This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Rabu, 27 Agustus 2014

Menyibak Jenggala Kesemuan

Palu, di Kamar Peradabanku 24 Agustus 2014
Oleh : Mohamad Khaidir, S.E.

Ilustrasi. (inet)
Ilustrasi. (inet)


dakwatuna.com - Langit yang cukup cerah mengawali hari itu. Bermula dari pesona langit shubuh, aku terperanjat bangkit dari peraduan, segera menjawab panggilan-Nya. Aku sadari panggilan di shubuh hari itu tak semua orang sanggup untuk segera menjawab dan bergerak memenuhi panggilannya. Hanya orang-orang terpilih yang kemudian mampu menjawab panggilan dan bergerak memenuhi panggilan tersebut. Terkadang rasa malas lebih mendominasi sehingga bunyi alarm sekeras apapun tak jua membuat segera bangkit, mungkin karena ulah setan yang betah bersemayam di setiap lekuk tubuh. Berat rasanya menggerakkan tubuh untuk segera bangkit, dan memang menjadi pejuang shubuh itu bukanlah tugas yang mudah seperti membalikkan telapak tangan. Perlu upaya yang terus menerus, perlu stimulus yang memiliki hentakan dahsyat untuk menggugah, agar bisa menjadi pejuang shubuh sejati. Terkadang, kutengok akun twitter pejuang shubuh untuk melihat kicauan-kicauan inspiratif tentang keutamaan-keutamaan melaksanakan shalat shubuh secara berjamaah di masjid dan tepat waktu. Kicauan-kicauan para pejuang shubuh seluruh nusantara juga turut menambah semangat agar mampu melaksanakan kewajiban ini dengan penuh kesadaran dan pemahaman. Karena terkadang orang yang paham pun belum tentu bisa melaksanakan apa yang dipahaminya kalaulah tidak didukung oleh lingkungan dan sarana. Sehingga, memang terasa beratlah sebuah jargon yang berbunyi “Perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata”. Tetapi kewajiban ini adalah harga mati, mau tidak mau, suka tidak suka harus dilaksanakan dengan sepenuh hati meskipun diawali dengan pemaksaan. Berbahagialah para pejuang shubuh yang senantiasa istiqamah, namanya disorakkan dan dicintai para penduduk langit dan bumi.

Hari itu hampir sama seperti biasanya. Energi-energi positif terus mengalir dalam raga yang meregang nyawa. Dalam pikirku, tiada hari tanpa dakwah. Tiba-tiba muncul sebuah renungan konspiratif yang mengguncang batinku. Sangat kontradiksi dengan nuraniku. Beruntung Allah memberiku alarm yang bernama ‘Hati’. Muncul pikiran-pikiran untuk menggadaikan akhirat, acuh tak acuh dengan keutamaan amal agar selamat dunia akhirat. Ini sebuah pemikiran yang muncul karena seringnya berinteraksi dengan lingkungan yang hedonis. Utamakanlah akhirat, tetapi dunia juga harus tengok. Memanglah benar apabila kita mengutamakan akhirat, tetapi ingatlah bahwa tempat untuk mengumpulkan bekal akhirat ada di dunia. Sehingga sungguh indah doa ‘Umar bin Khaththab ra : “Ya Allah, jadikan Dunia dalam genggamanku, bukan dalam hatiku.”

Bayang semu itu terus menggayuti setiap imajinasiku. Asa akan memiliki dan merangkul tidak memuluskan taubatku. Padahal, potensi yang diberikan Allah seharusnya digunakan untuk memenuhi target yang jauh lebih besar di ujung sana, ekspektasi yang lebih menjanjikan, tak kan habis di dunia saja. Begitulah manusia, mempunyai potensi untuk berbuat kerusakan, berbuat yang merugikan. Dalam kondisi ini, banyak orang-orang yang mudah terbakar rindu, kerinduan yang sesungguhnya adalah kesemuan dan tak berujung. Apakah kesemuan ini yang akan kalian kejar, padahal kita sama-sama telah mengetahui dan memahami bahwa umur kita terbatas, amalan kita sangat sedikit, dan dosa kita terlanjur banyak. Kesemuan ini terus dikejar, seperti orang yang tak waras, tengah melakukan pengorbanan untuk kesemuannya ini. Bukankah lebih indah pengorbanan itu lebih bermanfaat dan dilakukan di jalan Allah?

Muraja’ah belum juga menenangkanku, dalam telaahku ada mindset yang harus diubah. Niat harus kembali diluruskan, karena dakwah ini terlalu mulia untuk tercoreng hal-hal yang kelihatannya sepele padahal tidak seperti itu. Maka kuingat kembali kejadian di alam kubur dan alam akhirat, semoga segera membelokkanku menuju jalur semula. Dan memang, semakin dalam telaahku, semakin aku menyadari tentang keberanian yang harus hadir dalam jiwa. Bukannya aku tak pernah takut, hanya saja takut di dalam hati itu harus segera ditebas dengan keyakinan tanpa batas, sehingga ketakutan berpindah ruang karena ditekan oleh keberanian. Ibarat air di dalam gelas, butuh air yang bertekanan tinggi lebih dari udara yang ada di dalam gelas agar air bisa mulus memenuhi gelas. Begitulah cara kerja keberanian menekan ketakutan, begitu pula proses bagaimana kebaikan mendorong keburukan. Kebaikan harus mempunyai energi dan tekanan yang lebih besar agar keburukan tersingkirkan.

Adalah Abdullah Ibnu Mas’ud ra, seorang tokoh pemuda di zaman Rasulullah SAW yang begitu semangat menerima Islam sebagai agamanya dan sebagai ideologi yang mengatur tindak tanduknya. Pemuda yang energik, berani, dan berapi-api, serta memiliki kesabaran yang melebihi kerinduan burung pungguk akan bulan. Taat dan patuh pada Rasulullah SAW, satu hal yang kukagumi dari pemuda bernama Abdullah Ibnu Mas’ud ra ini. Ketika Allah SWT belum menurunkan perintah dakwah secara terang-terangan di kota Makkah, ia langsung menjawabnya dengan ketaatan. Akan tetapi, jiwa muda Abdullah Ibnu Mas’ud ra begitu bergelora hingga ia begitu berani membacakan Surah Ar-Rahman dengan suara lantang di depan para petinggi kaum Quraisy di depan Ka’bah. Ia sudah menyadari konsekuensi yang akan diterimanya dari para petinggi Quraisy yang memang tidak senang dengan ajaran yang dibawa Muhammad SAW. Dan ia pun harus babak belur karena kejadian itu, mengingat saat itu belum pernah ada yang berani membacakan ayat-ayat Al-Quran di depan umum, apalagi pada saat itu Ka’bah merupakan pusat keramaian di kota Makkah. Setelah kejadian itu, Abdullah Ibnu Mas’ud dengan keberaniannya yang sudah terasah bagai mata pedang meminta lagi untuk mengumandangkan ayat-ayat Al-Quran di depan Ka’bah, di hadapan para petinggi Quraisy, hanya saja permintaannya ini tidak diperbolehkan oleh para sahabat karena khawatir akan keselamatannya. Sungguh berani engkau wahai Abdullah Ibnu Mas’ud ra.

