Oleh : Mohamad Khaidir, S.E.
Senin, 17 November 2014
Dakwah Kampus itu Sensasi Inspirasi!
Palu, 9 November 2014
Oleh : Mohamad Khaidir, S.E.
Oleh : Mohamad Khaidir, S.E.
dakwatuna.com – Episode dakwah kampus akan terus
berlanjut, dalam narasi perjuangan pemuda-pemudi yang memilih jalan
hidupnya berbeda dengan orang-orang di sekitarnya. Para pemuda-pemudi
yang mungkin saja sengaja memilih jalan yang tak dilalui oleh orang
banyak. Mungkin jalan ini juga tak ditengok para kawula muda perkotaan
yang disibukkan oleh kegiatan mengejar perkembangan zaman yang
diidentikkan dengan lifestyle. Bahkan kawula muda pedesaan pun
menganggap perlu untuk meniru pemikiran kawula muda perkotaan. Namun,
baik kawula muda perkotaan maupun kawula muda pedesaan, di antara mereka
ada pula yang memilih menulis narasi mereka dengan narasi perjuangan.
Sebuah narasi yang kelak akan menjadi tinta emas sejarah, meskipun pada
saat ini belum banyak yang memahaminya. Episode dakwah kampus adalah
serangkaian jalan yang telah dipilih oleh para pemuda-pemudi ini.
Pemuda-pemudi
yang memilih untuk berkontribusi ini, menganggap bahwa saat ini tak ada
waktu lagi untuk mengeluh, meratap, mengutuk kegelapan, mencerca
kondisi tak ideal, dan tak optimis memandang realita. Pemuda-pemudi ini
lebih memilih secara perlahan untuk mengubah lifestyle mereka
yang cenderung sekuler dan materialis. Perlahan tapi pasti, karena
perubahaan itu bertahap, dan perubahan itu adalah sebuah keniscayaan.
Karena perubahan itu adalah keniscayaan, berarti hanya ada dua hal yang
menjadi arah perubahan. Arah perubahan dalam diri manusia hanya ada dua
kemungkinan, berubah menjadi lebih baik atau berubah menjadi semakin
buruk. Life is a choice kawan! Pilihlah perubahan mana yang
pantas untuk engkau pilih lalu engkau tempuh jalannya. Perubahan ke arah
lebih baik, kebanyakan terjadi di usia-usia produktif. Salah satu
faktor penyebab perubahan ini adalah dakwah kampus. Celupan dan sentuhan
dakwah kampus merubah pola pikir para pemuda-pemudi ini, perubahan yang
cukup drastis.
Sungguh beruntung mereka yang telah tersentuh
dakwah kampus, lalu kemudian menjadi pejuang-pejuangnya. Pejuang yang
tak kenal lelah. Meskipun kerja-kerja mereka terkesan monoton, lebih
suka kegiatan-kegiatan seremonial. Mungkin inilah yang perlu dievaluasi
di kalangan aktivis dakwah kampus. Aktivis dakwah kampus yang penulis
amati luar biasa semangatnya untuk perubahan, tetapi substansi dari
dakwah kampus itu sendiri masih sulit untuk dipahami dan dipraktekkan.
Meskipun seperti itu kondisinya, para pejuang-pejuang dakwah kampus ini
tetap mampu menjadi sumber inspirasi.
Dakwah kampus itu sensasi
inspirasi, mampu memberikan sensasi di kalangan akademisi dan civitas
akademika dan pada saat yang sama mampu menjadi sumber inspirasi. Tiga
lini utama dakwah kampus barangkali perlu untuk diketahui dan dipahami
kembali bagi yang sudah mengetahuinya. Lini yang pertama adalah lini
da’wi, lini untuk mencetak kader-kader dakwah kampus yang militan dan
kapasitas ilmu agama yang mumpuni. Lini kedua adalah lini siyasih,
selain menghasilkan kader-kader dakwah kampus yang mumpuni di bidang
agama, kader-kader dakwah kampus tipe siyasih juga dibutuhkan dan perlu
dijaga keberlangsungan regenerasinya. Kader-kader dakwah kampus tipe
siyasih adalah mereka para politikus kampus, para aktivis dakwah yang
memiliki kapasitas untuk mengambil peran di badan eksekutif mahasiswa,
himpunan mahasiswa, dan unit-unit kegiatan mahasiswa lainnya. Lini
ketiga adalah lini ‘ilmi, dimana goals dari lini ini adalah mencetak sebanyak mungkin Dakwah Kampus Permanen (DKP).
Sensasi
inspirasi dakwah kampus tidak sampai di situ saja, karena dakwah kampus
sejatinya adalah dakwah yang bersifat original. Orisinalitas dakwah
kampus tak perlu untuk diperdebatkan lagi, sebab dengan kembali kepada
keaslian dakwah akan semakin memacu dan mengakselerasi menuju tujuan
utama dari dakwah kampus itu sendiri. Dalam buku Menuju Kemenangan
Dakwah Kampus yang ditulis oleh Ahmad Atian, setidaknya ada lima poin
tentang back to originality. Kelima hal itu adalah Islam,
Tarbiyah, Dakwah, Fiqih Dakwah, dan Manhaj Dakwah. Agar pemahaman kita
semua semakin mendalam terkait kelima hal tersebut, penulis menganjurkan
membaca buku Menuju Kemenangan Dakwah Kampus karya Ahmad Atian dan buku
Fiqih Dakwah karya Al-Ustadz Jum’ah Amin Abdul Aziz.
Dakwah
kampus itu memang harus punya sensasi, mengapa harus punya sensasi?
Karena sebagian besar objek dakwahnya adalah orang-orang yang tergolong
usia produktif. Objek dakwah yang seperti ini membutuhkan cara berdakwah
yang tidak biasa, cara yang penuh sensasi namun tetap dibatasi oleh
syariat Islam. Sensasi yang membuat semua mata terpana, sensasi yang
menggali dan menganalisa potensi kader dakwah, tentunya dengan
mempelajari realitas kekinian. Sensasi bisa dalam bentuk prestasi,
kreatifitas, sifat organisatoris, pantang menyerah, bertanggungjawab,
dan menjadi teladan dalam perilaku. Sensasi prestasi hendaknya
diwujudkan dalam kapasitas kader dakwah kampus yang mumpuni dalam bidang
akademik. Minimal indeks prestasi kumulatif yang dimiliki seorang kader
dakwah kampus menginspirasi orang-orang di sekitarnya. Sensasi
kreatifitas dapat diwujudkan dalam kreatifitas. Kader dakwah kampus yang
kreatif, yang tak mudah menyerah, yang kreatif dalam memecahkan setiap
persoalan. Sehingga dengan sensasi tersebut dakwah kampus mampu menjadi leading innovation dan trendsetter bagi lembaga-lembaga kemahasiswaan lainnya.
Dakwah
kampus itu memang harus menjadi sensasi inspirasi, segala sensasi yang
telah diciptakan hendaknya menjadi inspirasi bagi para objek dakwah,
bagi orang-orang banyak. Sensasi inspirasi yang mampu menyentuh hati
para objek dakwah, karena salah satu indikator keberhasilan dakwah
kampus adalah tentang bagaimana menyentuh hati. Mengapa di awal-awal
dakwah Rasulullah SAW, beliau tidak langsung menghancurkan patung-patung
berhala? Rasulullah SAW tidak langsung mengubah kebiasaan-kebiasaan
jahiliyah secara frontal? Karena Beliau sangat memhami bahwa dakwah
adalah persoalan hati. Bagaimana caranya bisa menyentuh hati orang-orang
agar kemudian hidayah yang datang dari Allah dengan diri kita yang
menjadi penyebabnya, menggerakkan orang tersebut karena telah terpatri
dalam hati.
Dakwah kampus itu sensasi inspirasi yang mampu
menyentuh hati. Setelah menyentuh hati, maka muncul pola pikir yang
baru. Karena ketika asal perubahannya dari hati, akan mengubah secara
perlahan pola pikir manusia. Pola pikir yang tidak tercemari oleh paham
kapitalis dan sosialis, cukup mengambil hal-hal baik dan penting dari
kedua paham itu saja. Pola pikir yang telah tershibgah dengan shibgah yang paling baik. Shibgah manakah yang paling baik selain shibgah Allah?
Pola pikir yang benar-benar meyakini dengan seyakin-yakinnya bahwa
sumber dari segala sumber kebenaran adalah Islam. Pola pikir yang
menentang segala macam bentuk nilai-nilai liberalisme yang membuat semua
hal menjadi liberal, menjadi bebas sebebas-bebasnya, tidak lagi
dibatasi oleh nilai-nilai moral dan etika, bebas dari nilai-nilai agama.
Selanjutnya pola pikir para kader dakwah kampus akan mewujud nyata
dalam perilaku sehari-harinya.
Dakwah kampus memang sensasi
inspirasi yang telah menyentuh hati, mengubah pola pikir, lalu terwujud
nyata dalam perilaku. Perilaku yang baik, menjadi teladan, akhlak yang
baik, teladan di atas teladan mahasiswa –mahasiswi yang ada, teladan
dalam perilaku adalah teladan yang optimal untuk merubah. Betapa
bahagianya mereka para kader dakwah kampus dengan segala sensasi
inspirasinya, yang mampu menginspirasi dan mengubah banyak orang. Contoh
konkretnya adalah jilbab syar’i yang menjadi trend di kalangan
perempuan, shalat berjamaah di Masjid yang perlahan menjadi kebiasaan
civitas akademika. Itulah beberapa contoh sensasi inspirasi yang akan
kita rumuskan, kita diskusikan, kemudian kita wujudkan bersama. Ingat,
dakwah kampus adalah juga tentang pewarisan visi dan misi. Pewaris tugas
mulia para Nabi dan Rasul.
Memang, sensasi inspirasi ini terlihat
sangat ideal bila disandingkan dengan realitas kemasyarakatan yang ada.
Tetapi, teruslah bergerak mengejar keidealan tersebut! Kapan lagi ada
peluang untuk menjadi semakin baik kalau bukan sekarang? Sekali lagi
karena perubahan adalah keniscayaan. Apa anda akan betah menjadi orang
yang jauh dari Allah sampai akhir hayat? Waktunya bagi dakwah kampus
untuk menjadi sensasi inspirasi bagi semua umat manusia, dimulai dari
diri sendiri, keluarga, lingkungan kampus, masyarakat, bangsa, dan
negara.
Selasa, 11 November 2014
Di Mercusuar Manimbaya Aku Berdiri
Palu, Diruang Tengah, 31 Oktober 2014
Oleh : Mohamad Khaidir, S.E.
Oleh : Mohamad Khaidir, S.E.
dakwatuna.com - Di sana aku pernah berdiri, mendaki
anak-anak tangga yang seluruhnya terbuat dari besi. Sebelum mendaki
anak-anak tangga menuju lantai tertinggi mercusuar tersebut,
rupa-rupanya banyak yang mau dan sudah mencoba tetapi belum sampai ke
lantai tertingginya. Sepertinya, memang harus mengumpulkan banyak
keberanian, karena kalau cuma berani saja tidak akan mampu untuk sampai
di puncak mercusuar. Sepertinya, bukan hanya persoalan nyali saja,
tetapi juga harus paham caranya. Bagaimana mungkin bisa mendaki anak
tangga yang panjangnya kurang dari semeter dan lebar tidak lebih dari
telapak kaki dengan tidak menggunakan teknik dan tidak tahu caranya?
Matahari tampak sangat cerah, tak ada satupun awan yang menghalangi
pancaran sinarnya. Terasa sangat panas, namun semangat berpetualang
meniadakan rasa panas menyengat tersebut. Bisa jadi panas menyengat
tersebut tak terasa karena hembusan angin sejuk di Tanjung Manimbaya
Sulawesi Tengah. Hembusan angin tanjung yang merupakan kombinasi angin
darat dan angin laut, terlihat dari dua gelombang besar yang bertemu di
bagian utara Tanjung Manimbaya.
Perjalanan ini dimulai dari Kota
Palu, Ibu Kota Provinsi Sulawesi Tengah. Sebelum menuju ke Tanjung
Manimbaya di Pantai Barat, begitu kami menyebutnya, tujuan pertama
adalah Pulau Pasoso yang jaraknya sekitar tiga jam perjalanan kapal laut
dari Desa Malei, sebelah utara sisi luar Tanjung Manimbaya. Sesampainya
di desa Malei Kabupaten Donggala kami istirahat sejenak mempersiapkan
diri sebelum menaiki kapal laut keesokan harinya di pagi hari. Tetapi
istirahatnya tak berlangsung lama, karena sore harinya kami bermain bola
bersama penduduk lokal. Pertandingan sepak bola yang berlangsung cukup
sengit, hampir semua kalangan umur bertanding di halaman belakang rumah
tempat kami menginap, halamannya cukup luas dan masih merupakan halaman
sekolah dasar di desa Malei. Karena yang bermain sepak bola hampir dari
semua kalangan umur, dari anak kecil, menjelang dewasa, dewasa, orang
tua, terkadang gelak tawa muncul di tengah-tengah permainan. Bagi kami,
tak peduli kalah ataupun menang, yang terpenting semua orang menikmati
permainan tersebut. Seandainya Tim Nasional Sepak Bola Indonesia juga
memiliki pemikiran seperti itu, pasti akan tercipta permainan sepak bola
yang solid dan indah karena menikmati sepak bola dengan sepenuh hati,
jiwa, dan raga.
