun Khalid bin Walid menjadi salah satu
bagian dari Pasukan kafir Quraisy di bawah pimpinan Abu Sufyan yang
sempat membuat Pasukan Islam kelabakan karena serbuan kafir Quraisy dari
Utara dan pengkhianatan Yahudi Bani Quraizah dari arah Selatan. Sampai
kemudian datang pertolongan Allah yang memenangkan kaum Muslimin para
perang Khandaq tersebut.
Namun, begitulah cinta yang diajarkan oleh Yang Maha Cinta, tentang bagaimana Rasulullah SAW, Para Sahabat, dan seluruh Kaum Muslimin untuk menempatkan cinta kepada Allah sebagai prioritas utama dalam permata mahligai cinta dalam kehidupan. Meninggalkan segala bentuk dendam dan prasangka buruk menuju cinta yang benar-benar jernih dan tulus seindah persaudaraan yang diikat oleh Aqidah menembus sekat-sekat kesukuan, status sosial, pangkat dan jabatan, sehingga cinta tersebut dapat mengaburkan segala bentuk penyakit hati yang bersemayam dalam jiwa. Inilah cinta dari Yang Maha Cinta.
“Aslama Khalid!!.. Aslama Khalid!!.. Aslama Khalid!!”
Seantero Madinah gempar dengan Islamnya Khalid bin Walid yang nantinya
akan menjadi salah satu panglima Islam terbaik yang pernah ada,
menggetarkan Singgasana Kisra di Persia dan menggentarkan mahkota
Heraclius di Romawi. Dengan sepenuh cinta, Rasulullah SAW bersabda:
“Dari sekian banyak pedang, Khalid bin Walid adalah Pedang Allah yang
terhunus.”
Kepada Yang Maha Cinta, mari kita memohon ampun atas
setiap cinta-cinta yang semu. Kita memohon ampun atas setiap cinta yang
memalingkan kita dari cinta yang sesungguhnya, cinta yang absolut, cinta
kepada Yang Maha Cinta, Cinta kepada Allah dan Rasul-Nya.
Kepada Yang Maha Cinta, kita menyadari bahwa tak ada satupun di dunia ini cinta yang dapat melampaui Cinta kepada Allah dan Rasul-Nya. Cinta ini lebih indah dari tamasya di Taman Gantung Babilonia. Cinta ini lebih subur dari perkebunan subur nan indah penduduk Aikah. Cinta ini lebih megah dari kemegahan dan keunikan arsitektur Aleksandria di Mesir. Cinta ini lebih makmur dari tanah makmur dan adil yang dipimpin Raja Najasyi di Habasyiyah. Cinta ini lebih suci dari tiang dan mihrab suci Masjid Al-Aqsha di Palestina.
Kepada Yang Maha Cinta, kita akan mengikrarkan diri untuk mencintai Dakwah, sebagai salah satu sarana mencintai Allah dan Rasul-Nya. Kita mencintai Dakwah dan Umat ini sebagaimana Rasulullah SAW mencintai umatnya. Kita mengakrabkan diri dengan cinta kepada ketaatan, menjauhi segala larangan Allah, beramar ma’ruf dan mencegah kemungkaran sebagai deklarasi Sang Pencinta Sejati. Dengan segenap cinta Kepada Yang Maha Cinta.
Selasa, 19 Agustus 2014
Sejenak Bersama Bulan Dan Bahtera Negeri
By Unknown03.50Islam For World, Mohamad Khaidir, Tarbiyah Tsaqofiyah, Taujih Thulaby, TausyiahNo comments
Palu, Menjelang Pagi, 16 Agustus 2014
Oleh : Mohamad Khaidir, S.E.
Oleh : Mohamad Khaidir, S.E.
dakwatuna.com - Seorang nakhoda sebuah kapal
berdecak kagum, sebuah panorama yang unik tengah disaksikannya, bulan
tetap terang benderang menjelang pagi hari. Bulan tampak begitu
bercahaya meskipun rona fajar menyebarkan warna merah, mengkonfigurasi
warna biru pada langit pagi. Karena mendapat asupan cahaya dari
matahari, bulan pun tetap memancarkan pesonanya walaupun matahari
sebentar lagi akan terbit. Nakhoda kapal ini begitu kagum, karena
bentuknya sederhana, indah, dan menawan, bulan pun tetap menawarkan
nilai manfaat dari dirinya kepada mata-mata sayup yang menatapnya dengan
kekaguman. Sungguh nikmat Allah yang tiada tara, dijadikan keindahan
alam yang memanjakan pandangan para insan yang menunggangi dua
tunggangan ‘Umar dalam menjalani hidupnya, yaitu sabar dan syukur.