Adalah Ali bin Abi Thalib ra yang mulia dengan keberaniannya. Keberanian untuk menggantikan posisi Rasulullah SAW di tempat tidur ketika Rasulullah SAW akan hijrah ke Yastrib yang kelak akan berganti nama Madinah Al-Munawarah. Para petinggi Quraisy bersepakat untuk memberikan hadiah yang besar bagi yang berhasil menghadang Rasulullah SAW dalam proses hijrah dan menemukan beliau. Ali bin Abi Thalib pemuda yang begitu mulia karena kedekatan hubungan keluarga dengan Rasulullah SAW juga menjadi mulia karena iman dan keberaniannya. Pemuda mana yang sanggup seperti itu selain engkau wahai Ali bin Abi Thalib. Sungguh mulia engkau karena keberanianmu menggantikan Rasulullah SAW di tempat tidurnya.
Bahkan beberapa tahun setelah Islam berjaya, kita takkan pernah kehabisan kisah-kisah heroik para pemuda pemberani. Kita ingat bersama peristiwa yang menjadi kunci penaklukkan Persia di Qaddisiyah. Adalah Qa’qa ibn At-Tamimi yang begitu berani dengan keberaniannya. Di saat Sa’ad bin Abi Waqash mempercayakan Qa’qa ibn At-Tamimi untuk memimpin garis terdepan pertempuran di Qaddisiyah, ia menyanggupi dan menjawab perintah itu dengan keberaniannya. Seperti biasanya sebelum peperangan dimulai, masing-masing tentara terbaik dari kedua pasukan bertarung terlebih terlebih dahulu. Dengan keberaniannya, Qa’qa ibn At-Tamimi tak gentar menantang salah satu panglima perang terbaik Persia, Bahman Jazawiyah. Qa’qa ibn At-Tamimi pun memenangkan pertarungan yang menjadi kunci penaklukkan Persia ini, sungguh berani engkau wahai Qa’qa ibn At-Tamimi.

Mendengar dan merenungi kisah para pemuda tersebut, kucoba tenangkan diri, mohon pertolongan kepada-Nya untuk menerobos jenggala kesemuan ini. Mereka adalah para pemuda yang dengan keberaniannya mampu menyibak jenggala kesemuan. Mereka adalah para pemuda yang patut diteladani setiap jengkal keberaniannya. Sangat kontradiktif dengan para pemuda di zaman sekarang yang cenderung melankolis dan tak mempunyai semangat untuk berjuang. Sehingga wajar saja mereka akan tersesat dalam jenggala kesemuan. Tugas kita sebagai pemuda yang akan menyibak jenggala kesemuan ini adalah mengajak mereka untuk bersama-sama menyibak jenggala kesemuan, meninggalkan segala keraguan sebagaimana sabda Baginda Nabi SAW : “Tinggalkanlah apa yang meragukan…”.

Wahai para pemuda, sibaklah jenggala kesemuan yang ada di hadapanmu! Yakinlah bahwa di depan sana ada mereka yang siap membersamaimu! Ada janji yang harus engkau tepati kepada bangsamu, kepada Rabbmu.

Wahai para pemuda, sibaklah jenggala kesemuan yang akan senantiasa menggelayutimu! Yakinlah bahwa Allah SWT akan menepati Janji-Nya. Di sana ada Kemenangan, Kesucian, Kemakmuran, Keabadian, Kesejahteraan, tempat yang sangat paripurna untuk kami para pejuang keidealan, pejuang keadilan.
Wahai para pemuda, sibaklah jenggala kesemuan yang akan terus menghantuimu! Mulai dari sekarang, engkau harus mengambil langkah konkret, menjadi sumber cahaya di tengah kelamnya jenggala kesemuan, menjadi pemimpin perubahan, menjadi penunjuk arah menyibak jenggala kesemuan.

Senin, 25 Agustus 2014

Dakwah di Era Layar

Palu, Sore Hari, 23 Agustus 2014
Oleh : Mohamad Khaidir, S.E.

 


“Nothing Impossible, Its Possible if you know How.”
(Soundtrack Zokkomon, Walt Disney Production)

dakwatuna.com - Tak ada yang tidak mungkin jika engkau mengetahui caranya, sebuah penggalan lirik yang menarik menggambarkan tentang keoptimisan seseorang dalam berusaha menerobos belantara ketidakmungkinan. Soundtrack dari Film Zokkomon, produksi Walt Disney. Bercerita tentang anak Superhero yang melawan tirani di daerahnya, negeri India. Sebuah tirani yang masih sangat mempercayai hal-hal yang bersifat takhayul dan masih mengkultuskan salah seorang tokoh yang dipercayai memberi keberkahan dan rezeki bagi masyarakat di suatu daerah, desa terpencil di India. Tokoh ini kemudian diagung-agungkan, disanjung secara berlebihan, bahkan mendapat iuran-iuran dana dari masyarakat setempat. Sehingga, hanya segelintir orang di desa itu saja yang menikmati kemewahan. Di satu sisi film ini memiliki maksud tertentu untuk mensosialisasikan budaya-budaya tradisional India di mana Agama merupakan produk dari kebudayaan, sesuai dengan pemikiran para kaum penganut liberalisme. Dan secara tidak langsung, film ini juga mempromosikan nilai-nilai Liberalisme.

Lanjut kisah, rupa-rupanya ayah dari Pemeran utama Zokkomon ini adalah korban karena ingin membongkar kedok orang-orang yang menikmati kemewahan karena membodohi masyarakat setempat yang masih percaya akan takhayul. Yang apabila tidak memberikan sesajian dan rutin membayar iuran kepada sang tokoh, akan terkena kutukan dan kemarahan dewa. Ayah Zokkomon terbunuh dengan tragis karena sudah mengetahui modus sebenarnya dari sang tokoh yang diagung-agungkan masyarakat ini. Dan Zokkomon yang dalam kisah ini sebagai Super Hero tampil untuk membalas dendam atas kematian ayahnya. Perubahan yang terjadi begitu cepat dan instan dengan beberapa konflik penghias, yang pada intinya adalah balas dendam. Begitupun dengan Kisah Superhero lainnya.

Alkisah seorang anak muda bernama Thor hidup di Negeri Asgard, negeri yang katanya negeri para dewa. Putra dari Raja di Negeri Asgard dan memiliki saudara bernama Loki yang sesungguhnya tidak berasal dari Asgard. Loki lahir dari Negeri Jotenheim, negeri tempat bersemayam para iblis es. Yang konon dimasa lalu para iblis es pernah ingin menjajah dan mengeksploitasi planet bumi namun kemudian di gagalkan oleh para tentara Asgard dengan keadilan dan keberanian mereka. Sehingga raja Asgard dan para prajuritnya pernah mendapat tempat di hati masyarakat planet bumi sebagai pahlawan yang membela mereka di masa lalu. Sejatinya film ini juga ingin mensosialisasikan budaya bangsa Viking di abad pertengahan yang merupakan zaman yang sering di sebut Dark Age. Zaman dimana peradaban Islam berjaya dan daratan Eropa tengah diselimuti oleh kegelapan dan kehinaan atas kebodohan mereka. Thor pemuda agresif dan temperamen berbuat kesalahan dengan melanggar larangan ayahnya untuk menyerang Jotenheim sehingga ia diasingkan ke bumi. Loki yang sejak dari kecil merasa di anak tirikan mengambil kesempatan ini dan meyakinkan Thor agar tak kembali ke Asgard agar ia kemudian menjadi pewaris tunggal tahta kerajaan Asgard. Yang pada akhirnya, kisah ini diakhiri dengan pertarungan antar Thor dan Loki, bukannya Super Hero pembela kebenaran dan keadilan yang digambarkan dalam promosi film. Pertarungan Thor dan Loki yang penuh intrik soal kekerasan, bukan tentang serial kepahlawanan.