Karena sebagian besar rombongan perjalanan ini
sudah lama ter-Tarbiyah, dan sebagian besarnya adalah Aktifis Dakwah
Kampus, setiap selesai melaksanakan Shalat Fardhu kami berlomba-lomba
untuk Tilawah Alquran, target minimal satu juz, karena ruh Quran juga
merupakan sumber energi kami, kepada siapa lagi meminta energi ruhiyah
kalau bukan kepada Allah SWT. Kalau persoalan makanan jasmani itu bisa
diusahakan dan diupayakan, bukankah makanan untuk Ruhiyah juga perlu
diperhatikan? Di malam hari, kami berkumpul membahas persiapan menuju
Pulau Pasoso di pagi hari. Pulau yang katanya berada di bagian luar
Tanjung Manimbaya. Pulau yang katanya merupakan tempat budi daya hewan
laut bernama penyu. Pulau yang kata orang-orang tak kalah indah dengan
obyek wisata yang lain, namun belum terekspos secara masif di media,
masih sebatas pembicaraan dari mulut ke mulut dan obrolan di sosial
media.
Perjalanan menuju Pulau Pasoso pun dimulai di pagi hari,
segala yang perlu dipersiapkan sudah dikemas di dalam ransel
semi-carrier-ku. Kawan-kawan yang lain pun sudah bersiap, tak lupa
kupakai syal Palestina andalanku. Syal yang merupakan produk dari Komite
Nasional untuk Rakyat Palestina (KNRP). Kudapatkan dari seorang Ibu
yang sangat kusegani dan kuhormati, pada saat itu beliau masih menjadi
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Palu dan juga
menjabat sebagai Wakil Ketua DPRD Kota Palu. Syal Palestina ini
panjangnya tak sampai satu meter, kombinasi warna hitam dan putih
membuatnya tampak indah, ditambah lagi dengan Bendera Palestina dan
Bendera Indonesia yang menandakan eratnya persahabatan kedua negara ini.
Bagaimana tidak, salah satu negara pertama yang mengakui kemerdekaan
Indonesia selain Mesir adalah Palestina. Wajar saja jika tragedi
kemanusiaan di Palestina juga seharusnya menjadi duka kita rakyat
Indonesia, duka dengan rasa kemanusiaan yang begitu tinggi, terkhusus
duka sebagai saudara sesama Muslim. Karena setiap Muslim adalah saudara,
kapan saudaranya disakiti maka ia pun merasakannya.
Perjalanan
menuju Pulau Pasoso pun dimulai, dengan menaiki kapal laut yang tidak
terlalu besar. Membawa perbekalan secukupnya, kapal pun melaju memapas
gelombang-gelombang kecil ombak dilautan. Sepanjang perjalanan, sembari
mengobrol, muncul sebuah kesadaran dalam benak pikiranku. Kesadaran
tentang betapa kecilnya kita di tengah-tengah lautan yang begitu besar
dan lautan tersebut kapan saja atas kehendak Allah siap menghantam dan
meluluhlantahkan daratan. Lautan yang merupakan ciptaan Allah yang
senantiasa bertasbih memuji Allah SWT, yang cara beribadah dan
bersujudnya lautan kepada Allah tak akan pernah kita tahu bagaimana
caranya dan seperti apa, tetapi keyakinan bahwa segala yang ada di
langit dan di bumi bertasbih memuji Allah senantiasa ada. Cukup lama
perjalanan ini, menyusuri pantai bagian barat Balaesang Tanjung. Sampai
berada di ujung tanjung, terlihat mercusuar yang begitu sederhana. Ya,
setelah dari Pulau Pasoso, besoknya kami akan segera kesana.
Pulau
Pasoso mulai terlihat dari kapal kecil yang kami naiki, kecepatannya
pun mulai distabilkan karena gelombang semakin besar. Kapal kecil sempat
oleng beberapa saat, tetapi sang juru kemudi yang sudah punya segudang
pengalaman melaut segera sigap mengatasinya, yang paling penting
penumpang jangan sampai panik. Ombak yang menggulung dan tinggi mulai
mereda, digantikan dengan semilir angin laut lepas dan gelombang yang
tidak terlalu tinggi. Terkejut beberapa dari kami menyaksikkan
kemunculan hewan laut yang akrab dengan manusia, ya, lumba-lumba
mengiringi kapal kecil kami menuju Pulau Pasoso. Melompat dengan gaya
khas mereka, bersama sekelompok teman-temannya. Bagiku, ini pertama
kalinya melihat lumba-lumba di laut lepas, sungguh pemandangan yang
benar-benar natural. Selama ini aku hanya menyaksikkan lumba-lumba di
kolam pertunjukkan saja, di Taman Ria Kota Palu dan Ocean Dream Ancol
Jakarta, hanya saja mereka adalah lumba-lumba yang telah terlatih dengan
berbagai atraksi. Kali ini, lumba-lumba di laut lepas begitu indah
disaksikkan dan menyejukkan hati. Betapa tidak, lumba-lumba yang selama
ini disaksikkan dalam keadaan tertekan, kalau tidak melakukan hal-hal
yang atraktif diancam tidak akan diberikan makanan bahkan akan mendapat
punishment dari petugas kebun binatang. Ya, inilah realitas yang terjadi
dibeberapa kebun binatang ternama dan wahana pertunjukkan hewan di
Indonesia.
Semakin dekat di Pulau Pasoso, pemandangannya semakin
eksotik saja. Seperti tak percaya akhirnya ini dapat disaksikan langsung
oleh mata kepala sendiri, warna laut dan pasir yang betul-betul alami,
mirip-mirip pemandangan pantai di Wallpaper Windows Seven. Semakin
mendekat ke dermaga, terlihat satu dua ekor penyu sedang berenang dengan
tenangnya, dan sekali lagi ini pengalaman pertama kali aku menyaksikkan
hewan langka ini. Seperti biasa, kalau melihat objek baru pasti akan
segera mengambil gambar, sesaat setelah kapal kecil kami berlabuh mulai
beberapa teman-teman mencari tempat strategis untuk berfoto ria di Pulau
yang masih begitu alami ini, Pulau Pasoso. Cukup banyak aktivitas yang
kami lakukan di pulau ini, sampai mendapat surprise tak terduga dari
komunitas mancing mania yang juga sedang berada di pulau itu, kami
mendapat beberapa ekor ikan yang cukup besar hasil dari Silaturrahim.
Selesai melepas lelah dan beraktifitas di Pulau Pasoso kami kembali ke
Desa Malei menjelang sore. Dalam perjalanan, perenungan atas ciptaan
Allah bernama laut ini terus kulakukan, bahwa ternyata betapa kecilnya
kita di tengah-tengah samudera yang begitu luas ini. Menjelang berlabuh
di Desa Malei, ternyata kemudi kapal kecil ini patah di tengah
perjalanan tadi, hanya saja juru kemudi tak memberitahukan kami agar tak
ada penumpang kapal yang panik. Sungguh sebuah kejadian dan pengalaman
berharga yang seharusnya membuat kami semakin banyak bersyukur, bukannya
mengeluh dan meratap.
Keesokan harinya, kami melanjutkan
perjalanan menuju Tanjung Manimbaya, yang sempat kami saksikan ketika
dalam perjalanan menuju Pulau Pasoso sehari sebelumnya. Ternyata jalan
menuju kesana lumayan jauh dan belum begitu baik, butuh ketangkasan dan
kelincahan yang mumpuni dalam berkendara. Akhirnya kami tiba di
Mercusuar Tanjung Manimbaya. Sebelumnya kami diingatkan oleh penduduk
setempat yang berdomisili di Kompleks Mercusuar tersebut agar hati-hati
dalam berkata dan tidak mengeluarkan kata-kata kotor. Menurutku ini
terlalu berlebihan, tapi demi menghargai etika dan kebudayaan setempat
kami memilih untuk mematuhinya. Dalam pikirku, mengapa tidak sekalian
saja setiap hari dan setiap waktu bagi kita umat manusia untuk
senantiasa menjaga perkataan dan tidak mengeluarkan kata-kata kotor?
Bukankah itu lebih baik? Bukankah ciri perilaku manusia dapat dilihat
dari kata-kata yang dikeluarkannya? Bukankah bertutur kata yang baik
juga mencerminkan akhlak yang baik? Setiap waktu, setiap saat, bukan
hanya di kompleks Mercusuar Tanjung Manimbaya saja hendaknya menjaga
perkataan dan bertutur kata yang baik.
Aku mengambil langkah dan
memberanikan diri untuk menjadi yang pertama sampai di puncak Mercusuar
Manimbaya. Meskipun pada awalnya sedikit nervous dan gemetaran karena
semakin ke atas, semakin tinggi, semakin kencang saja angin berhembus.
Seakan-akan besi mercusuar yang kokoh tersebut bergema dan bersuara
karena terpaan angin, deru suara besi yang diterpa angin seakan-akan
mercusuar akan roboh. Padahal itu hanya sekadar sangkaan saja. Ini
pengalaman yang amat berharga bagiku, perenungan-perenungan yang
mendalam bahwa betapa tak ada apa-apanya kita di alam yang luas ini,
betapa kecilnya diri kita ini. Namun sebagian besar dari kita begitu
berdiri di gedung pencakar langit, berdiri di daratan perkotaan, berdiri
di belantara beton perkotaan, merasa sombong dengan segala apa yang
kita miliki padahal semuanya itu hanya bersifat sementara. Bukankah
segala yang kekal itu ada di negeri Akhirat? Mengapa masih begitu
tergila-gila mengejar kefanaan dunia? Dunialah yang menjadi tempat
mengumpulkan bekal untuk menuju akhirat, inilah yang harus senantiasa
terpatri dalam jiwa, pikiran, perasaan, dan hati kita.
Sesekali
jelajahilah alam sekitar agar engkau juga mengetahui kompleksitas
penciptaan alam beserta sistem ekologinya yang senantiasa dijaga oleh
Sang Pencipta. Sesekali teroboslah jenggala-jenggala pepohonan dan
rerumputan agar angkau juga menyadari bahwa betapa luar biasanya detail
penciptaan setiap makhluk yang tidak akan sanggup dihitung dan diukur
dengan akal kita sehebat bagaimanapun ilmu kita. Sesekali arungilah
samudera yang luas agar engkau tersadar betapa kecilnya dirimu, tak
pantas untuk merasa sombong dan angkuh dengan segala kemewahan yang
sifatnya sementara.
Di Mercusuar Manimbaya aku mencoba berdiri
setinggi-tingginya di puncaknya, berdiri dengan kapasitas ketinggian
seorang hamba yang tak akan sanggup melebihi ketinggian Sang Pencipta.
Di Mercusuar Manimbaya aku berdiri menatap denyut nadi alam dari
pemandangan sebuah tanjung dan takjub dengan segala apa yang ada di
sekitarnya. Di Mercusuar Manimbaya aku menyadari, lalu mencoba menentang
zaman yang semakin cenderung pada nilai-nilai sekulerisme dan
materialisme, menentang zaman dengan idealisme dan keimanan yang kokoh,
dengan penuh keoptimisan mencoba bergerak dengan tetap mengikuti
rambu-rambu Rabbani, seperti dinamisnya gerak Sang Penjelajah Arus,
seperti besarnya kapasitas pemakai baju zirah yang terbiasa memikul
amanah, seperti tingginya keyakinan para penuntas mimpi.
Rabu, 05 November 2014
Dua Jalan : Sebuah Kritik Ekonomi Konvensional
By Unknown05.20Ekonomi Islam, Islam For World, Mohamad Khaidir, Tarbiyah Tsaqofiyah, TausyiahNo comments
Palu, Diruang Tengah, 30 Oktober 2014
Oleh : Mohamad Khaidir, S.E.
Oleh : Mohamad Khaidir, S.E.
dakwatuna.com – Tampaknya realitas kekinian umat
membuat sebagian besar orang menjadi pesimis. Tetapi tidak pada sebagian
kecil orang-orang yang menisbatkan dirinya di jalan dakwah. Mereka
justru memandang dengan penuh optimis sekalipun kondisi umat sungguh
memilukan hati. Mungkin karena sudah jelas tentang keberadaan dua jalan
yang senantiasa membersamai hidup umat manusia. Jalan kebaikan dan jalan
selain kebaikan, yaitu jalan keburukan. Tampaknya kedua jalan ini akan
membuat semua orang hanya akan memilih dua warna, putih atau hitam.