Untuk
menatap keindahan bulan ini, orang-orang harus memicingkan matanya,
menahan kedip mata yang akan menghilangkan seketika aura indah nan
bercahaya dari bulan. Dan setiap yang memandang pun pada akhirnya akan
memahami bahwa tidak semua manusia diberi kekuatan untuk menyaksikan
keindahan alam ciptaan Allah, karena sebagian kecil manusia harus
kemudian bersabar dengan nikmat pandangan yang tak diberikan kepada
semua manusia. Sang nakhoda kemudian menyadari bahwa tidak semua manusia
diberi kesempatan pada saat yang tepat untuk mengambil hikmah atas
setiap fenomena alam, bahkan kebanyakan manusia lupa akan nikmat ini dan
memandang keindahan alam dengan cara yang biasa saja tanpa berucap
syukur.
Karena keindahan dalam pandangan adalah nikmat Allah yang begitu luar biasa sebagaimana disampaikan dalam Firman-Nya :
“Dijadikan
terasa indah dalam pandangan manusia cinta terhadap apa yang
diinginkan, berupa perempuan-perempuan, anak-anak, harta benda yang
bertumpuk dalam bentuk emas dan perak, kuda pilihan, hewan ternak dan
sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah
tempat kembali yang baik.” (QS.Ali-‘Imran : 14)
Maka, sudah sepantasnya bagi setiap insan untuk memandang keindahan alam dengan perenungan yang mendalam. Mengambil setiap ibrah
dari gerakan alamiah alam yang tak akan mampu dianalisis dan dijangkau
dengan kesombongan ilmu dan akal manusia. Sudah sepantasnya setiap insan
memiliki pemahaman yang baik atas ajaran Nabi dan Rasul serta menjadi
pewaris ajaran tersebut, dengan meyakini kebenaran dan kandungan kitab
suci Al-Quran. Sehingga dengan segala kerendahan jiwa dan hati sanggup
untuk memandang keindahan alam bertautkan gelora dan semangat
kepemimpinan. Sebut saja ini tatapan visioner sang nakhoda kapal, cara
menatap realitas alam dengan kepemimpinan, karena sejatinya tugas
manusia adalah menjadi pemimpin di muka bumi. Meskipun pada awalnya
perihal kepemimpinan manusia ini ditentang oleh makhluk Allah yang
paling taat seantero jagad raya sebagaimana Firman-Nya:
“Dan
(ingatlah) ketika Tuhan-mu Berfirman kepada para malaikat, “Aku hendak
Menjadikan khalifah di bumi.” Mereka berkata, “Apakah Engkau hendak
Menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan
kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?” Dia Berfirman,
“Sungguh, Aku Mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (QS.Al-Baqarah : 30).
Kepemimpinan
adalah sebuah keniscayaan, inilah yang dilihat sang nakhoda tadi dengan
tatapan tajam nan visioner, tatapan kepemimpinan. Sang nakhoda bahkan
sadar ini bukan sekadar cerita fiksi One Piece yang bercerita
tentang seorang kapten kapal bernama Monkey.D Luffy yang memimpin krunya
dengan begitu polos dan lugu tanpa tujuan yang konkret. Sang nakhoda
pernah mendengarkan sebuah lagu berjudul Perahu Retak yang dinyanyikan
oleh Franky Sahilatua :
Perahu negeriku, perahu bangsaku
Jangan retak dindingmu
Semangat rakyatku, derap kaki tekadmu
Jangan terantuk batu
Jangan retak dindingmu
Semangat rakyatku, derap kaki tekadmu
Jangan terantuk batu
Tanah pertiwi anugerah Ilahi
Jangan ambil sendiri
Tanah pertiwi anugerah Ilahi
Jangan makan sendiri
(Perahu Retak, Franky Sahilatua).
Jangan ambil sendiri
Tanah pertiwi anugerah Ilahi
Jangan makan sendiri
(Perahu Retak, Franky Sahilatua).