Pada dasarnya, film-film yang beredar di layar kita adalah media untuk mentransfer ideologi. Tergantung siapa pembuat dan inisiator film tersebut, kalau yang bersangkutan menyenangi paham-paham sekulerisme, maka nilai-nilai sekuler-lah yang ingin disampaikan melalui film. Begitupun bila sang pembuat film menganut paham liberalisme, maka nilai-nilai liberal-lah yang ingin ditransfer melalui film yang dibuatnya. Di luar konteks durasi penayangan film yang dibatasi, ternyata film-film superhero yang beredar di layar kita, menyajikan perubahan-perubahan yang terlalu cepat. Balas dendam sepertinya menjadi suatu hal yang wajar, sangat kontradiktif dengan konsep kepahlawanan. Begitu banyak keburukan yang diperbuat oleh Sang Superhero, tenggelam dalam aksi-aksi heroik dengan kekuatan yang luar biasa yang juga mengakibatkan dampak kerusakkan yang luar biasa. Menurut penulis pribadi, ini lah medan ghazwul fiqr. Pertarungan ideologi di era layar, pertarungan ideologi di era terbuka, pertarungan ideologi di era Gelombang Ketiga Indonesia. Maka siapa yang tak segera menjadi penganut ideologi tertentu, bersiap-siaplah menjadi mangsa para pejuang ideologi. Dari hati yang terdalam, kami bangga bisa memperjuangkan ideologi Islam dalam setiap tulisan, tindak tanduk, dan dalam kehidupan kami.

Dalam kaidah dakwah, bila kita terlalu buru-buru dalam menghendaki perubahan, perubahan yang terjadi memang bisa cepat, tetapi kebanyakan perubahan yang cepat terjadi malah menghasilkan perubahan yang rapuh. Para pejuang dakwah hendaknya memahami kaidah ini, dan senantiasa merujuk pada manhaj dakwah yang ada bila menghendaki perubahan. Dan yang sering kita dengar dan baca dalam berbagai sumber, bahwa karakteristik dakwah ini ada 3 yaitu: Thulut thariq (panjang jalannya), katsirul aqabat (banyak timpaannya), qilaturrijaal (sedikit orangnya).

Sebenarnya sangat banyak kisah-kisah inspiratif di dalam Al-Qur’an tentang perubahan apabila kita mau rajin untuk membaca, mentadabburi, memahami, dan mempraktekannya. Salah satunya adalah kisah tentang Ashabul Kahfi yang memberi pelajaran pada kita tentang perubahan yang bertahap dan tidak instan. Allah SWT kemudian menidurkan dan menjaga para pemuda ashabul kahfi selama kurang lebih 300 tahun. Dan pada saat mereka terbangun, kondisinya berbeda jauh saat sebelum mereka ditidurkan oleh Allah SWT di dalam gua. Sebelum para pemuda ashabul kahfi ditidurkan oleh Allah SWT, kondisi negerinya pada saat itu tengah dipimpin oleh tirani kezoliman. Kondisi negeri setelah para pemuda ashabul kahfi dibangunkan, negerinya dipimpin oleh pemimpin yang bertakwa kepada Allah SWT, adil dan bijaksana dalam memimpin negerinya. Perubahan drastis yang tidak terjadi dalam waktu yang singkat. Maka berlakulah karakteristik dakwah yang pertama, thulut thariq (panjang jalannya).

Perjuangan menegakkan kebenaran dan keadilan para pejuang dakwah tentunya tidak mulus-mulus dan adem-adem saja. Pastinya akan mendapatkan banyak halang dan rintang yang siap menghadang, Para Nabi dan Rasul saja tetap diuji dengan begitu banyak tindakan zhalim, kemalangan, intimidasi, pengusiran, pengasingan, pembunuhan, dan timpaan-timpaan lainnya. Untuk menguji di antara mereka siapakah yang benar-benar sabar dan berjuang di jalan Allah, sebagaimana firman Allah SWT:

“Dan sungguh, kami benar-benar menguji kamu sehingga Kami Mengetahui orang-orang yang benar-benar berjihad dan bersabar di antara kamu; dan akan Kami uji perihal kamu” (QS.Muhammad: 31).”

Ujian adalah sebuah keniscayaan bagi yang tengah berjuang dan menisbatkan diri sebagai pejuang dakwah, menyibak jenggala kebodohan dan semak belukar keterbelakangan masyarakat dalam memahami agama yang mulia ini, Islam Rahmatan lil’aalamiin. Maka seharusnya para pejuang dakwah menyiapkan diri dengan persiapan yang benar-benar matang. Banyaknya timpaan harus siap dihadapi, maka berlakulah karakteristik dakwah yang kedua, katsirul aqabat (banyak timpaannya).

Para pejuang dakwah juga harus memahami bahwa bisa jadi dari begitu banyak orang-orang yang diserunya untuk menjalankan agama ini sebagaimana mestinya, tidak sedikit penolakan yang diterima. Sehingga para pejuang dakwah hendaknya memahami karakteristik dakwah yang ketiga, qilaturrijaal (sedikit orangnya). Tapi, bukan berarti orang-orang yang menjadi pejuang agama ini akan terus-terusan berjumlah sedikit. Mari kita pahami realitas sesungguhnya bahwa bila ingin dakwah ini tersebar ke seluruh penjuru dunia, membutuhkan banyak orang. Belajar dari Sirah Rasulullah SAW, ketika jumlah kaum Muslimin yang terus meningkat pasca peristiwa fathul makkah bahkan sampai pada ekspansi ke Persia, Syria, Mesir, Damaskus, yang memberikan pelajaran pada kita bahwa kaum muslimin terus meningkat karena perjuangan yang tulus dan sungguh-sungguh mengharap ridha Allah SWT.

Dari ketiga karakteristik dakwah tersebut, hendaknya memberi pemahaman yang menyeluruh kita akan keniscayaan kemenangan dakwah ini. Sekalipun para pembuat makar sedang berjuang di layar-layar kita, memenuhi tayangan-tayangan televisi kita dengan ghazwul fiqr bukan berarti kita berdiam diri saja.

Satu kisah lagi dari Sirah Rasulullah SAW tentang kisah kepahlawanan yang benar-benar nyata, ketika di zaman kekhalifahan Amirul Mu’minin, ‘Umar bin Khaththab ra. Kaum muslimin menyadari peta kekuatan mereka yang semakin besar dan merasa perlu untuk menguasai Persia agar agama ini tersebar di seluruh penjuru bumi Allah. Kisah kepahlawanan Qa’qa Ibn Amr At-Tamimi yang memimpin pertempuran di Qaddisiyah selama beberapa hari. Sa’ad bin Abi Waqash yang diamanahkan sebagai panglima perang sedang sakit keras, ia kemudian mengatur strategi perang dan memberikan instruksi dari tempat pembaringannya. Sambil menunggu kedatangan bantuan pasukan Islam yang dipimpin oleh Hisyam Ibn Utbah, Qa’qa Ibn Amr At-Tamimi mengatur pola kedatangan tentaranya yang berjumlah ribuan untuk datang secara bertahap 100 orang dan tiap rombongan 100 orang pasukan Muslim yang tiba di Qaddisiyah agar menjaga jarak, dimaksudkan agar pasukan musuh kemudian menjadi gentar karena mengira bantuan untuk pasukan Muslim terus berdatangan. Dan terbukti, pasukan Persia yang diunggulkan oleh kehadiran beberapa gajah menjadi gentar. Diawali dengan pertempuran satu lawan satu, Qa’qa Ibn Amr At-Tamimi melawan Bahman Jazawiyah dan dimenangkan oleh Qa’qa Ibn Amr At-Tamimi. Musuh sudah gentar duluan dalam alam pikirannya sebelum peperangan fisik yang sesungguhnya. Kaum Muslimin pun berhasil menaklukkan tentara Persia dengan jatuhnya beberapa panglima perang ternama dari Persia, Rustum dan Al-Fairuzan.