Sepertinya hanya akan ada dua golongan, yang bekerja atau yang
membebani. Tetapi pada dasarnya bukanlah kedua hal yang saling bertolak
belakang. Karena realitas keumatan memberikan kita semua gambaran bahwa
tak ada yang benar-benar putih, dan tak ada yang benar-benar hitam. Tak
mutlak membebani terus menerus, suatu saat akan ada saatnya untuk
bekerja. Yang bekerja juga tak boleh merasa tinggi hati karena terkadang
keberadaan para pekerja juga membebani.
Sekarang jalan kebaikan
dan keburukan itu mewujud nyata sebagai manfaat dan akibat. Manfaatnya
adalah keberkahan pada harta dan jiwa kita, bagaimana tidak, yang
dipilih adalah jalan kebaikan, jalan yang penuh dengan keberkahan.
Sedangkat akibat dari memilih jalan keburukan sangat banyak, selain
tidak mendapatkan keberkahan juga harus rela dilaknat oleh Allah SWT.
Jalan yang telah Allah ridhai banyak yang tidak memilihnya, mungkin saja
karena para penyeru jalan ini jumlahnya masih amat sangat sedikit.
Meskipun jumlah para penyeru jalan kebaikan masih sangat sedikit, mereka
senantiasa dilimpahi keberkahan dan Allah menentramkan hati mereka.
Beda sekali kondisinya dengan mereka yang memilih jalan keburukan.
Keberadaan mereka di dunia ini tak mereka pahami, darimana asal mereka,
serta ke mana mereka akan menuju nantinya sampai sekarang mereka tak
pahami. Bahkan banyak orang yang tak menyadari kedua jalan ini telah
masuk ke ranah ekonomi mereka. Ya, ini tentang ekonomi konvensional yang
telah banyak digunakan dengan berbagai kelebihan dan kekurangannya, dan
ekonomi syariah yang baru sebagian orang menyadari tentang mulianya
sistem ini.
Menurut DR.Euis Amalia, M.Ag., ada sebuah problem
besar yang sangat mendasar dalam ilmu ekonomi konvensional yang
mendominasi kajian bidang ilmu ekonomi kontemporer, yaitu ketidakmampuan
ilmu tersebut memecahkan persoalan kebutuhan ekonomi manusia.
Teori-teori ekonomi yang telah ada, misalnya terbukti tidak mampu
mewujudkan ekonomi global yang berkeadilan dan berkeadaban. Yang terjadi
justru dikotomi antara kepentingan individu, masyarakat, dan negara,
dan hubungan antarnegara. Selain itu teori ekonomi yang ada saat ini
tidak mampu menyelesaikan masalah kemiskinan dan ketimpangan pendapatan.
Juga tidak mampu menyelaraskan hubungan antar regional di suatu negara,
antara negara-negara didunia, terutama antara negara-negara maju dan
negara-negara berkembang dan negara-negara terbelakang. Menurut Murasa
Sarkaniputra, bahkan lebih parah lagi, yaitu terabaikannya pelestarian
sumber daya alam (non-renewable resources).
Sri-Edi
Swasono menyatakan bahwa asumsi yang selama ini dijadikan acuan dalam
pengembangan ekonomi konvensional adalah paradigma lama yang bersumber
dari mitos Kapitalisme Smithian, yaitu (1) kebutuhan manusia yang tidak
terbatas; (2) sumber-sumber ekonomi yang relatif terbatas berupa
memaksimalisasi kepuasan pribadi (utility maximization of self interest); (3) kompetisi sempurna (perfect competition); dan (4) informasi sempurna (perfect information). Pandangan ini kontradiktif dengan realitas yang menunjukkan informasi tidak sempurna (imperfect information), kompetisi tidak sempurna (imperfect competition)
dan tidak pernah terwujud. Asumsi dasar yang terlalu sederhana adalah
bahwa manusia rasional adalah manusia yang dengan dasar inisiatifnya
sendiri mengejar utilitas ekonomi optimal, yaitu mencari keuntungan
maksimal (maximum gain) dengan pengorbanan yang minimal (minimum sacrifice), ia bersaing di pasar bebas (free market) dan menjadi pelaku yang bebas dengan berpedoman pada laissez-faire laissez-passer yang meneguhkan doktrin individual freedom of action.
Manusia menjadi semakin rasional dan melupakan nilai-nilai etika yang
seharusnya juga menjadi pedoman dalam melakukan aktifitas ekonomi.
Penulis sendiri pun yang sempat mendapatkan pengajaran ilmu ekonomi mainstream,
menyadari bahwa selama ini pengajaran ilmu ekonomi tersebut bertitik
tolak dari paradigma ilmu ekonomi klasikal parsial dan tidak terlepas
dari asumsi-asumsi dasar yang disebut sebagai mitos-mitos Kapitalisme
Smithian.
Menurut M.B.Hendri Anto, pemikiran lama yang berakar pada neoklasikal Smithian tidak berpedoman pada sistem nilai (value based)
atau sekuler. Sekularisme berusaha untuk memisahkan ilmu pengetahuan
dari agama dan bahkan mengabaikan dimensi normatif atau moral sehingga
berdampak kepada hilangnya kesakralan kolektif (yang diperankan oleh
agama) yang dapat digunakan untuk menjamin penerimaan keputusan ekonomi
sosial. Sedangkan paham materialisme cenderung mendorong orang untuk
memiliki pemahaman yang parsial tentang kehidupan dengan menganggap
materi baginya adalah segalanya.
Tampaknya teori ekonomi yang
berakar dari neoklasikal Smithian ini sudah menjadi konsumsi
sehari-sehari para mahasiswa fakultas ekonomi di Indonesia. Bisa jadi
teori ekonomi konvensional yang menjadi platform pengajaran
ekonomi di negara inilah yang menyebabkan sekularisme dan materialisme
merajalela dialam pikiran dan pemahaman para mahasiswa ekonomi yang
kelak akan mengisi setiap sektor pemerintahan dan kemasyarakatan. Kelak,
akan seperti apa negara ini bila pemahaman ini mendominasi pemikiran
para ekonomnya? Kelak akan seperti apa kegiatan jual beli, kondisi
pasar, dan kondisi ekonomi masyarakat bila nilai-nilai sekulerisme dan
materialisme terus menjadi dasar teori-teori ekonomi? Sepertinya dampak
dari hal ini semakin tampak dengan melihat kondisi rakyat Indonesia saat
ini. Kemiskinan yang sampai sekarang belum teratasi dengan tuntas,
namun ditengah kesemrawutan problematika keumatan ini masih ada
sekelompok orang yang memprakarsai beberapa gerakan fenomenal,
menawarkan solusi dengan kepercayaan yang begitu mendalam terhadap
ekonomi syariah. Suatu teori dan sistem ekonomi yang begitu gemilang
dimasa kejayaan Islam.
Meskipun jumlah mereka tidak begitu banyak,
tetapi mereka percaya bahwa suatu saat ekonomi Islam akan mampu
menjawab berbagai permasalahan ekonomi. Kepercayaan mereka ini muncul
dari Iman yang begitu mendalam, Iman yang telah menghujam nurani mereka,
dan ingin Iman tersebut tampak nyata dalam perilaku mereka, khususnya
mewujud nyata sebagai perilaku ekonomi. Mereka mempercayai bahwa suatu
saat pemahaman konservatif dari teori ekonomi konvensional mampu berubah
sedikit demi sedikit, dan masyarakat, para pakar ekonomi, pelaku
ekonomi, birokrat, teknokrat, dan seluruh unsur dapat memandang dengan
penuh optimisme solusi yang mereka tawarkan, ekonomi yang bersumber dari
syariat Islam dan berpedoman kepada Alquran dan Assunnah.
Memang
terihat begitu ideal solusi yang mereka tawarkan ini, Ekonomi Rabbani
mereka menyebutnya. Sangat-sangat ideal tanpa memandang realitas. Tetapi
tahukah kita? Bahwa rasa optimis untuk menjadi pejuang Ekonomi Rabbani
ini sesungguhnya muncul setelah melihat realitas yang ada. Tampaknya
muluk-muluk, tetapi berangkat dari keyakinan inilah mereka yakin dengan
sebenar-benarnya keyakinan akan jalan yang mereka pilih ini. Mereka
beranggapan bahwa sudah semakin nyata terlihat jalan yang tampak di
hadapan mereka, tepatnya dua pilihan yang memang salah satunya harus
menjadi pilihan, Ekonomi konvensional atau Ekonomi Islam. Kedua jalan
yang jelas arah dan tujuannya, kedua jalan yang perlu pembelajaran yang
mendalam dalam penerapannya di masa kini. Tetapi bukankah kedua jalan
ini telah dibuktikan oleh sejarah? Sejarah menjadi saksi kegemilangan
umat dengan keadilan dan kemakmuran. Di masa lalu bukan hanya
orang-orang Islam saja yang merasakan betapa komprehensifnya sistem ini,
non-muslim pun merasakan keadilan dan naungan ekonomi Islam.
Mungkin
kita hanya perlu membuka kembali lembaran sejarah agar semakin yakin.
Bukankah pemahaman itu lahir dari membaca? Membaca dengan frekuensi yang
tidak sedikit? Membaca dengan perenungan yang mendalam? Semakin banyak
kita membaca tentunya akan terbentuk pemahaman yang komprehensif.
Penulis mengajak para pembaca (khususnya penulis pribadi) untuk tidak
pernah berhenti menjadi pembelajar.
Mungkin saja hati ini sampai
sekarang belum meyakini karena pemahaman yang belum mendalam. Mungkin
juga keyakinan ini butuh pembuktian, maka buktikan dengan belajar
kembali sejarah kegemilangan ekonomi Islam. Atau mungkin juga pemamahan
ini belum tajam karena kondisi Iman yang tengah goncang, maka kuatkanlah
Imanmu, perkokoh ketakwaanmu, dan yakini dengan sebenar-benarnya bahwa
sekarang hanya ada dua jalan dan kita berhak untuk memilih salah satunya
dengan kemantapan hati. Dua jalan itu adalah ekonomi konvensional dan
Ekonomi Islam.
Rabu, 22 Oktober 2014
Masih Mau Mengeluh?
Palu, Diruang Keluarga, 15 Oktober 2014
Oleh : Mohamad Khaidir, S.E.
Oleh : Mohamad Khaidir, S.E.
dakwatuna.com - Mengeluhlah dan terus mengeluh,
kalau ternyata mengeluh itu bisa memperbaiki keadaan. Merataplah dan
terus meratap, kalau dengan meratap bisa mengembalikan keadaan. Keluhan
dan ratapan menjadi konsumsi setiap hari yang seharusnya dihiasi dengan
rasa syukur. Mengeluhlah dengan siapa saja, tentang kondisi yang tak
seharusnya engkau terima, tentang bagaimana dunia tak adil terhadapmu,
tetapi apakah dengan mengeluh semua masalahmu akan segera terselesaikan?
Atau satu saja masalahmu tuntas sampai ke akar-akarnya dengan
keluhanmu? Bahkan dengan keluhan yang paling memilukan? Tampaknya engkau
dan keluhanmu menjadi tak berarti apa-apa di semesta jagad raya ini.
Karena Matahari saja sebagai pusat galaksi bima sakti hanya sebesar debu
dalam skala Bintang Antares yang jaraknya kurang lebih seribu tahun
cahaya dari bumi. Mengeluh itu boleh saja, mengeluhlah hanya kepada
Allah. Tetapi, alangkah indahnya bila engkau ber-positive thinking daripada mengeluh.Alangkah produktifnya bila engkau berprasangka baik kepada Allah dari pada mengeluh. Masih ingin mengeluh?
Mungkin,
di beberapa kesempatan engkau ingin meratap. Meratapi seseorang yang
tanpa alasan yang jelas engkau merasa berhak memilikinya. Tanpa alasan
yang jelas engkau langgar budi pekerti dan tata aturan bermasyarakat
karena ingin terus berduaan dengan seseorang itu tanpa ikatan yang
seharusnya engkau mulai dengan meminta restu kedua orang tuanya dan
berikrar di hadapan Sang Pencipta. Tampaknya engkau hanya ingin meratapi
seseorang yang engkau cintai, yang bukan hakmu dan merupakan Hak Allah.