Ia
tertegun mendengar lirik lagu yang sebagian besar memang menggambarkan
realitas negerinya. Bahwa keluh dan peluh negeri ini tidak sekedar untuk
dinyanyikan, namun segera dicarikan solusi yang berarti. Dan alangkah
indahnya bila menjadi bagian dari solusi berbagai permasalahan pelik di
negeri ini, dibandingkan sebagian besar orang yang hanya mengutuk
masalah dan tak bergerak menjadi bagian dari solusi tersebut. Negeri
yang kata orang-orang adalah tanah surga nan indah, namun sebagian besar
rakyatnya tak merasakan kemakmuran layaknya cita-cita kemerdekaan. Sang
nakhoda adalah orang yang ingin memegang teguh ajaran Islam, ia
menyadari bahwa dengan menjalankan perintah serta ajaran Allah dan
Rasul-Nya, negeri yang diibaratkan sebagai kapal retak ini bisa
terselamatkan. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dari
shahabat Nu’man bin Basyir Radhiallahu anhuma, Rasulullah saw bersabda :
“Perumpamaan orang yang teguh menjalankan ajaran Allah dan tidak
melanggar ajaran-ajaran-Nya dengan orang yang terjerumus dalam perbuatan
melanggar ajaran Allah, adalah bagaikan satu kaum yang melakukan undian
dalam kapal laut. Sebagian mendapat jatah di atas dan sebagian lagi
mendapat jatah di bawah. Penumpang yang berada di bawah, jika mereka
hendak mengambil air, mereka harus melewati penumpang yang berada di
atas. Lalu mereka berkata, “Seandainya kita lubangi saja kapal ini, maka
kita dapat mengambil air tanpa mengganggu penumpang di atas. Jika
perbuatan mereka itu mereka biarkan, maka semuanya akan binasa. Namun
jika mereka mencegahnya, maka semuanya akan selamat.” (Shahih Bukhari,
no. 2493).
Sang nakhoda menyadari bahwa persoalan pelik negeri ini
harus segera diselesaikan. Ia begitu bersemangat ingin melanjutkan
cita-cita kemerdekaan para pendahulunya di usianya yang menginjak 69
tahun, sebuah negeri yang adil, makmur, dan sejahtera. Maka bahtera
negeri ini membutuhkan seorang nakhoda yang yakin bahwa kapalnya tidak
akan karam dan tenggelam selama ia memulai perubahan dari dirinya
sendiri meskipun nantinya akan sulit. Sang nakhoda begitu termotivasi
dengan perkataan Ali bin Abi Thalib ra yang berbicara tentang
kepemimpinan :
“Barangsiapa meletakkan dirinya sebagai pemimpin, maka
hendaklah dia memulai dengan mengajari dirinya sebelum mengajari orang
lain. Dan hendaklah dia membersihkan langkah kehidupannya sebelum
membersihkan lisannya. Karena orang yang mengajari dan membersihkan
dirinya itu lebih berhak dimuliakan daripada orang yang mengajari
manusia dan membersihkan mereka.” (Ali bin Abi Thalib).
***
Tulisan
ini bukan sekadar bercerita tentang keindahan bulan di pagi hari!
Tetapi bagaimana cara kita untuk melihat fenomena alam dengan rasa
syukur yang mendalam. Dengan meresapi makna gerakan alamiah alam ini,
bahwa dengan rasa syukur yang biasa-biasa saja belum cukup untuk
membayar nikmat keindahan alam ini, namun sebagai wujud pengabdian
sebagai seorang hamba.
Tulisan ini bukan bercerita tentang perahu
yang tak pernah retak kawan! Ya, Perahu negeri ini sedang retak, dan
beberapa orang-orang terpilih sedang berusaha memperbaiki keretakan
tersebut. Karena ini hanyalah sekedar ide tentang melanjutkan cita-cita
kemerdekaan yang sampai saat ini belum dipahami dan dirasakan oleh
masyarakat meskipun Nusantara ini sudah berusia 69 tahun.
Tulisan
ini bukan bercerita tentang kapal yang akan karam! Ya, sepertinya kapal
negeri ini terlihat akan karam karena menghadapi badai, tetapi
insan-insan yang bertakwa sedang berusaha agar negeri yang indah ini
suatu saat akan mendapat keberkahan dari Allah SWT. Sebuah model Negeri
Madani yang akan memimpin perdaban dunia, dimulai dari perbaikan
individu, keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara. Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafuur, Insya Allah.
Kamis, 14 Agustus 2014
Tetaplah Berjama'ah !!