Kisah-kisah heroik Islami ini hendaknya disebarkan kepada seluruh orang-orang bahwa memang ada pahlawan yang nyata dan pernah membuktikan keberhasilan serial kepahlawanannya. Bukan para pahlawan fiktif di tayangan kita yang begitu banyak disusupi nilai-nilai sekuler dan liberal. Marilah para pejuang dakwah, turut berjuang di Era Layar ini. Dimulai dengan mencerdaskan diri dalam mengambil setiap hikmah dan ibrah dari kisah-kisah di tayangan televisi kita. Semoga kita termasuk orang yang diberi hidayah oleh Allah untuk senantiasa bersabar terhadap panjangnya jalan ini. Selamat datang di Era Layar!

Jumat, 22 Agustus 2014

Kepada Yang Maha Cinta

Palu, Menjelang Sore, 21 Agustus 2014
Oleh : Mohamad Khaidir, S.E.

Ilustrasi (blogspot/rohan-sutup)
Ilustrasi (blogspot/rohan-sutup)


dakwatuna.com - Kekuatannya begitu bening, menembus jagad sukma dan nurani hampa. Kekuatannya menggerakkan dengan lugas, tanpa pikir panjang pun siapapun akan memberikan daya yang terbaik. Rasa-rasanya, gunung pun bisa dilintasi tanpa mengharapkan fasilitas dan sarana. Lagak-lagaknya, bisa menyeruak ombak dan badai nan ganas, dengan tekad yang menghujam hati. Bisa-bisa, seisi kota menjadi berapi-api karena terbakar semangat yang mengharu-biru melebihi semangat zaman. Bisa-bisa, arus yang konsisten pun akan terjelajahi setiap riak gelombangnya melebihi rasa putus asa dan upaya untuk menantang arus.

Rasa ini terus bergerak, tapi tak tahu apa yang hendak dicapainya. Apakah ingin mendapatkan gelang indah Kisra Persia, sutra menawan dari Tanah Arab, ataukah kemegahan Colosseum Bangsa Romawi. Mungkin saja itu belum cukup, bisa jadi rasa ini terus bergerak berputar mencari pusat orbit kejayaan. Tamasya di Taman Gantung Babilonia, perkebunan subur nan indah penduduk Aikah, kemegahan dan keunikan arsitektur Aleksandria di Mesir, tanah makmur dan adil yang dipimpin Raja Najasyi di Habasyiyah, Tiang dan Mihrab Suci Masjid Al-Aqsha di Palestina, ataukah rasa ini akan terus bergerak mencari getar hati yang sesungguhnya.

Sebuah kondisi yang mencengangkan, rasa yang terus bergerak entah mengikuti kehendak yang memiliki rasa ataukah tidak mematuhi kehendak yang memiliki rasa tersebut. Seakan-akan tidak berujung, terus bergerak mencari kepastian, seperti kehilangan pijakan dan tak terkendali dengan akal sehat. Terus mencari apa yang sesungguhnya memang pantas dicari atau memang tak pantas untuk menjadi tujuan utama. Rasa yang membuat seluruh tubuh menjadi gelisah dan seperti kehilangan arah. Seakan-akan mengambang di udara dengan ketinggian yang membuat nyaman padahal tengah kehilangan pijakan. Seakan-akan leluasa bergerak kesana kemari tak tentu padahal tengah mengalami reduksi nilai, entah nilai siapa lagi yang harus dijadikan acuan, karena hampir semuanya mengaku sebagai pemilik kebenaran. Padahal di antara begitu banyak kebenaran nisbi hanya ada satu kebenaran yang absolut.

Menurut Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, dalam Raudhatul Muhibbin wan Nuzhatul Musytaqin, terdapat beberapa kemungkinan dari terjadinya pergerakan, antara lain:
1. Pergerakan karena didorong oleh kehendaknya artinya gerakan tersebut memang dikehendaki oleh dirinya sendiri.
2. Pergerakan yang lahir bukan berdasarkan kehendak, yang berarti ada dua kemungkinan:
a. Apabila pergerakan itu menuju ke pusatnya, maka itu merupakan gerakan alamiyah.
b. Apabila pergerakan itu bergerak tidak ke pusatnya, maka itu merupakan gerakan yang terpaksa.

Dengan pendapat Ibnu Qayyim Al-Jauziyah ini, Semakin jelaslah bahwa rasa yang misterius dan sulit di definisikan ini bisa jadi karena kehendak yang dikehendaki pemilik rasa dan juga bukan berdasarkan kehendak pemilik rasa, bergerak ke pusat orbit disebut gerakan alamiah, bergerak tidak ke pusat disebut gerakan yang terpaksa. Banyak orang-orang yang kemudian senang menyebut rasa misterius ini dengan sebutan Cinta. Sulit di definisikan, tapi Cinta dengan kekuatan beningnya, bersumber dari Yang Maha Cinta, telah menjadi saksi sejarah perjalanan Dakwah Rasulullah SAW, Para Sahabat, dan Generasi orang-orang Shalih setelahnya. Untuk menggambarkan seperti apa itu rasa cinta, ada sebuah kisah yang semoga menginspirasi kami kutip dari Buku Jalan Cinta Para Pejuang karya Salim.A Fillah yang menceritakan tentang percakapan ‘Umar bin Khaththab ra dan Rasulullah SAW:
“Ya Rasulallah”, kata ‘Umar perlahan, “Aku mencintaimu seperti kucintai diriku sendiri.” Beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tersenyum. “Tidak wahai ‘Umar. Engkau harus mencintaiku melebihi cintamu pada diri dan keluargamu.”
“Ya Rasulallah”, kata ‘Umar, “Mulai saat ini engkau lebih kucintai daripada apapun di dunia ini.”
“Nah, begitulah wahai ‘Umar.”

Muncul pertanyaan di benak kita tentang ketegasan ‘Umar bin Khaththab ra yang juga berlaku pada cinta. Bagaimana bisa orang seperti ‘Umar menata kembali cintanya agar bergerak dari cinta kepada diri sendiri berpindah dengan konstan pada kecintaan kepada Sang Nabi. Hanya dalam waktu yang singkat ‘Umar Sang Oposisi Kebathilan merubah arah gerak cinta yang merupakan persoalan hati langsung untuk mencinta Rasulullah SAW. Karena bagi beliau, cinta itu bergerak didasari oleh kerja-kerja dan amal nyata. Beliau memahami cinta sebagai kata kerja, tak perlu berrumit-rumit dengan persoalan hati, dengan menata ulang kerja-kerja dan amal dalam mencintai, maka hati akan menjadi makmum bagi kerja-kerja cinta yang dilakukan oleh amal shalihnya.