Bukankah lebih indah bila engkau mencintainya karena Allah,
menjemputnya dengan cara yang diridhai Allah, dan untuk menggapai Ridha
Allah? Atau mungkin engkau ingin mengeluh atas setiap kekalahanmu di
kompetisi-kompetisi yang kau ikuti? Padahal, mungkin saja
kemenangan-kemenangan yang engkau peroleh lebih berharga daripada keluh
kesah serta ratapanmu. Kemenangan dan keberhasilanmu lebih bermakna dari
sekadar mengeluh dan meratapi nasib tanpa mau untuk berusaha.
Sebuah
kisah menginspirasi di zaman Rasulullah SAW yang memberi gambaran
kepada kita bahwa betapa tidak pentingnya meratapi suatu hal yang tidak
menjadi keinginan dan bukan kemauan kita. Beberapa saat setelah
mengalami kekalahan yang sangat memilukan pada perang Uhud, Rasulullah
SAW segera mengumpulkan kembali kaum muslimin untuk merapatkan barisan
dan melakukan konsolidasi. Mungkin setelah kekalahan perang di bukit
Uhud tersebut, adalah waktunya bagi kaum muslimin untuk meratap
sesedih-sedihnya karena syahidnya puluhan sahabat dan cederanya
Rasulullah SAW. Saatnya untuk menyiapkan panggung ratapan dan meratap,
bersedih, mengumandangkan kesedihan kepada seluruh penjuru di atas
panggung ratapan tersebut. Kekalahan yang memilukan jiwa, hati, dan
fisik kaum muslimin ini pun seharusnya menyediakan waktu yang cukup lama
agar mereka bisa meratapi kesedihan ini sedalam-dalamnya. Namun apa
yang dilakukan oleh Rasulullah SAW? Beliau sangat mengetahui bahwa tak
ada manfaat sedikitpun apabila hanya diisi dengan meratapi nasib
kekalahan mereka. Dengan meratap, tak akan mengembalikan yang sudah
meninggal dunia menjadi hidup kembali, tak akan menutup luka yang
menganga akibat sabetan pedang dan terjangan alat tajam, tak akan segera
menyembuhkan luka yang mendalam hasil lesatan anak panah dari busurnya,
dengan meratap tak akan merubah apapun, dengan meratap tak akan
memperbaiki keadaan sedikitpun. Justru dengan meratap yang
berkepanjangan tak akan merubah keadaan.
Maka Rasulullah SAW yang
amat sangat memahami kondisi ini, segera merapatkan kembali barisan kaum
muslimin yang sempat renggang untuk melakukan konsolidasi. Konsolidasi
dilakukan untuk mengejar pasukan kafir Quraisy yang merasa menang besar
setelah membantai puluhan sahabat Rasulullah SAW. Pasukan kafir Qurasisy
pun kaget bukan kepalang melihat kaum muslimin yang dalam beberapa saat
yang lalu di pertempuran Uhud nyaris kalah, sekarang berbalik mengejar
mereka. Melihat ini dari kejauhan, pasukan kafir Quraisy yang merasa
telah menjadi pemenang dalam pertempuran di perang Uhud pun menganggap
bahwa yang mengejar mereka adalah bala tentara bantuan kaum Muslimin,
sehingga merekapun lari tunggang langgang menuju Mekkah. Kejadian ini
lebih dikenal dengan nama Dzaatussalaasiil.
Sepertinya
bagi kita, tak ada waktu untuk meratap. Meratap atas setiap kekalahan,
kesedihan, kebimbangan, kegalauan, segera mengkondisikan kembali hati,
jiwa, dan pikiran adalah acara yang tepat agar keadaan yang sempat
mengecewakan kita bisa sedikit berubah. Segera melanjutkan untuk bekerja
adalah pilihan yang tepat dari pada meratap dan sedih berkepanjangan
yang cenderung kontra-produktif. Segera kembali menyusun semangat dan
rencana kerja adalah hal yang lebih produktif dari pada meratap ataupun
mengeluh. Atau mungkin meratap atau mengeluh adalah sebentuk dari
penyesalanmu? Penyesalan yang posisinya selalu datang belakangan,
penyesalan tiada akhir yang akan menghancurkan hidupmu? Penyesalan yang
tak engkau barengi dengan upaya untuk bertaubat? Sungguh penyesalan yang
tiada artinya, sungguh penyesalan yang tak bermanfaat. Bagaikan
penyesalan tiada akhir Ronin Sang Samurai Pengembara.
Kisah
setengah legenda serta setengah nyata ini dikisahkan oleh William Dale
Jennings tentang Ronin Samurai Pengembara yang hidup di zaman kekerasan
Jepang pada Abad Ke-12. Menceritakan kehidupan seorang lelaki
pemberontak yang selanjutnya menjadi pahlawan rakyat. Sosok tidak kenal
belas kasihan ini, Ronin Sang Samurai Pengembara, menebas jalan hidupnya
dari selokan menuju istana dan kehormatan. Di balik tindak keberanian
yang haus darah, dia pembawa pertanda aneh dari suatu takdir. Tentang
kebenaran dan hal yang bijak dalam kehidupan. Namun dosa yang dimiliki
Ronin Sang Samurai Pengembara sangat sulit untuk diampuni, sangat sukar
untuk dimaafkan, dosa Ronin terlampau menggunung dan menyempitkan
pembuluh darah. Dosa-dosa Ronin Sang Samurai Pengembara benar-benar
telah menguras hati, mulai dari biksu tua yang terbelah dua, tiga bocah
remaja berdiri dan terpana di tengah arus, yang paling buruk dari
semuanya, tentang pemilik kedai yang kehilangan dua jarinya lalu tangan
dan hidupnya. Ronin Sang Samurai Pengembara dengan penyesalannya tak
akan berarti lagi, meskipun dia menangis, berdoa, dan bersumpah
menjalankan penebusan dosa jenis apapun atas seluruh kematian yang
diperbuatnya, biarkan dia menundukkan kepala dan membisikkan Ya pada
setiap perintah yang harus dilakukannya. Meskipun Ronin Sang Samurai
Pengembara sedang mengabdikan sisa hidupnya bagi masyarakat yang ingin
melalui tebing terjal nan curam yang bernama celah neraka.
Segala
hal yang memilukan tak akan terselesaikan bila engkau menyediakan waktu
yang banyak untuk meratap dan mengeluh. Masih mau meratap dan mengeluh?
Bukankah lebih baik engkau mensyukuri terlebih dahulu apa-apa yang telah
lengkap dalam keindahan fisik dan tubuhmu? Bukankah lebih baik engkau
mensyukuri setiap keadaan sehat yang tak akan sanggup dibalas dengan
ibadahmu? Itupun kalau ibadahmu rutin, masih belum sanggup untuk
membalas setiap detail nikmat. Renungkanlah setiap proses yang menurut
kita sangat biasa tetapi mengandung nilai ketauhidan yang mendalam.
Sebagai contoh proses melihat, mulai dari cahaya masuk ke dalam retina,
lalu dari retina cahaya berproses pada setiap saraf untuk segera
diantarkan ke otak sehingga proses melihat begitu sempurna kita dapati
dalam kehidupan kita. Hanya dalam waktu yang singkat, kurang dari satu
detik kita dapat menyaksikkan keindahan warna-warni kehidupan dengan
proses melihat, hanya dalam waktu yang amat sangat singkat segala
ciptaan Allah menjadi objek yang begitu indah di depan mata kita. Proses
yang berlangsung sangat cepat ini berlangsung tanpa cacat sedikitpun,
proses ini berlangsung begitu sempurna di setiap hari ketika kita
membuka mata, kesempurnaan proses melihat ini dijaga oleh Allah SWT.
Betapa meruginya orang-orang yang masih menggunakan matanya untuk
melihat hal-hal yang dibenci oleh Sang Pencipta, betapa lalainya
orang-orang yang tak menyadari bahwa dalam proses melihatpun ada
nilai-nilai ketauhidan yang senantiasa bisa dipelajari dan menginspirasi
agar semakin sadar bahwa Allah SWT masih berkenan menjaga ciptaan-Nya
yang masih sering lupa untuk mengingat-Nya dalam keseharian. Bayangkan,
dalam proses melihat saja Allah SWT terlibat dalam setiap detailnya,
bagaimana dengan proses yang lain seperti proses mendengar, merasakan,
mengecap rasa, menggerakkan badan, dan lain-lain? Sesungguhnya setiap
organ tubuh kita dijaga oleh Allah SWT dan senantiasa berkoordinasi
memudahkan aktivitas keseharian kita atas izin Allah SWT. Betapa
durhakanya engkau wahai Bani Adam yang masih memilih untuk mendustakan
nikmat Tuhanmu.
Masih mau mengeluh? Masih mau meratap? Meratap dan
mengeluhlah sewajarnya saja, jangan sampai berlebihan dan
berlarut-larut dalam kesedihan. Jangan sediakan waktu untuk menaiki
panggung ratapan dan berseru tentang kesedihan. Alangkah lebih baiknya
engkau mensyukuri nikmat yang telah engkau dapatkan. Betapa indahnya
setelah engkau bersyukur dan memahami semua hakikat itu, lalu engkau
mendakwahkannya kepada orang-orang di sekitarmu. Betapa penyesalan itu
selalu hadir belakangan, betapa meratap dan mengeluh adalah dua hal yang
kontra-produktif. Jangan pula setiap kesedihanmu engkau kembangkan di
akun-akun sosial media yang membuat setiap orang akan terjangkiti
kesedihan dan kepiluanmu. Lebih baik engkau berdakwah tentang betapa
pentingnya bersyukur, menjaga hati, mengingat Allah, menghindari lalai,
meminimalisir perbuatan maksiat. Bukan untuk menjadi orang yang sok
suci, tetapi dalam rangka saling mengingatkan dalam kebaikan dan
kesabaran. Sekarang, masih mau mengeluh?
Selasa, 21 Oktober 2014
Tentang Pacaran..
Palu, 21 Oktober 2014
Kultwit dari Akun Twitter @Khaidir_
suatu ketika, saya diwawancarai oleh salah seorang pejuang dakwah kampus era 98..
seperti wawancara pada umumnya, membahas dan mengorek-ngorek soal kepribadian.. sampai beliau menyinggung tentang pacaran..
"Anda punya pacar?", Tidak punya Pak, jawab saya..
"apa alasan anda tidak memilih pacaran?" Saya ingin proses yang mengundang keberkahan Allah Pak..
beliau masih tetap ngotot belum meyakini bahwa saya memang tidak memilih untuk pacaran..
dengan retorika khas aktifis 98, terus memberikan sugesti agar saya menerima pemikiran beliau..
kemudian, beliau nanya lagi untuk kedua kalinya, "Mengapa anda tidak pacaran?"
sekali lagi saya menjawab, saya hanya ingin proses yang lebih berkah Pak, proses yang tidak melanggar Syariat Islam.. :)
karena tetap teguh dengan keyakinan saya, akhirnya beliau sedikit mengendurkan pola pertanyaan namun tetap agresif menyerang..
tak lama kemudian, beliau mencoba melemahkan argumen saya dengan menyampaikan sisi positif tentang pacaran..
sisi positif pacaran adalah kita menjadi pribadi yang lebih idealis, lebih rapi, lebih disiplin, tapi disisi lain ada Syariat yang membatasi
meskipun punya beberapa sisi positif, tetapi tetap saja melanggar Syariat Islam,
diakhir argumennya, beliau kemudian membenarkan saya yang tetap teguh dengan pendapat tentang tidak bolehnya pacaran..
sebuah diskusi yang menarik, tidak lain adalah ingin menguji saya sebagai orang yang sedang diwawancara..
tapi, tetap saja cara pandang dan cara berpikir saya dengan kacamata Islam.. bagaimana tidak, setiap hari mengucapkan syahadat..
Syahadat yang berisikan deklarasi Ketauhidan..
Deklarasi bahwa Tiada Tuhan yang patut Disembah melainkan Allah dan Muhammad adalah Utusan Allah..
sudah berdeklarasi dan berikrar seperti itu, lantas masih menggunakan aturan selain aturan Allah?
mengakui bahwa Muhammad adalah Utusan Allah, lantas masih Pacaran yang jelas tak pernah dicontohkan oleh Baginda Nabi?
aah, sepertinya kita masih harus banyak belajar..
Bukankah Pernikahan lebih baik daripada Pacaran.. selain Bernilai Ibadah, banyak keberkahan terkandung didalamnya..
bukankah Syariat telah mengatur tentang Pernikahan? beda dengan pacaran yang sama sekali tak ada acuannya?
masih rela mengaku sebagai seorang Muslim, lantas dalam keseharian masih mengambil aturan selain Islam?
sungguh malang orang-orang yang telah diberikan kepahaman tetapi kemudian tak mampu mempraktekannya..
bukankah manusia adalah makhluk yang mulia, kaum yang berakal?
Menikah adalah Solusi terbaik.. melalui proses yang Berkah, Cara yang Berkah, dan untuk menggapai Ridha Allah.. Indah Bukan? :)
END.
