Pendahuluan
Mesir memang Mesir. Tetapi apa yang ada di sana, sebagiannya, juga
ada di sini. Dunia ini satu. Langit kita sama. Mesir sedang mengatakan
sesuatu yang ada di sana dan ada di sini juga.
Mesir Mengatakan Sesuatu
Mungkin kita tidak akan suka, jika suatu saat nanti ada seorang ibu
yang berkata pada anaknya, “Sudahlah, Nak. Tidak usah repot-repot
berlatih. Nanti kalau sudah ada pemenangnya, kita bunuh pemenangnya dan
kita rebut saja pialanya”. Seperti itulah kudeta mengajari dunia. Maka
mendiamkan kudeta Mesir itu adalah hal yang sangat mengkhawatirkan.
Mereka yang dibantai itu –dulunya, sedang dan sudah- mencoba
menawarkan sebuah tata kelola masyarakat yang bersih, jujur, dan
mengedepankan kepentingan rakyat. Lalu mereka berkompetisi dalam sebuah
Pemilu. Dan menang. Memang tidak mulus. Ada ketidaksiapan dan
ketidakmampuan memang. Dan juga ada ekspektasi yang luar biasa. Lalu
ricuh. Ricuh itu biasa. Lalu kecurangan dipertontonkan dengan kudeta
militer. Dan tragisnya, tontonan itu dilanjutkan dengan sebuah adegan
pembantaian-pembantaian.
Jika sebuah kecurangan dipertontonkan, jika sebuah kebusukan
dibenarkan dengan telanjang, dan jika sebuah kecurangan dirayakan,
seharusnya kita khawatir keburukan itu akan membesar, akan menyebar, dan
menjadi sebuah kewajaran. Dan kudeta itu adalah kecurangan besar yang
dipertontonkan di abad ini.
Kudeta itu kampanye massif untuk terbentuknya sebuah tata kelola yang
kacau, tata kelola yang egois, tata kelola yang ngawur, tata kelola
yang merendahkan nilai kemanusiaan, dan sebuah tata kelola yang Cuma
mengandalkan kekuatan.
Menyepakati kudeta dan pembantaian itu nyaris semakna dengan
menyepakati kecurangan sebagai aturan utama berkehidupan di dunia kita
sekarang ini. Bersepakat dan membenarkan militer Mesir itu nyaris sama
dengan ikut mempercepat terbentuknya tata kelola yang curang dan nista
di seluruh dunia.
Soal akan disebut apa -nantinya- para pembantai dan perampas
kemenangan sah itu, bukan urusan saya. Saya hanya ingin menegaskan
ketidaksukaan saya dan ingin menegaskan bahwa kudeta itu kenistaan di
abad ini.
Ibu-ibu pasti tak suka jika anak pintarnya dikalahkan dengan cara
curang dalam sebuah kompetisi. Ibu-ibu pasti ingin anaknya yang menang
mendapat haknya dan yang kalah tak boleh marah dan curang. Bapak-bapak
pasti akan mengalami penurunan semangat kerja jika ternyata kompetisi
ini hanya akan dimenangi oleh mereka yang curang. Semacam itulah yang
sedang dilakukan oleh militer Mesir. Dan semacam itulah ketidaksukaan
saya pada kudeta militer Mesir pada pemenang Pemilu Mesir.
Kita tak pernah benar-benar bisa menyelesaikan urusan kita sendiri.
Bahkan sebagian cara menyelesaikan semua masalah kita adalah dengan
terus memikirkan masalah sesama. Maka, langkah cerdas kita –seharusnya-
adalah terus berempati pada penderitaan orang lain. Mereka yang
mengekspresikan keengganan untuk memikirkan orang lain itu, bagi saya,
seperti sedang mengumumkan untuk tak ingin membantu saya dan anda jika
saya dan anda sedang memiliki masalah. Jika seseorang sanggup
mengungkapkan keengganannya membantu orang lain, itu sebagian kabar
bahwa dia juga akan enggan membantu kita.
Jika kita tidak peduli pada ketidakadilan yang sedang menimpa orang
lain, mungkin kita seperti sedang mengantri untuk diperlakukan tidak
adil juga. Atau, kita seperti sedang membesarkan ketidakadilan itu. Maka
menunjukkan ketidaksukaan pada ketidakadilan itu sebuah keharusan.
Membenarkan pembantaian di Mesir itu seperti memberi pupuk pada sikap tak
menghargai kemuliaan manusia.
Liga Spanyol –konon- semakin risau. Dengan perginya bebarapa pemain
ke liga lain, kompetisi di sana dikhawatirkan hanya akan terjadi antara
Barcelona dan Madrid saja. Kata berita, sedang ada upaya serius untuk
terus menggairahkan kembali liga Spanyol. Mereka sadar bahwa mereka
sedang bersaing dengan liga Inggris, liga Italia, dan bahkan dengan liga
Perancis. Lalu bagaimana saya bisa tenang jika pemenang sebuah
kompetisi yang fair sedang dihajar sampai babak belur?
Mesir itu Mesir. Tapi mereka yang dibantai itu sudah berkompetisi
dengan fair. Dan mereka itu pemenangnya. Kudeta dan pembantaian itu
perlanggaran berat terhadap nilai mulia sebuah kompetisi yang fair.
Mesir sedang mengatakan sesuatu. Saatnya menghentikan keculasan.
Saatnya merekam kemarahan. Saatnya menekan kedengkian. Karena keculasan,
kemarahan dan kedengkian itu bukan cuma milik Mesir. Mesir sedang
mengatakan sesuatu.
Penutup
Jika nanti, semakin banyak guru yang dilecehkan oleh muridnya ketika
mengingatkan nilai kejujuran, -sebagiannya- mungkin karena murid itu
sudah mampu mencerna ajaran dari kudeta Mesir ini. Jika nanti semakin
banyak orang tua yang dilecehkan anaknya ketika mengajarkan nilai luhur
integritas, -sebagiannya- mungkin itu karena dunia mencerna dengan baik
pelajaran dari sang Penjagal di Mesir ini. Jika suatu saat nanti, kita
lebih sering gigit jari karena kita dicurangi di sebuah kompetisi,
-sebagiannya- itu karena militer Mesir sudah membuat dunia lebih
mengerti tentang tidak perlunya kompetisi yang fair, kejujuran, dan
usaha yang kuat. Jika kita kelak lebih banyak menangis, -sebagiannya-
mungkin karena kita kita kurang menangisi tragedi Mesir ini. Mungkin.
Oleh: Eko Novianto Nugroho
0 komentar:
Posting Komentar