Inilah cinta, gerakan revolusioner yang apabila terus berkumpul dalam satu titik, akan melahirkan hentakan. Hentakan yang dahsyat dan begitu luar biasa menggetarkan jagad raya. Apalagi bila cinta tersebut didedikasikan hanya kepada Allah dan Rasul-Nya. Maka cinta-cinta yang lain akan mengikuti dan menjadi makmum bagi cinta absolut yang sesungguhnya, cinta kepada Allah dan Rasul-Nya. Hentakan cinta ini melebihi keindahan gelang indah Kisra Persia, melebihi daya tarik sutra menawan dari Tanah Arab, dan lebih megah nan mulia dari kemegahan Colosseum kebanggaan Bangsa Romawi.

Alkisah di Negeri Cina, pada zaman Tiga Kerajaan mendominasi peradaban Cina, hiduplah seorang raja yang begitu visioner memandang kemajuan dinasti yang dipimpinnya yaitu Dinasti Shu. Raja yang memimpin Dinasti Shu ini bernama Liu Bei, raja muda yang adil memimpin para panglima terbaik di zamannya. Sebut saja Zhuge Liang, Guan Yu, Zhang Fei, Zhao Yun, Ma Chao, dan beberapa tentara loyal yang berkapasitas dan siap berjuang di bawah keadilan Liu Bei. Liu Bei begitu mencintai setiap panglima dan tentaranya yang loyal terhadapnya, rasa cinta ini dimanifestasikan dengan menganggap para panglima dan tentaranya sebagai saudaranya. Dan suatu ketika, ketika terjadi bentrok antara Dinasti Shu dan Dinasti Wu, salah satu panglima terbaik dari Dinasti Shu harus menjadi korban, Guan Yu terbunuh. Liu Bei yang terlanjur mencintai para panglima dan tentaranya seperti saudaranya sendiri harus merasakan duka yang begitu mendalam. Rasa cinta yang begitu mendalam yang dimiliki Liu Bei berujung pada pembalasan dendam atas kematian Guan Yu kepada Dinasti Wu. Balas dendam ini menimbulkan konflik yang berkepanjangan, rasa cinta yang tadinya tulus dan begitu murni berakhir pada konflik berkepanjangan karena memposisikan cinta hanya sebagai rasa. Sehingga cinta yang dimiliki Liu Bei harus terkontaminasi dengan noda darah yang kotor dari ujung tombak dan mata pedang, karena tak ada yang membatasi dan mengatur cinta itu. Sehingga cinta nampak indah sabagai anugerah dari Yang Maha Cinta.

Berbeda dengan cinta Rasulullah SAW kepada para Sahabat dan cinta para Sahabat kepada Rasulullah SAW. Sekalipun Rasulullah SAW adalah pemimpin, sebagai teladan terbaik ia tidak memposisikan diri sebagaimana pemimpin-pemimpin di negeri tetangga. Tidak seperti Raja di Negeri Persia, tidak seperti Kaisar Agung di Byzantium Romawi, Rasulullah SAW membina hubungan yang baik layaknya persaudaraan yang kokoh dalam Iman. Hubungan mereka begitu indah dalam harmoni persaudaraan atas dasar aqidah, yang mana cinta mereka tidak liar dalam implementasinya, karena senantiasa dibatasi oleh pagar-pagar syariat Islam. Suatu ketika, sebelum Khalid bin Walid memeluk Islam, dan masih berstatus sebagai musuh Islam, Al-Walid bin Walid mengirimkan surat dengan sepenuh cinta kepada beliau. Surat ini berisikan ajakan dari Al-Walid bin Walid kepada Khalid bin Walid agar memeluk Islam. Al-Walid bin Walid juga menuturkan tentang cinta Rasulullah SAW kepada Khalid bin Walid dengan menanyakan kabar beliau. Sungguh indah akhlak dan cinta Rasulullah SAW sekalipun saat itu Khalid bin Walid belum memeluk Islam.

Jika saja ingin kembali melihat track record Khalid bin Walid pada Perang Uhud, di mana beliau berhasil memukul mundur pasukan Islam sehingga Rasulullah SAW dan para sahabat mengalami cedera, sungguh memilukan hati apabila mencinta orang yang pernah menjadi musuh Allah. Di Peristiwa Uhud, Rasulullah SAW harus merasakan cedera fisik akibat serangan kafir Quraisy, bahkan para Sahabat yang mengelilingi untuk melindungi beliau harus kemudian merasakan sabetan pedang yang beruntun dan terjangan anak panah yang mengincar Baginda Nabi SAW. Di Perang Khandaq pun Khalid bin Walid menjadi salah satu bagian dari Pasukan kafir Quraisy di bawah pimpinan Abu Sufyan yang sempat membuat Pasukan Islam kelabakan karena serbuan kafir Quraisy dari Utara dan pengkhianatan Yahudi Bani Quraizah dari arah Selatan. Sampai kemudian datang pertolongan Allah yang memenangkan kaum Muslimin para perang Khandaq tersebut.

Namun, begitulah cinta yang diajarkan oleh Yang Maha Cinta, tentang bagaimana Rasulullah SAW, Para Sahabat, dan seluruh Kaum Muslimin untuk menempatkan cinta kepada Allah sebagai prioritas utama dalam permata mahligai cinta dalam kehidupan. Meninggalkan segala bentuk dendam dan prasangka buruk menuju cinta yang benar-benar jernih dan tulus seindah persaudaraan yang diikat oleh Aqidah menembus sekat-sekat kesukuan, status sosial, pangkat dan jabatan, sehingga cinta tersebut dapat mengaburkan segala bentuk penyakit hati yang bersemayam dalam jiwa. Inilah cinta dari Yang Maha Cinta.

“Aslama Khalid!!.. Aslama Khalid!!.. Aslama Khalid!!” Seantero Madinah gempar dengan Islamnya Khalid bin Walid yang nantinya akan menjadi salah satu panglima Islam terbaik yang pernah ada, menggetarkan Singgasana Kisra di Persia dan menggentarkan mahkota Heraclius di Romawi. Dengan sepenuh cinta, Rasulullah SAW bersabda: “Dari sekian banyak pedang, Khalid bin Walid adalah Pedang Allah yang terhunus.”

Kepada Yang Maha Cinta, mari kita memohon ampun atas setiap cinta-cinta yang semu. Kita memohon ampun atas setiap cinta yang memalingkan kita dari cinta yang sesungguhnya, cinta yang absolut, cinta kepada Yang Maha Cinta, Cinta kepada Allah dan Rasul-Nya.

Kepada Yang Maha Cinta, kita menyadari bahwa tak ada satupun di dunia ini cinta yang dapat melampaui Cinta kepada Allah dan Rasul-Nya. Cinta ini lebih indah dari tamasya di Taman Gantung Babilonia. Cinta ini lebih subur dari perkebunan subur nan indah penduduk Aikah. Cinta ini lebih megah dari kemegahan dan keunikan arsitektur Aleksandria di Mesir. Cinta ini lebih makmur dari tanah makmur dan adil yang dipimpin Raja Najasyi di Habasyiyah. Cinta ini lebih suci dari tiang dan mihrab suci Masjid Al-Aqsha di Palestina.