Kultwit dari Akun Twitter @Khaidir_
suatu ketika, saya diwawancarai oleh salah seorang pejuang dakwah kampus era 98..
seperti wawancara pada umumnya, membahas dan mengorek-ngorek soal kepribadian.. sampai beliau menyinggung tentang pacaran..
"Anda punya pacar?", Tidak punya Pak, jawab saya..
"apa alasan anda tidak memilih pacaran?" Saya ingin proses yang mengundang keberkahan Allah Pak..
beliau masih tetap ngotot belum meyakini bahwa saya memang tidak memilih untuk pacaran..
dengan retorika khas aktifis 98, terus memberikan sugesti agar saya menerima pemikiran beliau..
kemudian, beliau nanya lagi untuk kedua kalinya, "Mengapa anda tidak pacaran?"
sekali lagi saya menjawab, saya hanya ingin proses yang lebih berkah Pak, proses yang tidak melanggar Syariat Islam.. :)
karena tetap teguh dengan keyakinan saya, akhirnya beliau sedikit mengendurkan pola pertanyaan namun tetap agresif menyerang..
tak lama kemudian, beliau mencoba melemahkan argumen saya dengan menyampaikan sisi positif tentang pacaran..
sisi positif pacaran adalah kita menjadi pribadi yang lebih idealis, lebih rapi, lebih disiplin, tapi disisi lain ada Syariat yang membatasi
meskipun punya beberapa sisi positif, tetapi tetap saja melanggar Syariat Islam,
diakhir argumennya, beliau kemudian membenarkan saya yang tetap teguh dengan pendapat tentang tidak bolehnya pacaran..
sebuah diskusi yang menarik, tidak lain adalah ingin menguji saya sebagai orang yang sedang diwawancara..
tapi, tetap saja cara pandang dan cara berpikir saya dengan kacamata Islam.. bagaimana tidak, setiap hari mengucapkan syahadat..
Syahadat yang berisikan deklarasi Ketauhidan..
Deklarasi bahwa Tiada Tuhan yang patut Disembah melainkan Allah dan Muhammad adalah Utusan Allah..
sudah berdeklarasi dan berikrar seperti itu, lantas masih menggunakan aturan selain aturan Allah?
mengakui bahwa Muhammad adalah Utusan Allah, lantas masih Pacaran yang jelas tak pernah dicontohkan oleh Baginda Nabi?
aah, sepertinya kita masih harus banyak belajar..
Bukankah Pernikahan lebih baik daripada Pacaran.. selain Bernilai Ibadah, banyak keberkahan terkandung didalamnya..
bukankah Syariat telah mengatur tentang Pernikahan? beda dengan pacaran yang sama sekali tak ada acuannya?
masih rela mengaku sebagai seorang Muslim, lantas dalam keseharian masih mengambil aturan selain Islam?
sungguh malang orang-orang yang telah diberikan kepahaman tetapi kemudian tak mampu mempraktekannya..
bukankah manusia adalah makhluk yang mulia, kaum yang berakal?
Menikah adalah Solusi terbaik.. melalui proses yang Berkah, Cara yang Berkah, dan untuk menggapai Ridha Allah.. Indah Bukan? :)
END.
Selasa, 14 Oktober 2014
Titik Balik Menuju Kemenangan Dakwah Kampus
By Unknown22.18Dakwah Kampus, Islam For World, Mohamad Khaidir, Tarbiyah Tsaqofiyah, Taujih Thulaby, TausyiahNo comments
dakwatuna.com – Tadulako Madani bukan hanya mimpi, Tadulako Madani bukan hanya mimpi, Tadulako Madani bukan hanya mimpi. Kalau dulu jargon tersebut sering terdengar sayup-sayup dengan nada ucapan yang pesimis sekarang sedikit berbeda. Sekarang jargon tersebut sering terlihat di akun-akun sosial media para aktifis dakwah kampus. Dengan nada ucapan yang optimisme berseru tentang jargon yang menggambarkan visi mulia dakwah kampus yang visioner. Dengan nada ucapan yang optimis berseru tentang jargon ini seakan-akan mimpi tersebut dalam waktu yang tak lama lagi akan segera diwujudkan. Dengan semangat ciri khas pemuda, menyerukan jargon ini melalui tulisan, status di facebook, kicauan di twitter, harapan tentang terwujudnya peradaban kampus yang madani.
Penulis ingin sedikit bercerita tentang mengapa harus menjadikan lima kata yang tampaknya sederhana ini bertransformasi menjadi sebuah jargon yang visioner. Kurang lebih sekitar empat tahun yang lalu, di tahun 2010, pada momen Forum Silaturrahim Lembaga Dakwah Kampus Nasional Ke-15 (FSLDKN XV) bertempat di Universitas Pattimura Ambon. Ratusan Aktifis Dakwah Kampus (ADK) berkumpul pada momen dua tahunan ini. Kami serombongan ADK dari UniversitasTadulako Sulawesi Tengah bertolak dari Bandara Sultan Hasanuddin Makassar menuju Kota Ambon. Dengan gagah memakai almamater berwarna biru, dan dengan perasaan kagum bercampur senang kami pun mendarat di Kota Ambon dengan selamat. Sebelum mendarat, sempat terjadi perbincangan akrab antara kami dengan seorang pramugara yang sangat supel. Pramugara tersebut memulai perbincangan tentang status kami sebagai mahasiswa dan seputar dunia pekerjaan.
Mendarat dengan selamat di Kota Ambon, kami disambut oleh beberapa ikhwah yang merupakan panitia FSLDKN XV. Jabat tangan yang erat dan pelukan hangat dari para panitia membuat kami sedikit tersentuh dengan penyambutan mereka di Bandara. Betapa indahnya mempunyai saudara di Kota Ambon, saudara yang terikat atas aqidah, kami saudara senasab dengan Islam sebagai ayah dan Iman sebagai ibu, dipersaudarakan dalam rahim Iman. Sahabat seperjuangan kami di Indonesia Timur yang juga berstatus sebagai pejuang dakwah kampus. Betapa bahagia saat itu para pejuang dakwah kampus hampir dari seluruh Indonesia berkumpul untuk bersilaturrahim, menyelaraskan gerak, menyatukan visi mulia tentang perbaikan bangsa dan negeri ini, perbaikan umat, dimulai dari Kampus. Mengapa harus kampus? Karena dari kampus lah lahir kader-kader potensial yang kelak akan memimpin perubahan di negeri ini, karena dari kampus lah terbina kaum intelektual yang kelak akan mengambil peran-peran penting dan posisi strategis di negeri tercinta ini. Dengan sarana dakwah kampus ini para aktifis ini ingin agar Indonesia kelak akan menjadi negara yang maju, diawali dengan perbaikan perilaku dan pendidikan karakter. Hal ini tercermin dalam tagline sederhana yang tercantum dalam stiker FSLDKN XV, “Indonesia Madani Bukan Hanya Mimpi.” Berangkat dari tagline sederhana inilah muncul ide untuk memulainya dari apa yang bisa dijangkau oleh para mahasiswa Universitas Tadulako Sulawesi Tengah ini. Yang bisa dan prioritas untuk dijangkau adalah Universitas Tadulako, “Tadulako Madani Bukan Hanya Mimpi” menjadi rangkaian kata yang menjadi pilihan kami untuk dibawa pulang ke Sulawesi nanti.
Lanjut kisah, Posisi Universitas Pattimura Ambon lumayan jauh dari bandar udaranya, oleh panitia FSLDKN XV telah disediakan bus untuk mengantar kami menuju Universitas Pattimura. Kami sempat keheranan ketika memasuki Kota Ambon banyak bendera-bendera yang berkibar di rumah-rumah dan di jalan-jalan. Yang membuat kami keheranan adalah bendera-bendera yang berkibar bukan hanya bendera merah putih, bendera-bendera bangsa lain pun turut berkibar. Sejenak penulis mencoba berpikir, ternyata benar saat itu sedang musim piala dunia, euforia piala dunialah yang membuat suasananya semakin semarak dengan bendera-bendera tim jagoan masing-masing. Masing-masing mengibarkan bendera negara yang dijagokannya untuk memenangkan piala dunia, perhelatan turnamen sepakbola sedunia empat tahun sekali. Terkadang dalam pikiran penulis terbersit sebuah renungan, mengapa orang-orang lebih senang mengorbankan waktu tidurnya untuk menonton tim kesayangannya daripada shalat malam, mengingat Allah, dan melakukan kegiatan lain yang lebih bermanfaat.
Alhamdulillah serentak kami berucap, akhirnya tiba juga di Universitas Negeri kebanggaan Kota Ambon, Universitas kebanggaan Indonesia Timur, Universitas Pattimura. Nama salah seorang pejuang kemerdekaan dari Indonesia Timur yang mengharumkan nama bangsanya dengan kesungguhan perjuangan dan upaya untuk bebas dari cengkraman penjajah. Tepat kami tiba di depan sebuah bangunan sederhana yang masih sebaris dengan Fakultas Ekonomi Universitas Pattimura, Mushalla Kampus Al-Ikhwan. Di lantai atas kami meletakkan barang-barang kami sembari panitia mendata peserta yang akan melakukan registrasi. Panitia juga terlihat sibuk kontak-kontakkan dalam rangka mempersiapkan tempat menginap buat para peserta FSLDKN XV atau sebutan lazimnya FSNas.
Inilah acara berskala nasional yang pertama kali penulis ikuti. Banyak hikmah dan pelajaran yang dapat diambil dari setiap detail kisah ini, hanya saja untuk tulisan kali ini penulis belum ingin menceritakan semuanya. Namun ada satu hal penting yang semoga menginspirasi, ternyata acara ini merupakan momentum titik balik bagi penulis pribadi. Untuk pertama kalinya menghadiri forum silaturrahim para pejuang dakwah kampus seluruh Indonesia, dan acara FSNas ini menjadi titik balik bagi penulis pribadi yang di masa lalu adalah orang yang tak pernah mempedulikan persoalan agama, pergerakan dakwah, dan problematika ummat. Dari acara inilah hati nurani tergerak di titik balik, untuk berkontribusi bagi dakwah, memecah kebodohan umat yang masih senang mengambil pedoman hidup yang lain selain Islam.
Berbicara mengenai titik balik, sebuah kisah monumental tentang titik balik tertulis indah dalam lembaran sirah Rasulullah SAW. Sebuah kejadian penting yang menjadi titik balik bagi kaum muslimin pada masa itu, untuk meningkatkan jumlah mereka, beribadah kepada Allah dengan bebas dan merdeka, berlepas diri dari segala intimidasi para petinggi Kaum Kafir Quraisy. Baiatul Aqabah yang pertama menjadi titik balik kegemilangan dan kemenangan kaum muslimin di masa-masa mendatang. Pada Baiatul Aqabah yang pertama, Sekelompok orang-orang dari Yastrib berbaiat kepada Rasulullah SAW untuk tidak menyekutukan Allah, tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh, anak-anaknya, tidak akan berbuat dusta yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki mereka (mengadakan pengakuan-pengakuan palsu mengenai hubungan pria dan wanita) dan tidak akan mendurhakai Rasulullah SAW dalam urusan yang baik.
Setelah rombongan ini usai berbaiat, mereka kembali ke Yastrib. Rasulullah SAW menyertakan duta dakwah bersama mereka, yakni Mush’ab bin Umair untuk mengajak beriman kepada orang yang belum beriman, mengajar kepada orang-orang yang sudah beriman, mendalami agama, dan membacakan Al-Quran. Di Madinah, Mush’ab bin Umair menjadi tamu As’ad bin Zararah yang membantunya berdakwah. Upaya dakwah Mush’ab membuahkan hasil, di antaranya adalah masuk islamnya Sa’d bin Mu’adz dan Usaid bin Hudhair yang merupakan dua tokoh penting di Yastrib. Meskipun pada awalnya Sa’d bin Mu’adz dan Usaid bin Hudhair membentak dan mencela Mush’ab dengan kata-kata yang kurang mengenakkan. Dan pada akhirnya atas hidayah Allah, keteladanan dan kesabaran Mush’ab, lemah lembut lagi berkasih sayang dalam berdakwah, mampu menggugah Sa’d bin Mu’adz dan Usaid bin Hudhair untuk memeluk Islam. Dengan keislaman kedua orang ini, seluruh penduduk Bani Abdul Asyhal pun masuk Islam. Sehingga tidak ada satupun rumah orang Anshar kecuali di sana telah ada lelaki dan wanita yang telah masuk Islam. Setahun kemudian terjadilah peristiwa Baiatul Aqabah kedua yang semakin memperkuat posisi kaum Muslimin menuju kemenangan dakwah.