Palu, Di Kantor DPW PKS Sulteng, 15 Agustus 2014
Kultwit dari akun Twitter @Khaidir_
Kultwit dari akun Twitter @Khaidir_
Cinta pada Qiyadah jangan sampai berlebihan.. apalagi sampai me-maksum-kan mereka..
saya tertegun membaca salah satu opini di Islampos tentang beberapa langkah Jama'ah yang sebenarnya kontraproduktif..
opininya sangat objektif, terlepas dari latar belakang penulisnya apakah
juga seorang aktifis dakwah atau hanya seorang jurnalis..
sangat-sangat menohok.. tentang identitas keislaman yang seharusnya
terus dijadikan sebagai salah satu landasan visioner dakwah..
tentang jama'ah ini yang cenderung semakin terbawa arus.. penantang arus atau penjelajah arus, bukan keduanya..
tentang jama'ah ini yang seharusnya menjaga orisinalitas nilai-nilai dakwah, dan perannya agar menjadi penjelajah arus..
penjelajah arus yang harus semakin sadar perannya adalah mengarahkan arus, bukannya terbawa arus..
perubahan bentuk menjadi lebih inklusif yang konsekuensi logisnya memiliki dampak positif dan dampak negatif..
kata Ustadz Abdullah Haidir, berbaur dengan masyarakat adalah kewajiban Da'i yang menginginkan perubahan..
namun harus kemudian memberikan dampak positif bagi masyarakat, dengan
memperhatikan rambu-rambu dakwah dalam mencerahkan masyarakat..
dampak negatifnya adalah, perlahan para penggerak dakwah semakin menuruti kemauan objek dakwah..
yang seharusnya, dalam rangka menuruti kemauan objek dakwah tidak harus menggadaikan ideologi, visi misi, dan jargon..
lagi..lagi..dan lagi.. jargon yang dibuat seolah membuat bingung para pejuang dan penggerak dakwah..
jargon yang penjelasan filosofinya terkesan di paksakan, meskipun menurut saya pribadi kurang komprehensif..
aaahh.. ini hanya sekedar lantunan kerinduan tentang istiqomahnya menjaga nilai-nilai Islam dalam berbagai aspek..
meskipun arus begitu deras, Orisinalitas Dakwah harus tetap dijaga..
tetapi sekali lagi, cara pandang medan lapangan para jundi dan cara
pandang medan data para qiyadah butuh komunikasi dan sinergi..
inilah sekilas pendapat tak penting saya yang insyaaAllah akan dibutuhkan jama'ah kedepannya..
tetaplah bersama jama'ah, karena tangan Allah bersama tangan Jama'ah..
tetaplah bersama Jama'ah, karena ada Barokah Allah membersamai Jama'ah.. :)
END.
Selasa, 12 Agustus 2014
Baju Zirah Itu Bernama Amanah
Palu, Di Sepertiga Malam, 6 Agustus 2014
Oleh : Mohamad Khaidir, S.E.
Oleh : Mohamad Khaidir, S.E.
dakwatuna.com - Baju Zirah itu nampaknya telah
rusak, melewati sekian banyak pertarungan yang menegangkan, mengharukan
dan beberapa konfrontasi yang membuat pemakainya tampak gagah dan sangat
heroik. Tapi baju zirah ini masih memiliki kemampuan untuk bertarung
beberapa kali lagi, sebagai buah dari kekokohan tekad para pendahulu
yang dengan sabar dan ikhlas membuat baju zirah ini. Beberapa lecet
terlihat di bagian lengan, bagian dada, dan bagian belakang yang agak
rusak parah.
Lecet di bagian lengan baju zirah ini tergores saat
pemakainya harus berhadapan dengan beberapa musuh yang kurang paham
tentang segerak amal. Tentang apa itu segerak amal, Salim.A Fillah
menjelaskan pada iman di lapis-lapis keberkahan, amal-lah yang membuat
kita menjulang, menggapai cakrawala luas, dan mampu memberi naungan
dengan rimbun daun-daun. Amal-lah yang mengantarkan keyakinan kita
menggapai tempat di dekat ‘Arsyi-Nya yang mulia. Amal-lah yang
melonjakkan pinta dan doa kita ke haribaan-Nya.