Kepada Yang Maha Cinta, kita akan mengikrarkan diri untuk mencintai Dakwah, sebagai salah satu sarana mencintai Allah dan Rasul-Nya. Kita mencintai Dakwah dan Umat ini sebagaimana Rasulullah SAW mencintai umatnya. Kita mengakrabkan diri dengan cinta kepada ketaatan, menjauhi segala larangan Allah, beramar ma’ruf dan mencegah kemungkaran sebagai deklarasi Sang Pencinta Sejati. Dengan segenap cinta Kepada Yang Maha Cinta.

Selasa, 19 Agustus 2014

Sejenak Bersama Bulan Dan Bahtera Negeri

Palu, Menjelang Pagi, 16 Agustus 2014
Oleh : Mohamad Khaidir, S.E.

Ilustrasi (inet)
Ilustrasi (inet)



dakwatuna.com - Seorang nakhoda sebuah kapal berdecak kagum, sebuah panorama yang unik tengah disaksikannya, bulan tetap terang benderang menjelang pagi hari. Bulan tampak begitu bercahaya meskipun rona fajar menyebarkan warna merah, mengkonfigurasi warna biru pada langit pagi. Karena mendapat asupan cahaya dari matahari, bulan pun tetap memancarkan pesonanya walaupun matahari sebentar lagi akan terbit. Nakhoda kapal ini begitu kagum, karena bentuknya sederhana, indah, dan menawan, bulan pun tetap menawarkan nilai manfaat dari dirinya kepada mata-mata sayup yang menatapnya dengan kekaguman. Sungguh nikmat Allah yang tiada tara, dijadikan keindahan alam yang memanjakan pandangan para insan yang menunggangi dua tunggangan ‘Umar dalam menjalani hidupnya, yaitu sabar dan syukur.

Untuk menatap keindahan bulan ini, orang-orang harus memicingkan matanya, menahan kedip mata yang akan menghilangkan seketika aura indah nan bercahaya dari bulan. Dan setiap yang memandang pun pada akhirnya akan memahami bahwa tidak semua manusia diberi kekuatan untuk menyaksikan keindahan alam ciptaan Allah, karena sebagian kecil manusia harus kemudian bersabar dengan nikmat pandangan yang tak diberikan kepada semua manusia. Sang nakhoda kemudian menyadari bahwa tidak semua manusia diberi kesempatan pada saat yang tepat untuk mengambil hikmah atas setiap fenomena alam, bahkan kebanyakan manusia lupa akan nikmat ini dan memandang keindahan alam dengan cara yang biasa saja tanpa berucap syukur.

Karena keindahan dalam pandangan adalah nikmat Allah yang begitu luar biasa sebagaimana disampaikan dalam Firman-Nya : 

“Dijadikan terasa indah dalam pandangan manusia cinta terhadap apa yang diinginkan, berupa perempuan-perempuan, anak-anak, harta benda yang bertumpuk dalam bentuk emas dan perak, kuda pilihan, hewan ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik.” (QS.Ali-‘Imran : 14)

Maka, sudah sepantasnya bagi setiap insan untuk memandang keindahan alam dengan perenungan yang mendalam. Mengambil setiap ibrah dari gerakan alamiah alam yang tak akan mampu dianalisis dan dijangkau dengan kesombongan ilmu dan akal manusia. Sudah sepantasnya setiap insan memiliki pemahaman yang baik atas ajaran Nabi dan Rasul serta menjadi pewaris ajaran tersebut, dengan meyakini kebenaran dan kandungan kitab suci Al-Quran. Sehingga dengan segala kerendahan jiwa dan hati sanggup untuk memandang keindahan alam bertautkan gelora dan semangat kepemimpinan. Sebut saja ini tatapan visioner sang nakhoda kapal, cara menatap realitas alam dengan kepemimpinan, karena sejatinya tugas manusia adalah menjadi pemimpin di muka bumi. Meskipun pada awalnya perihal kepemimpinan manusia ini ditentang oleh makhluk Allah yang paling taat seantero jagad raya sebagaimana Firman-Nya: 

“Dan (ingatlah) ketika Tuhan-mu Berfirman kepada para malaikat, “Aku hendak Menjadikan khalifah di bumi.” Mereka berkata, “Apakah Engkau hendak Menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?” Dia Berfirman, “Sungguh, Aku Mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (QS.Al-Baqarah : 30).

Kepemimpinan adalah sebuah keniscayaan, inilah yang dilihat sang nakhoda tadi dengan tatapan tajam nan visioner, tatapan kepemimpinan. Sang nakhoda bahkan sadar ini bukan sekadar cerita fiksi One Piece yang bercerita tentang seorang kapten kapal bernama Monkey.D Luffy yang memimpin krunya dengan begitu polos dan lugu tanpa tujuan yang konkret. Sang nakhoda pernah mendengarkan sebuah lagu berjudul Perahu Retak yang dinyanyikan oleh Franky Sahilatua :

Perahu negeriku, perahu bangsaku
Jangan retak dindingmu
Semangat rakyatku, derap kaki tekadmu
Jangan terantuk batu
Tanah pertiwi anugerah Ilahi
Jangan ambil sendiri
Tanah pertiwi anugerah Ilahi
Jangan makan sendiri
(Perahu Retak, Franky Sahilatua).

Ia tertegun mendengar lirik lagu yang sebagian besar memang menggambarkan realitas negerinya. Bahwa keluh dan peluh negeri ini tidak sekedar untuk dinyanyikan, namun segera dicarikan solusi yang berarti. Dan alangkah indahnya bila menjadi bagian dari solusi berbagai permasalahan pelik di negeri ini, dibandingkan sebagian besar orang yang hanya mengutuk masalah dan tak bergerak menjadi bagian dari solusi tersebut. Negeri yang kata orang-orang adalah tanah surga nan indah, namun sebagian besar rakyatnya tak merasakan kemakmuran layaknya cita-cita kemerdekaan. Sang nakhoda adalah orang yang ingin memegang teguh ajaran Islam, ia menyadari bahwa dengan menjalankan perintah serta ajaran Allah dan Rasul-Nya, negeri yang diibaratkan sebagai kapal retak ini bisa terselamatkan. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dari shahabat Nu’man bin Basyir Radhiallahu anhuma, Rasulullah saw bersabda :

“Perumpamaan orang yang teguh menjalankan ajaran Allah dan tidak  melanggar ajaran-ajaran-Nya dengan orang yang terjerumus dalam perbuatan melanggar ajaran Allah, adalah bagaikan satu kaum yang melakukan undian dalam kapal laut. Sebagian mendapat jatah di atas dan sebagian lagi mendapat jatah di bawah. Penumpang yang berada di bawah, jika mereka hendak mengambil air, mereka harus melewati penumpang yang berada di atas. Lalu mereka berkata, “Seandainya kita lubangi saja kapal ini, maka kita dapat mengambil air tanpa mengganggu penumpang di atas. Jika perbuatan mereka itu mereka biarkan, maka semuanya akan binasa. Namun jika mereka mencegahnya, maka semuanya akan selamat.” (Shahih Bukhari, no. 2493).

Sang nakhoda menyadari bahwa persoalan pelik negeri ini harus segera diselesaikan. Ia begitu bersemangat ingin melanjutkan cita-cita kemerdekaan para pendahulunya di usianya yang menginjak 69 tahun, sebuah negeri yang adil, makmur, dan sejahtera. Maka bahtera negeri ini membutuhkan seorang nakhoda yang yakin bahwa kapalnya tidak akan karam dan tenggelam selama ia memulai perubahan dari dirinya sendiri meskipun nantinya akan sulit. Sang nakhoda begitu termotivasi dengan perkataan Ali bin Abi Thalib ra yang berbicara tentang kepemimpinan : 

“Barangsiapa meletakkan dirinya sebagai pemimpin, maka hendaklah dia memulai dengan mengajari dirinya sebelum mengajari orang lain. Dan hendaklah dia membersihkan langkah kehidupannya sebelum membersihkan lisannya. Karena orang yang mengajari dan membersihkan dirinya itu lebih berhak dimuliakan daripada orang yang mengajari manusia dan membersihkan mereka.” (Ali bin Abi Thalib).