Titik balik yang terjadi pada seseorang pada umumnya merupakan momentum bersejarah bagi dirinya sendiri. Di mana ia akan bersedia untuk berubah, bertransformasi untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Maka ketika engkau dikala futur, ingat-ingatlah kembali momentum titik balik di dalam kehidupanmu, agar engkau semakin cenderung pada kebaikan dan termotivasi agar menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Bagi yang belum berkesempatan mengecap momentum titik balik di dalam hidupnya, banyak-banyaklah ber-istighfar dan meminta kepada Allah agar suatu saat akan memasuki titik balik di dalam hidupnya, berdoalah kepada Allah agar momentum bersejarah dalam hidup itu dipercepat kedatangannya, karena penyesalan selalu terjadi belakangan.
Tentang dakwah kampus, penulis pernah menjadi orang yang paling sering membantah senior-senior, padahal itu adalah kesalahan yang fatal dan hanya menimbulkan banyak kerugian serta memperlambat gerak. Dalam beberapa momen penulis pernah sering terpukau dengan retorika dan kepandaian seseorang dalam berbicara, padahal yang paling penting adalah track record orang tersebut, apakah sudah menjadi teladan sebelum berucap. Karena Dakwah bil hal lebih utama dari Dakwah bil lisan. Ketika meretas kembali jejak dakwah kampus, penulis pernah menjadi orang yang bergerak atas intuisi dan inisiatif sendiri, padahal Intervensi dan arahan senior-senior dalam hal kaderisasi masih sangat dibutuhkan, Karena Dakwah Kampus adalah tentang pewarisan Visi dan Misi.
Terkhusus bagi para pejuang dakwah kampus, berusahalah untuk senantiasa istiqamah di jalan dakwah ini, agar semakin menginspirasi dan memotivasimu, ingat-ingatlah kembali momentum titik balik di dalam hidupmu yang memberi pesan bahwa betapa Allah SWT masih amat sangat menyayangi dirimu. Mungkin dulu engkau adalah sang inisiator dosa dan maksiat, sampai engkau tersentuh oleh dakwah kampus Allah SWT berkehendak mengubah hidupmu agar lebih bermanfaat. Lihatlah di sekitarmu, mungkin saja begitu banyak orang-orang yang memilih untuk tak bergabung, begitu banyak orang-orang yang berguguran di jalan dakwah, ambil pelajaran dari fenomena itu. Luruskan niat dan capai kemenangan dakwah kampus secara berjamaah. Titik balikku adalah dakwah kampus, menuju kemenangan dakwah kampus, menuju kampus madani.
Sumber: http://www.dakwatuna.com/2014/10/14/58330/titik-balik-menuju-kemenangan-dakwah-kampus/#ixzz3GBhqptqj
Follow us: @dakwatuna on Twitter | dakwatunacom on Facebook
Hei Kalian.. Tertawalah!!
Palu, 13 Oktober 2014
Kultwit dari Akun Twitter @Khaidir_
Teruslah tertawa dengan terbahak-bahak!! Teruslah tertawa dengan cekikikan!! Semoga Allah mengampunimu!!
Sekarang, apa bedanya komunitas kalian dengan komunitas sebelah yang hobinya suka menggibah?! Tak ada bedanya bukan?!
Sekarang pun, kalian ingin mengaku bahwa kalian beda dan kalian lebih paham?! Tapi pada tataran prakteknya tak ada bukti!
Untuk sementara saya memilih berdiam diri dan bersabar dulu, manisnya buah kesabaran masih amat sangat saya yakini..
Teruslah menertawakan dibelakang punggung!! Teruslah menertawakan tanpa berpikir tentang akibat buruknya!! Ada yang salah sepertinya..
Awalnya saya mengira kepatuhan tersebut benar-benar tulus dan murni, perlahan saya mulai mengetahui tentang keburukan! Seperti kutukan!!
Apa pola pikir kalian benar-benar telah rusak?! Tak mampu membendungnya sehingga sebagian besarnya tumpah ruah?! Tak berpikir mengenai hati?
Tertawalah kalau itu bisa memuaskan kalian!! Terus saja tertawa disertai kebanggaan! Bahwa kalianlah yang terbaik dalam segala hal!
Mungkin merasa lebih baik daripada yang ditertawakan?! Atau mungkin ingin membangkang?! Kenapa tak sekalian saja terang-terangan?!
Puaskan diri kalian dengan terus tertawa seperti mengejek! Barangkali itu kalian anggap lebih produktif?! Sampai saat ini..
Inikah keadaan kalian sebenarnya?! Sungguh kecelakaan yang sangat besar!! Sekalian saja menolak semua instruksi dan permintaan!
Kalau dengan menolak itu bisa membungkam tawa hina kalian, lakukan saja! Lakukan sekarang juga!! Siapa yang mungkin akan peduli?!
Setiap Manusia memimpin atas dirinya sendiri, yang dianggap mampu akan memimpin manusia-manusia yang lain..
Nampaknya tawa kalian semakin lebar saja!! Tak memikirkan dampak buruknya! Saya memutuskan untuk belum mengambil langkah!!
Sampai mendapat pembenaran atas apa yang akan dilakukan, langkah ini akan saya ambil!! Lebih baik memang harus diberi shock theraphy!
Teruslah memandang rendah orang-orang dengan tawa hina dina kalian!! Tampaknya ini akan menjadi benturan besar!!
Dentuman besar tak akan bisa dihindari lagi! Teruslah tertawa sambil berhenti bekerja dan bergerak, karena tawa hina kalian itu baik!
Tawa hina kalian itu suatu saat akan terhenti! Entah saya yang menghentikan, atau Allah yang akan menghentikannya!!
Tak elok rasanya ingin berucap, "Semoga Allah menghancurkan kalian!!". Ada apa dengan kalian ini hah?!!
Terus saja lakukan itu!! Sampai Allah mengadili kalian dengan seadil-adil dan sebaik-baiknya pengadilan!!
END.
Kultwit dari Akun Twitter @Khaidir_
Teruslah tertawa dengan terbahak-bahak!! Teruslah tertawa dengan cekikikan!! Semoga Allah mengampunimu!!
Sekarang, apa bedanya komunitas kalian dengan komunitas sebelah yang hobinya suka menggibah?! Tak ada bedanya bukan?!
Sekarang pun, kalian ingin mengaku bahwa kalian beda dan kalian lebih paham?! Tapi pada tataran prakteknya tak ada bukti!
Untuk sementara saya memilih berdiam diri dan bersabar dulu, manisnya buah kesabaran masih amat sangat saya yakini..
Teruslah menertawakan dibelakang punggung!! Teruslah menertawakan tanpa berpikir tentang akibat buruknya!! Ada yang salah sepertinya..
Awalnya saya mengira kepatuhan tersebut benar-benar tulus dan murni, perlahan saya mulai mengetahui tentang keburukan! Seperti kutukan!!
Apa pola pikir kalian benar-benar telah rusak?! Tak mampu membendungnya sehingga sebagian besarnya tumpah ruah?! Tak berpikir mengenai hati?
Tertawalah kalau itu bisa memuaskan kalian!! Terus saja tertawa disertai kebanggaan! Bahwa kalianlah yang terbaik dalam segala hal!
Mungkin merasa lebih baik daripada yang ditertawakan?! Atau mungkin ingin membangkang?! Kenapa tak sekalian saja terang-terangan?!
Puaskan diri kalian dengan terus tertawa seperti mengejek! Barangkali itu kalian anggap lebih produktif?! Sampai saat ini..
Inikah keadaan kalian sebenarnya?! Sungguh kecelakaan yang sangat besar!! Sekalian saja menolak semua instruksi dan permintaan!
Kalau dengan menolak itu bisa membungkam tawa hina kalian, lakukan saja! Lakukan sekarang juga!! Siapa yang mungkin akan peduli?!
Setiap Manusia memimpin atas dirinya sendiri, yang dianggap mampu akan memimpin manusia-manusia yang lain..
Nampaknya tawa kalian semakin lebar saja!! Tak memikirkan dampak buruknya! Saya memutuskan untuk belum mengambil langkah!!
Sampai mendapat pembenaran atas apa yang akan dilakukan, langkah ini akan saya ambil!! Lebih baik memang harus diberi shock theraphy!
Teruslah memandang rendah orang-orang dengan tawa hina dina kalian!! Tampaknya ini akan menjadi benturan besar!!
Dentuman besar tak akan bisa dihindari lagi! Teruslah tertawa sambil berhenti bekerja dan bergerak, karena tawa hina kalian itu baik!
Tawa hina kalian itu suatu saat akan terhenti! Entah saya yang menghentikan, atau Allah yang akan menghentikannya!!
Tak elok rasanya ingin berucap, "Semoga Allah menghancurkan kalian!!". Ada apa dengan kalian ini hah?!!
Terus saja lakukan itu!! Sampai Allah mengadili kalian dengan seadil-adil dan sebaik-baiknya pengadilan!!
END.
Jumat, 10 Oktober 2014
Bukalah Gembok Hatimu!
Palu, Disepertiga Malam, 15 September 2014
Oleh : Mohamad Khaidir, S.E.
Oleh : Mohamad Khaidir, S.E.
dakwatuna.com - Nikmat yang begitu besar karunia
dari Allah SWT, memberikan nikmat waktu. Waktu yang mempunyai
perhitungan dan bilangan, waktu yang terus berjalan mengiringi kita
semua, waktu yang oleh manusia banyak disia-siakan dengan hal-hal tak
bermanfaat, waktu yang oleh manusia digunakan untuk bermaksiat dan
berbuat dosa, menyalahi tujuan hidup sebenarnya, tidak mempedulikan
eksistensi sebenarnya tentang penciptaan manusia yang seharusnya tunduk,
patuh, serta beribadah kepada Allah SWT. Begitulah manusia dengan dua
kecenderungannya, alangkah beruntungnya hati mereka yang cenderung
kepada ketakwaan dan ketaatan dan alangkah celakanya hati mereka yang
cenderung kepada kemaksiatan dan kesia-siaan. Maka nikmat Tuhan kamu manakah yang kamu dustakan?
Bulan
adalah nikmat Allah yang luar biasa yang senantiasa mengitari bumi.
Bumi yang dihuni oleh makhluk ciptaan Allah yang di antaranya adalah
manusia. Bumi juga merupakan makhluk Allah di antara sekian banyak
planet di galaksi bima sakti. Bumi adalah salah satu planet yang
menghuni galaksi bima sakti, yang ukurannya tak sebesar Neptunus dan
Uranus. Bumi yang ukurannya begitu kecil bila dibandingkan dengan
Saturnus dan Jupiter. Alangkah indahnya Jupiter dengan ukurannya yang
besar dan memiliki cincin. Tetapi Bumi tempat tinggal manusia tak pantas
untuk berbangga diri karena ukurannya sangat kecil bila dibandingkan
dengan Jupiter. Jupiter dengan cincinnya yang begitu indah juga tak
pantas berbangga diri karena ukurannya tidaklah seberapa bila
dibandingkan dengan Matahari, pusat galaksi bima sakti. Matahari sebagai
pusat galaksi bima sakti pun tak pantas berbangga karena statusnya
sebagai pusat galaksi bima sakti, ternyata bintang Prosion dan Sirius
besarnya dua kali lipat ukuran Matahari. Matahari tak patut berbangga
diri karena ternyata ada bintang yang besarnya dua belas (12) kali lipat
ukuran matahari, yaitu Capella. Matahari tak patut berbangga diri
karena bintang Arcturus besarnya dua puluh empat (24) kali lipat ukuran
Matahari. Matahari tak patut berbangga diri karena ukuran bintang
Aldebaran empat puluh lima (45) kali lipat ukuran Matahari dan bintang
Betelgeuse yang ukurannya dua ratus tiga puluh (230) kali lipat ukuran
Matahari. Sejauh apa Matahari bisa menyombongkan diri sementara ada
bintang Antares yang ukurannya lima ratus lima puluh (550) kali lipat
ukuran Matahari. Sampai saat ini Antares adalah bintang ke-15 yang
paling terang di angkasa. Jaraknya lebih dari 1000 tahun cahaya dari
bumi, yang dalam skala Antares, Matahari sebagai pusat galaksi bima
sakti hanya sebesar debu. Antares hanyalah salah satu bintang yang ada
dari sekian banyak bintang yang sampai saat ini belum diketahui
jumlahnya saking banyaknya.
Lantas mengapa manusia masih ingin
berbangga diri dengan apa yang dimilikinya sekarang di muka bumi ini?
