16 November 2011
Sebuah keniscayaan hari berganti hari, bulan berganti bulan,
dan tiba saatnya pergantian tahun. Berbagai tantangan dan peluang
keberhasilan menanti di depan sana. Dengan merujuk pada hijrahnya
Rasulullah SAW dan para sahabat tahun ini masuh 1434 Hijriah. Dalam hal
ini, ada yang harus terbarukan, ada yang harus tergantikan, ada yang
harus tercerahkan, harus ada yang berubah, dan itu diawali dengan
rekonstruksi pikiran.
Mengingat peran pemuda adalah peran utama dalam panggung
peradaban, maka untuk mengambil peran tersebut pemuda harus benar-benar
siap apapun kondisinya. Peradaban tidak butuh pemuda-pemuda yang tidak
dewasa cara berpikirnya, mudah tersulut emosinya karena akuisisi
ideologi. Peradaban tidak butuh pemuda yang terlalu cepat mengambil
keputusan ceroboh, bahkan menjadikan kekerasan sebagai jalan terbaik
penyelesaian masalah. Sekali lagi mulianya peradaban bergantung pada
mulianya akhlaq dan kepribadian para penggeraknya, yaitu pemuda. Kita
tinggalkan pengertian pemuda menurut undang-undang Kemenpora RI, mari
kita sepakati bersama pemuda adalah orang-orang yang masih memiliki
semangat untuk berkarya di tiap jejak kehidupannya dan tidak terbatas
oleh rapuhnya usia. Pemuda harus kemudian mempunyai bekal untuk
melakukan amanah besar nan agung tersebut, yaitu perubahan. Momentum
tahun baru Islam merupakan mom entum paling tepat untuk mengawali
perubahan tersebut dimulai dengan merekonstruksi pikiran.
Tangan lelaki yang dulu pernah menampar pipi adiknya, itu
sama dengan tangan yang memerintah umat Islam dari Irak hingga Libya
dengan keadilan yang berperisai ketegasan. Ia sudah menjadi tokoh
berkelas, businessman, duta Quraisy, petarung andalan, dan maskot pemuda
kebanggaan mereka. Tapi semua potensi terdalamnya terkungkung
lingkungan, tidak meledak melebihi pembesar-pembesar Quraisy yang ada.
Perubahan masih begitu sulit ia lakukan ketika dalam posisi ini. Ia
menjadi lapis kedua disbanding manusia-manusia sejenis Amr bin Hisyam
atau Abu Sufyan.
Islamnya Umar adalah awal dari sejarah kepahlawanan Islam
yang melegenda. Pikirannya direkonstruksi, gagasan Qur’an yang
merekonstruksinya. Islam dating, yang pertama kali direkonstruksi adalah
pikiran. Sehingga langkah revolusioner itu bermula dari “Iqra!”.
Membaca dunia untuk memahami penciptanya. Memahami zamannya untuk
menemukan solusinya. Membuka cakrawala untuk membangun ulang peradaban.
Menggantikan tumpukan ide mati di zaman jahiliyyah untuk menanam ulang
ide-ide perbaikan. Itulah yang dijelaskan oleh Al-Ustadz Muhammad
Elvandi, Lc.
Ketika melihat fenomena yang terjadi sekarang, ada kejadian
unik yaitu pengulangan fenomena yang sebelumnya pernah terjadi di zaman
jahiliyyah. Bentrok begitu mudah tersulut tanpa pandang bulu. Konflik
disana sini menggemparkan dan menggoyah meruntuhkan batu-batu pondasi
kebaikan yang sedikit lagi akan memuliakan bangunan peradaban. Perubahan
adalah sebuah keniscayaan, dan harus segera dimulai dan penulis harus
mengulanginya sekali lagi yaitu dengan merkonstruksi pikiran.
Perubahan umat dimulai dari perubahan pikiran satu persatu
manusianya. Bayangkan, dari kesendirian Muhammad muda di antara
masyarakat penggembala dan pedagang menuju kejayaan di masa
Khulafaurrasyidin yang mengambil alih kepemimpinan Roma dan Persia.
Revolusi itu hanya membutuhkan waktu sepertiga abad. Ia adalah angka
yang sangat kecil bagi usia sejarah.
Tapi sebenarnya kaidah rekonstruksi pikiran itu bukan kisah
khusus umat Islam. Ia berlaku bagi siapapun. Ketika akal bangsa Eropa
dikekang oleh kitab sucinya, terbentanglah malam panjang zaman
kegelapan, the dark ages. Mereka tidak boleh membaca, mengkaji,
berbicara, bahkan tidak boleh berpikir jika bertentangan dengan kitab
suci. Kata Ustadz Muhammad Elvandi, Lc, jika syarat peradaban itu
membutuhkan pemuda-pemuda produktif. Maka ide tentang pemuda produktif
itu bermula dari pikirannya. Pikiran yang di isi oleh gagasan progresif.
Gagasan yang menggantikan ide-ide mati dan mematikan.
Jika awal perhitungan tahun baru Islam ditandai dengan
hijrahnya Rasulullah SAW dari Mekkah ke Madinah. Kitapun harus
merekonstruksi pikiran kita, menghijrahkan pikiran kita. Hijrah dari
kebodohan menuju kecerdasan., hijrah dari biadab menuju beradab, hijrah
dari terburu-buru menuju langkah strategis penuh perhitungan, hijrah
dari kemalasan menuju aksi nyata, hijrah dari iman yang sempurna menuju
iman yang paripurna. Wallahu’alam.
0 komentar:
Posting Komentar