***

Tulisan ini bukan sekadar bercerita tentang keindahan bulan di pagi hari! Tetapi bagaimana cara kita untuk melihat fenomena alam dengan rasa syukur yang mendalam. Dengan meresapi makna gerakan alamiah alam ini, bahwa dengan rasa syukur yang biasa-biasa saja belum cukup untuk membayar nikmat keindahan alam ini, namun sebagai wujud pengabdian sebagai seorang hamba.

Tulisan ini bukan bercerita tentang perahu yang tak pernah retak kawan! Ya, Perahu negeri ini sedang retak, dan beberapa orang-orang terpilih sedang berusaha memperbaiki keretakan tersebut. Karena ini hanyalah sekedar ide tentang melanjutkan cita-cita kemerdekaan yang sampai saat ini belum dipahami dan dirasakan oleh masyarakat meskipun Nusantara ini sudah berusia 69 tahun.

Tulisan ini bukan bercerita tentang kapal yang akan karam! Ya, sepertinya kapal negeri ini terlihat akan karam karena menghadapi badai, tetapi insan-insan yang bertakwa sedang berusaha agar negeri yang indah ini suatu saat akan mendapat keberkahan dari Allah SWT. Sebuah model Negeri Madani yang akan memimpin perdaban dunia, dimulai dari perbaikan individu, keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara. Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafuur, Insya Allah.

Kamis, 14 Agustus 2014

Tetaplah Berjama'ah !!

Palu, Di Kantor DPW PKS Sulteng, 15 Agustus 2014
Kultwit dari akun Twitter @Khaidir_ 

Cinta pada Qiyadah jangan sampai berlebihan.. apalagi sampai me-maksum-kan mereka..

saya tertegun membaca salah satu opini di Islampos tentang beberapa langkah Jama'ah yang sebenarnya kontraproduktif..

opininya sangat objektif, terlepas dari latar belakang penulisnya apakah juga seorang aktifis dakwah atau hanya seorang jurnalis..

sangat-sangat menohok.. tentang identitas keislaman yang seharusnya terus dijadikan sebagai salah satu landasan visioner dakwah..

tentang jama'ah ini yang cenderung semakin terbawa arus.. penantang arus atau penjelajah arus, bukan keduanya..

tentang jama'ah ini yang seharusnya menjaga orisinalitas nilai-nilai dakwah, dan perannya agar menjadi penjelajah arus..

penjelajah arus yang harus semakin sadar perannya adalah mengarahkan arus, bukannya terbawa arus..

perubahan bentuk menjadi lebih inklusif yang konsekuensi logisnya memiliki dampak positif dan dampak negatif..

kata Ustadz Abdullah Haidir, berbaur dengan masyarakat adalah kewajiban Da'i yang menginginkan perubahan..

namun harus kemudian memberikan dampak positif bagi masyarakat, dengan memperhatikan rambu-rambu dakwah dalam mencerahkan masyarakat..

dampak negatifnya adalah, perlahan para penggerak dakwah semakin menuruti kemauan objek dakwah..

yang seharusnya, dalam rangka menuruti kemauan objek dakwah tidak harus menggadaikan ideologi, visi misi, dan jargon..

lagi..lagi..dan lagi.. jargon yang dibuat seolah membuat bingung para pejuang dan penggerak dakwah..

jargon yang penjelasan filosofinya terkesan di paksakan, meskipun menurut saya pribadi kurang komprehensif..

aaahh.. ini hanya sekedar lantunan kerinduan tentang istiqomahnya menjaga nilai-nilai Islam dalam berbagai aspek..

meskipun arus begitu deras, Orisinalitas Dakwah harus tetap dijaga..

tetapi sekali lagi, cara pandang medan lapangan para jundi dan cara pandang medan data para qiyadah butuh komunikasi dan sinergi..

inilah sekilas pendapat tak penting saya yang insyaaAllah akan dibutuhkan jama'ah kedepannya..

tetaplah bersama jama'ah, karena tangan Allah bersama tangan Jama'ah..

tetaplah bersama Jama'ah, karena ada Barokah Allah membersamai Jama'ah.. :)

END.

Selasa, 12 Agustus 2014

Baju Zirah Itu Bernama Amanah

Palu, Di Sepertiga Malam, 6 Agustus 2014
Oleh : Mohamad Khaidir, S.E.

Ilustrasi. (Foto: blogspot.com)
                             Ilustrasi. (Foto: blogspot.com)


dakwatuna.com - Baju Zirah itu nampaknya telah rusak, melewati sekian banyak pertarungan yang menegangkan, mengharukan dan beberapa konfrontasi yang membuat pemakainya tampak gagah dan sangat heroik. Tapi baju zirah ini masih memiliki kemampuan untuk bertarung beberapa kali lagi, sebagai buah dari kekokohan tekad para pendahulu yang dengan sabar dan ikhlas membuat baju zirah ini. Beberapa lecet terlihat di bagian lengan, bagian dada, dan bagian belakang yang agak rusak parah.

Lecet di bagian lengan baju zirah ini tergores saat pemakainya harus berhadapan dengan beberapa musuh yang kurang paham tentang segerak amal. Tentang apa itu segerak amal, Salim.A Fillah menjelaskan pada iman di lapis-lapis keberkahan, amal-lah yang membuat kita menjulang, menggapai cakrawala luas, dan mampu memberi naungan dengan rimbun daun-daun. Amal-lah yang mengantarkan keyakinan kita menggapai tempat di dekat ‘Arsyi-Nya yang mulia. Amal-lah yang melonjakkan pinta dan doa kita ke haribaan-Nya.

Dalam beberapa pertarungan ketika pemakai baju zirah ini harus mempertahankan kekonsistenan amalnya, tidak sedikit halang dan rintang yang harus ia hadapi. Pikirnya baju zirah yang penuh wibawa ini hanya untuk dipajang saja menjadi hiasan indah di dalam istana. Padahal fungsi substansi dari baju zirah ini adalah menjadi alat bantu dalam setiap pertarungan, baik pertarungan yang melibatkan hati, ideologi, bahkan fisik.
Maka, kata salah seorang petarung tangguh yang sudah beberapa kali mengganti dan memperbarui baju zirahnya, bukan sabar saja yang dibutuhkan dalam pertempuran, bukan ikhlas saja yang dibutuhkan dalam setiap pertarungan, tetapi sabar dan ikhlas yang jumlahnya lebih dari satu, sabar dan ikhlas yang jumlahnya melimpah di dalam hati, agar setiap pertarungan dapat dilewati dengan perbekalan sabar dan ikhlas yang melimpah ruah.