Lantas mengapa masih ada manusia yang menyombongkan diri dengan harta,
keindahan fisiknya, kecerdasannya? Padahal Matahari sebagai pusat
galaksi bima sakti hanyalah sebesar debu bila dibandingkan dengan
bintang Antares, bintang ke-15 yang paling terang di angkasa. Masihkah
manusia ingin berbangga diri dan menyombongkan dirinya hanya dengan
nikmat-nikmat pemberian Allah SWT? Lantas setelah itu dengan congkaknya
melupakan Allah SWT Sang Pemberi Nikmat. Padahal kata Ustadz Muhammad
Ali Lamu, Lc ., nikmat dari Allah SWT tak akan bisa dihitung
kuantitasnya dan tak akan sanggup diukur kualitasnya. Kuantitas dan
Kualitas nikmat yang tak akan sanggup dihitung dan diukur oleh
sekelompok manusia sekalipun manusia yang dikumpulkan adalah
manusia-manusia cerdas di bidang matematika dan fisika. Maka nikmat
Tuhan kamu manakah yang kamu dustakan?
Sesungguhnya inilah
kecelakaan besar bagi manusia yang hatinya lalai dari Allah SWT. Inilah
musibah besar saat lebih mengutamakan segala nikmat duniawi dari pada
mempersiapkan bekal menuju akhirat kelak. Barangkali ini adalah
persoalan hati, hati yang mungkin sedang digembok oleh hal-hal yang
bersifat keduniaan sehingga lalai dari Allah SWT. Hal ini pun bisa
terjadi pada orang-orang yang sering membaca Al-Quran namun sulit untuk
memahami dan meresapi isi dan hikmah yang terkandung dalam Al-Quran.
Gembok
hati, bisa jadi ia berupa kemaksiatan yang dilakukan oleh manusia.
Kemaksiatan yang sebenarnya telah diketahui manusia sebagai sebuah
kemaksiatan, namun karena kemaksiatan tersebut telah menggembok hati dan
telah menjadi pola pikirnya, kemaksiatan tersebut terus dilakukan.
Apakah aliran darah tak mampu membendung kemaksiatan tersebut? Bagaimana
bisa, sedangkan darah yang mengalir adalah hasil dari mengkonsumsi
makanan-makanan yang haram. Atau bisa jadi makanan tersebut halal, namun
berasal dari transaksi yang bersifat riba. Jangan heran bila tubuh ini
terus melakukan kemaksiatan.
Barangkali gembok hati ini terbentuk
dari aktivitas keduniaan yang melalaikan manusia dari mengingat Allah
SWT. Bisa jadi aktivitas tersebut adalah kegiatan-kegiatan di kantor, di
sekolah, di tempat-tempat umum, di pusat-pusat perbelanjaan, dan di
berbagai tempat lainnya. Marilah kita semua (termasuk penulis) sejenak
mentadabburi Al-Quran Surah Al-Mujadalah yang bercerita tentang ucapan
perempuan yang mengajukan gugatan kepada Nabi Muhammad SAW tentang
suaminya. Urusan suami istri adalah urusan yang terjadi di dalam kamar.
Betapa komprehensifnya Islam mengatur urusan sederhana yang terjadi di
dalam kamar. Urusan sederhana yang termasuk urusan kecil, urusan
kecilpun ada panduannya di dalam agama Islam. Kata Ustadz Muhammad Ali
Lamu, Lc., urusan kecilpun juga akan berpengaruh terhadap urusan-urusan
besar. Makanya kemudian Islam mengatur dari urusan kamar sampai urusan
parlemen.
Bisa jadi gembok hati itu mewujud dalam kesulitan,
kesulitan untuk menangis mengingat azab Allah, Kesulitan untuk
menitikkan air mata ketika shalat, Kesulitan untuk menjadi sedih
mendengar pedihnya siksaan neraka. Kepada diri penulis pribadi dan para
pembaca Dakwatuna yang dirahmati Allah SWT., marilah kita berusaha
sekuat tenaga untuk membuka gembok yang selama ini mengunci hati kita.
Percayalah dengan sepenuh kepercayaan bahwa yang membolak-balikkan hati
adalah Allah SWT. Namun kita perlu berusaha agar hati ini terkondisikan
untuk banyak-banyak mengingat Allah SWT. Barangkali dalam shalat kita
masih sukar untuk mengkondisikan hati agar menjadi khusyuk, marilah
bersama-sama kita pacu keinginan kita agar dapat membuka segala gembok
yang telah mengunci hati. Gembok hati ini mungkin begitu sukar dilepas
karena rasa cinta terhadap dunia yang berlebihan, tetapi optimislah
dapat membuka gembok hati ini. Agar hati ini tak lagi terpaut pada
nilai-nilai hampa nikmat di dunia, agar hati ini menjadi panutan pikiran
dan raga. Untuk hati yang sedang tergembok, bukalah gembok itu sekuat
tenaga, agar gembok hati tak lagi mengekang hati yang ingin mencinta
Allah SWT. Betapa cemburunya Allah SWT mendapati hati yang tak dekat
dengan-Nya. Betapa cemburunya Allah SWT menyaksikkan hati yang tak
mencinta sarana-sarana untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Betapa
cemburunya Allah SWT mengetahui hati tak lagi berpaut untuk cinta
kepada-Nya karena gembok hati. Bukalah gembok hatimu!
Kamis, 02 Oktober 2014
Memaknai Nilai Ketauhidan Dari Hal Yang Sederhana
Kultwit dari Akun Twitter @Khaidir_
Palu, 1 Oktober 2014
Menyibak Jenggala Kesemuan, rasa-rasanya saya harus membaca lagi tulisan ini, agar terbarukan semangat yang pernah hilang..
Semangat untuk meninggalkan nilai-nilai kesemuan, yang saya pun sering terlena didalamnya..
Kesemuan yang berujung pada kesia-siaan, banyak orang yang menyadari ini, tetapi terus mengejarnya, termasuk saya pribadi..
Sering saya terlena dalam kesemuan ini, kesemuan yang muncul dalam lintasan pikiran..
Rasa-rasanya ingin segera bebas, tapi sulit.. Karena Manusia di ciptakan dengan 2 kecenderungan,
2 kecenderungan itu adalah "fujuurahaa wa taqwaahaa.."
Sampai obrolan dengan salah seorang Senior yang paling saya segani ucapan dan perbuatannya, mampu menggugah saya..
Obrolan ringan sambil mengendarai motor, setelah menemani adik-adik MTSN Model di Ngatabaru..
Obrolan yang sangat ringan dan sederhana, tapi banyak hikmah didalamnya..
Obrolan yang tak muluk-muluk, tak banyak istilah-istilah ilmiah yang membuat kita harus membuat kamus bahasa Indonesia..
Terinspirasi oleh Kajian di Masjid Istiqlal Jakarta, yang diisi oleh K.H.Abdullah Gymnastiar, atau sering disapa AA Gym.. :)
Betapa sering kita ini menghilangkan dan melupakan Nilai-nilai Ketauhidan dalam hidup kita.. Bahkan untuk hal-hal yang sangat sederhana..
Padahal Allah SWT memiliki peran yang sangat Intens dalam setiap perjalanan Kehidupan HambaNya..
Sering kita tak menyadari dan memahami bagaimana proses mata kita melihat..
Proses yang terlihat sederhana padahal begitu rumit dan Allah yang memastikan keberlangsungan proses itu..
Bagaimana mata kita melihat adalah sebuah proses yang cukup panjang, dari masuknya pencahayaan ke retina..
..Sampai berbagai macam organ dalam mata merespon cahaya tersebut dan menghantarkan respon tersebut ke saraf mata hingga ke otak..
Dan proses tersebut hanya terjadi dalam sepersekian detik sehingga mata kita bisa menangkap objek didepannya..
Proses yang berlangsung amat sangat cepat dan tak ada kesalahan sedikitpun dari organ-organ dalam berkoordinasi..
Tahukah kita Siapa yang senantiasa menjaga proses tersebut tanpa cacat dan kurang sesuatu apapun?
Allah SWT yang menjaga proses melihat berlangsung tanpa kurang suatu apapun..
Begitupun proses mendengar, bergerak, merasa, dan proses lainnya yang terjadi dalam tubuh kita.. Allah-lah yang menjaga keberlangsungannya..
Sayangnya kebanyakan manusia tak menyadari peran Allah dalam kehidupannya.. "Qaliilammaa tasykuruun.."
Nilai-nilai Ketauhidan seakan-akan hilang dalam keseharian manusia..
Dalam proses yang lebih rumit pun Allah masih berkenan menjaga keberlangsungannya, meskipun banyak manusia yang lupa..
Banyak manusia yang tak bersyukur.. Seperti proses datangnya Rezeki dan proses pencarian Jodoh..
Proses manusia mendapatkan rezeki sering dianggap remeh dan melupakan nilai-nilai ketauhidan, melupakan peran Allah..
Padahal rezeki itu Allah yang mengatur, tak ada kekuatan apapun yang sanggup mengatur ini melainkan kehendak Allah SWT.
Betapa banyaknya manusia yang bekerja banting tulang luar biasa, namun Allah-lah yang menentukan hasilnya..
Berapa banyak manusia yang masih menjadi pengangguran, tetapi Allah tetap memberikan rezeki kepadanya..
Berapa banyak manusia berusaha mati-matian menjemput rezeki, namun Allah-lah yang mengatur jumlah rezekinya..
Begitupun dlm proses pencarian jodoh, begitu banyak manusia yang takut tak mendapatkan jodoh lalu berusaha sekuat tenaga untuk mendapakannya
Berusaha sekuat tenaga mencari jodoh dan melupakan peran Allah yang Maha Berkehendak dan Maha Mengatur Segalanya..
Kalau dari proses yang terjadi dalam tubuh kita saja Allah mengatur, maka pantaskah kita tak melekatkan nilai-nilai ketauhidan?
Pantaskah kita tak melekatkan nilai-nilai ketauhidan dalam setiap jengkal tubuh kita?!
Nilai-nilai Tauhid seharusnya melekat dalam setiap jengkal tubuh kita, Mata yang senantiasa bertakwa kepada Allah SWT.
..Yaitu mata yang senantiasa menahan pandangan terhadap hal-hal yang dilarang oleh Syari'at..
Telinga yang bertakwa kepada Allah SWT. Yaitu telinga yang hanya mendengar hal-hal yang baik..
Dalam proses menjemput rezeki dan pencarian jodohpun kita harus senantiasa menyadari peran Allah, melekatkan nilai ketauhidan..
Agar rezeki semakin berkah, karena dibarengi dengan nilai-nilai Ketauhidan..
Agar mendapatkan Jodoh yang diRidhai Allah SWT karena melalui proses dan sarana yang diberkahi Allah SWT. :)
END.
Palu, 1 Oktober 2014
Menyibak Jenggala Kesemuan, rasa-rasanya saya harus membaca lagi tulisan ini, agar terbarukan semangat yang pernah hilang..
Semangat untuk meninggalkan nilai-nilai kesemuan, yang saya pun sering terlena didalamnya..
Kesemuan yang berujung pada kesia-siaan, banyak orang yang menyadari ini, tetapi terus mengejarnya, termasuk saya pribadi..
Sering saya terlena dalam kesemuan ini, kesemuan yang muncul dalam lintasan pikiran..
Rasa-rasanya ingin segera bebas, tapi sulit.. Karena Manusia di ciptakan dengan 2 kecenderungan,
2 kecenderungan itu adalah "fujuurahaa wa taqwaahaa.."
Sampai obrolan dengan salah seorang Senior yang paling saya segani ucapan dan perbuatannya, mampu menggugah saya..
Obrolan ringan sambil mengendarai motor, setelah menemani adik-adik MTSN Model di Ngatabaru..
Obrolan yang sangat ringan dan sederhana, tapi banyak hikmah didalamnya..
Obrolan yang tak muluk-muluk, tak banyak istilah-istilah ilmiah yang membuat kita harus membuat kamus bahasa Indonesia..
Terinspirasi oleh Kajian di Masjid Istiqlal Jakarta, yang diisi oleh K.H.Abdullah Gymnastiar, atau sering disapa AA Gym.. :)
Betapa sering kita ini menghilangkan dan melupakan Nilai-nilai Ketauhidan dalam hidup kita.. Bahkan untuk hal-hal yang sangat sederhana..
Padahal Allah SWT memiliki peran yang sangat Intens dalam setiap perjalanan Kehidupan HambaNya..
Sering kita tak menyadari dan memahami bagaimana proses mata kita melihat..
Proses yang terlihat sederhana padahal begitu rumit dan Allah yang memastikan keberlangsungan proses itu..
Bagaimana mata kita melihat adalah sebuah proses yang cukup panjang, dari masuknya pencahayaan ke retina..
..Sampai berbagai macam organ dalam mata merespon cahaya tersebut dan menghantarkan respon tersebut ke saraf mata hingga ke otak..
Dan proses tersebut hanya terjadi dalam sepersekian detik sehingga mata kita bisa menangkap objek didepannya..
Proses yang berlangsung amat sangat cepat dan tak ada kesalahan sedikitpun dari organ-organ dalam berkoordinasi..