Dalam beberapa
pertarungan ketika pemakai baju zirah ini harus mempertahankan
kekonsistenan amalnya, tidak sedikit halang dan rintang yang harus ia
hadapi. Pikirnya baju zirah yang penuh wibawa ini hanya untuk dipajang
saja menjadi hiasan indah di dalam istana. Padahal fungsi substansi dari
baju zirah ini adalah menjadi alat bantu dalam setiap pertarungan, baik
pertarungan yang melibatkan hati, ideologi, bahkan fisik.
Maka,
kata salah seorang petarung tangguh yang sudah beberapa kali mengganti
dan memperbarui baju zirahnya, bukan sabar saja yang dibutuhkan dalam
pertempuran, bukan ikhlas saja yang dibutuhkan dalam setiap pertarungan,
tetapi sabar dan ikhlas yang jumlahnya lebih dari satu, sabar dan
ikhlas yang jumlahnya melimpah di dalam hati, agar setiap pertarungan
dapat dilewati dengan perbekalan sabar dan ikhlas yang melimpah ruah.
Bagian tengah baju zirah ini juga tampak lecet, sepertinya telah mengalami beberapa pertarungan dengan gaya body rush.
Lecet di bagian tengah baju zirah ini lebih terkait dengan pertarungan
keimanan. Imam Nawawy menjelaskan tentang Iman secara etimologi (bahasa)
adalah percaya sepenuhnya, dalam istilah iman adalah mempercayai secara
khusus, yaitu percaya kepada Allah, Malaikat-malaikat-Nya,
Kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya, hari akhir dan takdir baik maupun
buruk. Follow up dari penjelasan tadi adalah tentang sejauh
mana keimanan itu harus dijaga di dalam hati, dan diimplementasikan
dalam tindakan nyata.
Musuh internal dari keimanan tersebut adalah
hawa nafsu dan syahwat yang menggebu-gebu mendominasi jalannya akal
sehat. Terkadang, pemakai baju zirah ini terpengaruh dalam lingkungan
orang-orang yang kemudian lebih memperturutkan nafsu dan syahwatnya
daripada nalar keimanan yang seharusnya mengontrol tindak tanduk pemakai
baju zirah tersebut. Musuh eksternalnya adalah sekelompok orang yang
bangga dengan Aqidah yang rusak dan menyebarkan fitnah tentang Aisyah
bin Abu Bakr ra, Abu Bakr Ash-Shidiq ra, ‘Umar bin Khaththab ra, dan
Utsman bin Affan ra. Sekelompok orang-orang yang menyebarkan fitnah
tersebut bahkan menyanjung Ali bin Abi Thalib ra secara berlebihan tanpa
ilmu yang mumpuni dan hanya berdasarkan fanatisme golongan. Namun
serangan musuh internal dan eksternal ini justru membuat pemakai baju
zirah semakin istiqomah di jalan kebenaran.
Selanjutnya, lecet
dibagian belakang baju zirah ini karena gempuran beberapa orang yang
mengaku dalam golongan yang sama dengan pemakai baju zirah ini namun
ternyata mereka adalah musuh dalam selimut yang menikam dari belakang.
Akmal Sjafril bercerita tentang musuh dalam selimut yang sempat hidup
pada zaman Nabiyullah Musa’alaihissalam. Fir’aun bukanlah satu-satunya
masalah berat yang dihadapi oleh Nabi Musa as. Dengan izin Allah,
Fir’aun habis dimangsa lautan. Akan tetapi, di tengah-tengah Bani
Israil, masih terdapat bahaya laten yang mengancam. Rupa-rupanya,
jangankan tangan yang bercahaya atau tongkat yang berubah menjadi ular,
bahkan lautan yang terbelah pun tidak cukup untuk meyakinkan kaum Bani
Israil.
Merekalah musuh dalam selimut yang sempat hidup di zaman
Nabi Musa as. Mereka meninggalkan Allah ketika ingatan tentang kekejaman
Fir’aun belum lagi hilang dan peluh belum lagi kering. Betapa cepat
mereka hilang ingatan akan dakwah Nabi Musa as dan Nabi Harun as yang
begitu terjal, padahal kedua Nabi Allah yang Mulia ini telah
menyempurnakan tugas untuk menyampaikan kata-kata yang benar di hadapan
Fir’aun.
Musuh dalam selimut yang hidup di zaman pemakai baju
zirah ini ternyata memiliki kecerdasan yang tak bisa dianggap enteng,
mereka memakai kacamata hitam untuk melihat ideologi dan setiap aksi
pemakai baju zirah tersebut. Sehingga apapun yang dilakukan oleh pemakai
baju zirah tersebut terlihat buruk dan penuh prasangka dalam pandangan
mereka. Padahal pemakai baju zirah ini melihat mereka dengan pandangan
yang sederhana, menghargai mereka dalam persaudaraan yang tulus, memakai
kacamata yang jernih dan bebas dari segala bentuk prasangka.