Bagian tengah baju zirah ini juga tampak lecet, sepertinya telah mengalami beberapa pertarungan dengan gaya body rush. Lecet di bagian tengah baju zirah ini lebih terkait dengan pertarungan keimanan. Imam Nawawy menjelaskan tentang Iman secara etimologi (bahasa) adalah percaya sepenuhnya, dalam istilah iman adalah mempercayai secara khusus, yaitu percaya kepada Allah, Malaikat-malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya, hari akhir dan takdir baik maupun buruk. Follow up dari penjelasan tadi adalah tentang sejauh mana keimanan itu harus dijaga di dalam hati, dan diimplementasikan dalam tindakan nyata.

Musuh internal dari keimanan tersebut adalah hawa nafsu dan syahwat yang menggebu-gebu mendominasi jalannya akal sehat. Terkadang, pemakai baju zirah ini terpengaruh dalam lingkungan orang-orang yang kemudian lebih memperturutkan nafsu dan syahwatnya daripada nalar keimanan yang seharusnya mengontrol tindak tanduk pemakai baju zirah tersebut. Musuh eksternalnya adalah sekelompok orang yang bangga dengan Aqidah yang rusak dan menyebarkan fitnah tentang Aisyah bin Abu Bakr ra, Abu Bakr Ash-Shidiq ra, ‘Umar bin Khaththab ra, dan Utsman bin Affan ra. Sekelompok orang-orang yang menyebarkan fitnah tersebut bahkan menyanjung Ali bin Abi Thalib ra secara berlebihan tanpa ilmu yang mumpuni dan hanya berdasarkan fanatisme golongan. Namun serangan musuh internal dan eksternal ini justru membuat pemakai baju zirah semakin istiqomah di jalan kebenaran.

Selanjutnya, lecet dibagian belakang baju zirah ini karena gempuran beberapa orang yang mengaku dalam golongan yang sama dengan pemakai baju zirah ini namun ternyata mereka adalah musuh dalam selimut yang menikam dari belakang. Akmal Sjafril bercerita tentang musuh dalam selimut yang sempat hidup pada zaman Nabiyullah Musa’alaihissalam. Fir’aun bukanlah satu-satunya masalah berat yang dihadapi oleh Nabi Musa as. Dengan izin Allah, Fir’aun habis dimangsa lautan. Akan tetapi, di tengah-tengah Bani Israil, masih terdapat bahaya laten yang mengancam. Rupa-rupanya, jangankan tangan yang bercahaya atau tongkat yang berubah menjadi ular, bahkan lautan yang terbelah pun tidak cukup untuk meyakinkan kaum Bani Israil.

Merekalah musuh dalam selimut yang sempat hidup di zaman Nabi Musa as. Mereka meninggalkan Allah ketika ingatan tentang kekejaman Fir’aun belum lagi hilang dan peluh belum lagi kering. Betapa cepat mereka hilang ingatan akan dakwah Nabi Musa as dan Nabi Harun as yang begitu terjal, padahal kedua Nabi Allah yang Mulia ini telah menyempurnakan tugas untuk menyampaikan kata-kata yang benar di hadapan Fir’aun.

Musuh dalam selimut yang hidup di zaman pemakai baju zirah ini ternyata memiliki kecerdasan yang tak bisa dianggap enteng, mereka memakai kacamata hitam untuk melihat ideologi dan setiap aksi pemakai baju zirah tersebut. Sehingga apapun yang dilakukan oleh pemakai baju zirah tersebut terlihat buruk dan penuh prasangka dalam pandangan mereka. Padahal pemakai baju zirah ini melihat mereka dengan pandangan yang sederhana, menghargai mereka dalam persaudaraan yang tulus, memakai kacamata yang jernih dan bebas dari segala bentuk prasangka.

Baju zirah ini pun bukan sesuatu yang abadi dan memiliki batas umur. Baju zirah ini pun bisa luluh dan hancur, luntur dan pudar, berbeda jauh saat pertama kali di nobatkan di bahu tegap pemakainya. Sesungguhnya tubuh pemakai baju zirah ini masih mampu untuk bertarung, raganya masih tahan dengan benturan-benturan selanjutnya, jiwanya optimis takkan kalah karena banyak belajar dari pertempuran yang pernah ia alami, bahkan ia berkomitmen atas izin Allah semangat ini takkan padam dengan mudah.

Namun yang perlu dipahami oleh petarung tangguh ini, baju zirah yang ia gunakan suatu saat juga akan diganti. Saat Baju Zirah terbaik menanti petarung tangguh tersebut, meskipun tak semulia para Sahabat dan Salafunasshaleh, ia memahami tentang kapasitasnya. Dengan gamang dan galau, efek dari benturan dan pertarungan sebelumnya, dengan terseok-seok karena luka–luka yang mungkin belum sempat terobati ia akan tetap menantang kezoliman namun dengan cara yang lebih waspada.

Pertarungan dan pertempuran selanjutnya akan membuatnya semakin lihai dalam bertarung, cerdas dalam menyusun strategi, mengintai setiap tebasan pedang, terjangan anak panah, dentuman keras. Ia memahami bahwa sebuah pertarungan besar hanya bisa diikuti oleh-orang besar dengan baju zirah yang bernama amanah ini. Tanpa Baju Zirah pun, ia siap untuk luluh lantah, rela hancur lebur, hidup mulia atau mati syahid.

Rabu, 06 Agustus 2014

Adu Pantun ala PPNKRI (Dari Grup BBM PPNKRI)


4 Agustus 2014

Hadijah Kepri :
Satu dua tiga kucing berlari
Berlari di bawah tingkap
NKRI harga mati
Siapa menjajah kite tangkap

Khaidir Sulteng :
Indonesia Negara kepulauan
Kita jaga terus sampai nanti
Sebanyak apapun pantunnya puan
NKRI tetap di hati

Hadijah Kepri :
Anak biawak minum susu
Anak buaya gosok gigi
Walau yang berpantun tak tahu malu
NKRI tetap harga mati

Khaidir Sulteng :
Ada udang pergi ke hulu
Makanan apa yang hendak di cari
Walau kami tak tahu malu
Cinta yang mendalam untuk NKRI

Hadijah Kepri :
Udang mencari anak buaye
Anak Buaye dicari pergi mengaji
Mumpung masih suasana raye
Yang masih mudik hati-hati



Satu dua tiga kucing sedang makan
Yang buat pantun jangan kelamaan

Nuri Sumbar :
Lain dulu lain sekarang
Kak Dijah akhirnya menang

Jalan-jalan ke Puri Avia
Bertemu dengan banyak saudara
Pak Lurah yang nantangin kita
Pergi entah kemana

Hadijah Kepri :
Makan sirih dengan buah pinang
Buah pinang diambil dirumah cik atun
Nak tahu ikon Tanjungpinang
Kota gurindam negeri pantun

Khaidir Sulteng :
Ada aturan untuk kita taat
Jangan sampai kau merasa kuat
Maafkan saya yang sedikit telat
InsyaaAllah sedang ngurusin Ummat

Benangnya disulam dengan tekun
Nanti jadi tak provokasi
Bolehlah Tanjungpinang Negerinya pantun
Negeri Tadulako (Sulawesi) tempat retorika dan aksi

Daun talas dibawah inang
Lambaian ranting tak juga teguh
Dijah menang karena ditantang
Lawan pantunnya pun tetap tangguh

Indonesia persaudaraannya erat
Antar unsur saling terkait
Inilah kisah orang-orang hebat
Aksinya banyak tidurnya sedikit

Di Tanjungpinang ada Masjid Penyengat
Di Sulawesi ada tugu Khatulistiwa
Di dalam hati bolehlah semangat
Di kerja nyata jangan jumawa