Tahukah kita Siapa yang senantiasa menjaga proses tersebut tanpa cacat dan kurang sesuatu apapun?
Allah SWT yang menjaga proses melihat berlangsung tanpa kurang suatu apapun..
Begitupun proses mendengar, bergerak, merasa, dan proses lainnya yang terjadi dalam tubuh kita.. Allah-lah yang menjaga keberlangsungannya..
Sayangnya kebanyakan manusia tak menyadari peran Allah dalam kehidupannya.. "Qaliilammaa tasykuruun.."
Nilai-nilai Ketauhidan seakan-akan hilang dalam keseharian manusia..
Dalam proses yang lebih rumit pun Allah masih berkenan menjaga keberlangsungannya, meskipun banyak manusia yang lupa..
Banyak manusia yang tak bersyukur.. Seperti proses datangnya Rezeki dan proses pencarian Jodoh..
Proses manusia mendapatkan rezeki sering dianggap remeh dan melupakan nilai-nilai ketauhidan, melupakan peran Allah..
Padahal rezeki itu Allah yang mengatur, tak ada kekuatan apapun yang sanggup mengatur ini melainkan kehendak Allah SWT.
Betapa banyaknya manusia yang bekerja banting tulang luar biasa, namun Allah-lah yang menentukan hasilnya..
Berapa banyak manusia yang masih menjadi pengangguran, tetapi Allah tetap memberikan rezeki kepadanya..
Berapa banyak manusia berusaha mati-matian menjemput rezeki, namun Allah-lah yang mengatur jumlah rezekinya..
Begitupun dlm proses pencarian jodoh, begitu banyak manusia yang takut tak mendapatkan jodoh lalu berusaha sekuat tenaga untuk mendapakannya
Berusaha sekuat tenaga mencari jodoh dan melupakan peran Allah yang Maha Berkehendak dan Maha Mengatur Segalanya..
Kalau dari proses yang terjadi dalam tubuh kita saja Allah mengatur, maka pantaskah kita tak melekatkan nilai-nilai ketauhidan?
Pantaskah kita tak melekatkan nilai-nilai ketauhidan dalam setiap jengkal tubuh kita?!
Nilai-nilai Tauhid seharusnya melekat dalam setiap jengkal tubuh kita, Mata yang senantiasa bertakwa kepada Allah SWT.
..Yaitu mata yang senantiasa menahan pandangan terhadap hal-hal yang dilarang oleh Syari'at..
Telinga yang bertakwa kepada Allah SWT. Yaitu telinga yang hanya mendengar hal-hal yang baik..
Dalam proses menjemput rezeki dan pencarian jodohpun kita harus senantiasa menyadari peran Allah, melekatkan nilai ketauhidan..
Agar rezeki semakin berkah, karena dibarengi dengan nilai-nilai Ketauhidan..
Agar mendapatkan Jodoh yang diRidhai Allah SWT karena melalui proses dan sarana yang diberkahi Allah SWT. :)
END.
Karena Dakwah Ini Tentang Karakter
By Unknown03.47Islam For World, Mohamad Khaidir, Tarbiyah Tsaqofiyah, Taujih Thulaby, TausyiahNo comments
Palu, 13 September 2014
Oleh : Mohamad Khaidir, S.E.
Oleh : Mohamad Khaidir, S.E.
dakwatuna.com - Padi adalah tumbuhan dengan nama latin Oryza Sativa,
tumbuhan yang memiliki begitu banyak manfaat bagi manusia. Bahkan di
Indonesia dijadikan sebagai bahan pokok makanan yang tak dapat
dipisahkan dengan jenis makanan apapun. Padi dengan filosofinya semakin
berisi semakin merunduk, memberi banyak pelajaran pada kita semua. Sawah
yang begitu banyak menghamparkan tanaman padi ini terlihat hijau dari
kejauhan. Tanaman padi yang begitu banyak terhampar di sawah ini dengan
filosofinya semakin berisi semakin merunduk, menyajikan pemandangan yang
menarik tentang tanaman padi akan tetap hidup bila terus bersama
tanaman padi lainnya. Tanaman padi ini akan tetap dengan filosofinya
semakin berisi semakin merunduk. Hampir tidak ada kita menemukan tanaman
padi yang tumbuh sendiri, subur seorang diri. Begitulah lingkungan
sawah yang terus akan menjaga kesuburan tanaman padi, meskipun kita juga
akan menemukan tanaman padi yang gagal panen. Begitulah lingkungan
mempengaruhi tumbuh kembang padi.
Pemandangan yang cukup aneh
disaksikan oleh penulis beberapa hari sebelum membuat tulisan ini di
kecamatan Palu Barat, Kota Palu. Tepatnya di sebuah pos ronda dekat
sekolah luar biasa. Anak-anak yang kira-kira seumuran anak-anak sekolah
dasar pada umumnya sedang bercengkrama di pos ronda tersebut sambil
sesekali tertawa. Yang unik, di wajah mereka berjejer jepitan pakaian
yang biasanya dipakai untuk menjemur pakaian. Ternyata mereka tengah
asyik main kartu di pos ronda disaksikan beberapa teman-teman
seumurannya. Entah sudah sampai tahap perjudian atau belum, penulis
sendiri tidak terlalu memperhatikan. Pemandangan yang tidak biasa
tersebut penulis saksikan di sore hari menjelang maghrib. Sebelumnya
pemandangan seperti ini penulis pernah saksikan di tengah malam dengan
pelaku yang berbeda. Beberapa orang tua dan sekumpulan anak muda dengan
jepitan pakaian memenuhi wajahnya, sambil main kartu, sambil bercanda
dan tertawa-tertawa kecil. Berarti, hanya terjadi semacam pewarisan
kebiasaan saja mungkin, kalau di sore hari anak-anak kecil seumuran
sekolah dasar, sedangkan di malam hari sekelompok anak muda dan orang
tua. Sungguh pemandangan yang membuat risau nurani penulis. Apakah tak
ada hal produktif lain yang bisa dikerjakan selain menghabiskan waktu
untuk bermain kartu? Apakah ini juga merupakan pengaruh lingkungan yang
membuat hal-hal kontra-produktif semakin dominan di masyarakat? Apakah
dengan dijaga dan dirawatnya lingkungan di sekitar persawahan sehingga
membuat tanaman padi sebagian besarnya bisa tumbuh subur dan bermanfaat?
Ya, bisa jadi.
Ustadz H.M.Anis Matta, Lc dalam bukunya Momentum
Kebangkitan menjelaskan tentang empat macam pranata sosial yang bisa
mempengaruhi karakter seseorang. Bahkan belakangan ini, memasuki era
Gelombang Ketiga Indonesia berkembang menjadi lima pranata sosial yang
sangat mempengaruhi tumbuh kembang karakter seseorang.
Pranata
sosial yang pertama adalah rumah. Betapa indah dan syahdunya tempat
pembentukan karakter yang pertama ini apabila dikelola dengan baik oleh
orang tua dan terkondisikan dengan hal-hal yang baik. Maka seorang
manusia dalam tumbuh kembang karakternya merasakan rangsangan awal dari
rumah tempat tinggalnya. Dan faktor dominan dalam pranata sosial pertama
ini adalah orang tua. Kapan kedua orang tua memulai dengan pendidikan
karakter yang baik, pembiasaan terhadap hal-hal yang baik, perkataan
yang baik-baik, maka hampir dapat dipastikan manusia akan menjadi baik.
Meskipun terkadang memang harus dibiasakan dengan fluktuasi kondisi agar
memahami gelombang kehidupan sesungguhnya. Penulis sendiri merasa
bersyukur atas setiap nikmat, karena penulis sendiri dibesarkan
dilingkungan rumah yang lumayan kondusif. Penulis sendiri dididik dengan
gaya mendidik semi-militer, meskipun begitu syukur tak terhingga kepada
Allah SWT karena memperkenankan penulis mendapat hidayah dan tersentuh
oleh jamaah dakwah ini sehingga bisa mengambil hikmah dan ibrah sepelik
apapun masalah dan selapang apapun kondisinya. “Anak adalah Peniru yang
baik”, begitu ucap seorang trainer psikologi anak, Ibu Rahmi Dahnan,
S.Psi dalam training of trainer penanggulangan faktor
destruktif pemuda bertempat di Cibubur yang pernah diikuti oleh penulis.
Maka untuk para calon orang tua ataupun yang sudah menjadi orang tua,
jadilah teladan yang terbaik dalam setiap akhlak, perilaku, dan ucapan.
Karena nantinya akan ditiru oleh anak. Kapan yang ditiru oleh anak
adalah hal-hal yang baik maka bersyukurlah dan pertahankan, namun kapan
yang ditiru adalah hal-hal yang buruk dan tak bermanfaat, berarti ada
beberapa hal yang harus segera dibenahi demi kelangsungan pembentukan
karakter.
Pranata sosial yang kedua adalah sekolah. Dengan sistem
pendidikan di negara kita yang senantiasa berkembang, mengalami
frekuensi pembenahan dan perubahan yang cukup sering, menjadikan
generasi yang juga sering bimbang. Entah tak ada sinergi konsep antara
menteri pendidikan sebelumnya dan penggantinya, itu mungkin saja yang
terjadi. Lahirlah para generasi bimbang yang masih sering kebingungan di
akhir masa studi sekolah menengah atas. Bingung dalam memilih jurusan,
bingung dalam memetakan potensi, minat, dan bakat. Bahkan biasanya hanya
berdasarkan keinginan serta obsesi orang tua dan hanya sedikit
mengetahui potensi, minat, dan bakat anaknya. Generasi dengan fanatik
berlebihan terhadap sekolahnya masing-masing, entah dari siapa mereka
meniru adegan tawuran antar sekolah yang sesungguhnya sangat
kontra-produktif dan merugikan berbagai pihak. Potret buram pendidikan
dinegeri ini yang menjadi tugas kita bersama untuk berkontribusi dan
menjadi bagian dari solusi.
Pranata sosial yang ketiga adalah
masjid atau agama. Masjid di zaman Rasulullah SAW adalah tempat
bermusyawarah yang seharusnya menyadarkan kepada kita semua bahwa
sesungguhnya masjid bukan sekadar tempat ibadah. Masjid hendaknya tidak
hanya dijadikan sebagai tempat ibadah saja. Agama yang menjadi panduan
hidup dalam tumbuh kembang karakter seseorang adalah kewajiban orang tua
untuk memulai pengajaran yang baik kepada anak-anaknya. Tentunya, tak
ada teladan yang lebih baik bagi anak-anak kecuali dilakukan terlebih
dahulu. Karena sesungguhnya teladan yang terbaik itu adalah perbuatan.
Pranata
sosial yang keempat adalah aturan atau hukum. Selain bersumber dari
agama, aturan dan hukum dinegara kita adalah Pancasila dan Undang-Undang
Dasar (UUD) 1945. Sebagian besar dari kita tentunya masih menghafal
dengan baik isi dari Pancasila dan UUD 1945 karena telah dibiasakan di
lingkungan sekolah untuk mendengar dan menghafalkannya. Hanya saja,
dalam tataran pemahaman dan implementasinya masih mengalami hambatan dan
kendala yang luar biasa. Seakan-akan kedua aturan tersebut benar-benar
terlalu ideal untuk alam realita bangsa dan negara kita.
Pranata
sosial yang kelima adalah media. Dalam tulisan sebelumnya berjudul
Dakwah di Era Layar, penulis sempat memaparkan sedikit banyaknya
pengaruh tayangan-tayangan di televisi dalam membentuk karakter
seseorang. Media turut memberikan pengaruh yang dominan terutama
generasi yang hidup di era Gelombang Ketiga Indonesia. Generasi yang
hidup di era ini sangat cepat belajar menyesuaikan diri dengan
perkembangan teknologi dan informasi. Teknologi dan informasi yang
begitu cepat berubah dan berkembang menuntut generasi ini untuk menjadi quick learning.
Media dengan segala kompleksitasnya menuntut para pejuang dakwah yang
menginginkan perubahan agar juga terlibat aktif didalamnya. Smartphone bukan lagi menjadi sesuatu yang langka di era ini.
Teruntuk
engkau para pejuang dakwah, engkau harus menyadari betapa pentingnya
untuk mengetahui karakter seseorang sebelum menyampaikan dakwah
kepadanya. Betapa pentingnya menjadi teladan sebelum ucapan agar mudah
dipahami dan diimplementasikan. Betapa pentingnya menyentuh hati objek
dakwah dengan memahami kelima pranata sosial yang sangat berpengaruh
terhadap tumbuh kembang karakter seseorang. Dakwah harus menyentuh
segala aspek agar kalimat tauhid tegak di muka bumi, menyebar di seluruh
penjuru alam semesta. Dakwah juga harus menyentuh kelima pranata sosial
pembentuk karakter seseorang, karena dakwah ini juga tentang karakter.