Baju
zirah ini pun bukan sesuatu yang abadi dan memiliki batas umur. Baju
zirah ini pun bisa luluh dan hancur, luntur dan pudar, berbeda jauh saat
pertama kali di nobatkan di bahu tegap pemakainya. Sesungguhnya tubuh
pemakai baju zirah ini masih mampu untuk bertarung, raganya masih tahan
dengan benturan-benturan selanjutnya, jiwanya optimis takkan kalah
karena banyak belajar dari pertempuran yang pernah ia alami, bahkan ia
berkomitmen atas izin Allah semangat ini takkan padam dengan mudah.
Namun
yang perlu dipahami oleh petarung tangguh ini, baju zirah yang ia
gunakan suatu saat juga akan diganti. Saat Baju Zirah terbaik menanti
petarung tangguh tersebut, meskipun tak semulia para Sahabat dan
Salafunasshaleh, ia memahami tentang kapasitasnya. Dengan gamang dan
galau, efek dari benturan dan pertarungan sebelumnya, dengan
terseok-seok karena luka–luka yang mungkin belum sempat terobati ia akan
tetap menantang kezoliman namun dengan cara yang lebih waspada.
Pertarungan
dan pertempuran selanjutnya akan membuatnya semakin lihai dalam
bertarung, cerdas dalam menyusun strategi, mengintai setiap tebasan
pedang, terjangan anak panah, dentuman keras. Ia memahami bahwa sebuah
pertarungan besar hanya bisa diikuti oleh-orang besar dengan baju zirah
yang bernama amanah ini. Tanpa Baju Zirah pun, ia siap untuk luluh
lantah, rela hancur lebur, hidup mulia atau mati syahid.
Rabu, 06 Agustus 2014
Adu Pantun ala PPNKRI (Dari Grup BBM PPNKRI)
4 Agustus 2014
Hadijah Kepri :
Satu dua tiga kucing berlari
Berlari di bawah tingkap
NKRI harga mati
Siapa menjajah kite tangkap
Khaidir Sulteng :
Indonesia Negara kepulauan
Kita jaga terus sampai nanti
Sebanyak apapun pantunnya puan
NKRI tetap di hati
Hadijah Kepri :
Anak biawak minum susu
Anak buaya gosok gigi
Walau yang berpantun tak tahu malu
NKRI tetap harga mati
Khaidir Sulteng :
Ada udang pergi ke hulu
Makanan apa yang hendak di cari
Walau kami tak tahu malu
Cinta yang mendalam untuk NKRI
Hadijah Kepri :
Udang mencari anak buaye
Anak Buaye dicari pergi mengaji
Mumpung masih suasana raye
Yang masih mudik hati-hati
Satu dua tiga kucing sedang makan
Yang buat pantun jangan kelamaan
Nuri Sumbar :
Lain dulu lain sekarang
Kak Dijah akhirnya menang
Jalan-jalan ke Puri Avia
Bertemu dengan banyak saudara
Pak Lurah yang nantangin kita
Pergi entah kemana
Hadijah Kepri :
Makan sirih dengan buah pinang
Buah pinang diambil dirumah cik atun
Nak tahu ikon Tanjungpinang
Kota gurindam negeri pantun
Khaidir Sulteng :
Ada aturan untuk kita taat
Jangan sampai kau merasa kuat
Maafkan saya yang sedikit telat
InsyaaAllah sedang ngurusin Ummat
Benangnya disulam dengan tekun
Nanti jadi tak provokasi
Bolehlah Tanjungpinang Negerinya pantun
Negeri Tadulako (Sulawesi) tempat retorika dan aksi
Daun talas dibawah inang
Lambaian ranting tak juga teguh
Dijah menang karena ditantang
Lawan pantunnya pun tetap tangguh
Indonesia persaudaraannya erat
Antar unsur saling terkait
Inilah kisah orang-orang hebat
Aksinya banyak tidurnya sedikit
Di Tanjungpinang ada Masjid Penyengat
Di Sulawesi ada tugu Khatulistiwa
Di dalam hati bolehlah semangat
Di kerja nyata jangan jumawa